Kamis, 21 Juli 2011

PANGGUNG

Menuai Laba dari Bisnis Sarana Upacara

Tak perlu ciut nyali, tatkala ingin  memulai usaha tapi modal pas-pasan.  Sang Nyoman Wira, pebisnis sarana upacara, telah membuktikannya. Bermodal barang pinjaman, kini ia sukses meraup puluhan juta rupiah setiap bulannya.

Semula, Wira adalah buruh pembuat dulang manual dan  sarana upacara di kampung halamannya, di Banjar Tegalasah, Tembuku, Bangli. Pekerjaan ini dilakoninya selama setahun, sejak tahun 2008 hingga tahun 2009. Setelah merasa mampu membuat berbagai sarana upacara, ia pun memberanikan diri memproduksi sendiri. Mulai dari membuat dulang, bokoran kayu, plangkiran dan keben. Ternyata hasilnya memuaskan. Wira pun  merasa mantap menjalani profesinya, hingga memutuskan membuka usaha  dengan nama Kayu Mesari di  Jalan Ratna, Denpasar.

“Saya sengaja membuka Kayu Mesari di Denpasar, agar jangkauan konsumennya lebih luas. Sekarang ini, yang lagi tren adalah keben dengan cat dua dimensi. Motifnya menarik dan terlihat unik.  Ibu-ibu suka membeli yang berukuran sedang, dengan harga Rp 45 ribu,” urai pria berusia 32 tahun ini.

Harga-harga sarana upacara lainnya  amat variatif. Dulang dijual dengan kisaran harga Rp 14 ribu – Rp 300 ribu. Keben, mempunyai dua jenis harga. Kalau yang berukuran kecil Rp 10 ribu/buah,  atau  jika menginginkan satu set yang berisi tiga buah keben, dibandrol  Rp 90 ribu. Plangkiran dijual dengan harga antara Rp 8 ribu – Rp 190 ribu. Bokoran kayu dipatok harga dengan kisaran Rp 7 ribu – Rp 30 ribu.

Kayu Albasia
Bahan-bahan untuk membuat berbagai sarana upacara, didominasi oleh kayu albasia. Selama ini Wira tidak pernah mendapat masalah soal bahan baku, karena gampang didapatkan di daerah asalnya. Namun, Wira tak pernah mengambil bahan baku dalam bentuk kayu gelondongan, melainkan yang sudah setengah jadi.

“Saya mengambil bahan baku setengah jadi, agar praktis. Jadi empat karyawan saya, tinggal memoles dan mengecat saja. Bahan baku lainnya adalah bambu. Baik kayu maupun bambu, sama-sama tidak susah pengerjaannya, karena kita sudah mengenali karakter bahan baku itu,” kata Wira.

Pengerjaan sarana upacara dilakukan  dengan sistem borongan. Upah karyawan  mengerjakan plangkiran yang berukuran besar Rp 3.500/buah, kecil Rp 2.500/buah. Kalau keben, upahnya disesuaikan motif, rata-rata berkisar Rp 15 ribu hingga Rp 35 ribu/set. Upah mengerjakan dulang antara Rp 3 ribu – Rp 7 ribu, sedang bokoran kayu sekitar Rp 2 ribu – Rp 8 ribu.

Untuk lebih mengenalkan produknya, Wira  getol mengikuti pameran, seperti PKB atau Denpasar Festival. Tak hanya itu,  ia pun biasa menjajakan sarana upacara  ke berbagai toko dan art shop di kawasan Denpasar, Badung, Bona dan Tampaksiring.

“Setelah dipasarkan di art shop, keben saya mulai menarik perhatian  turis asing.  Sekarang saya  kontinyu mendapat order keben dari  art shop, yang selanjutnya dikirim ke pemesan dari Belanda,” tutur Wira.

Berkat order yang terus mengalir, lanjut Wira, ia bisa mendapatkan omzet per bulan rata-rata Rp 20 juta. Omzet ini biasanya akan melonjak drastis kalau mendekati hari raya Galungan – Kuningan, hingga bisa mencapai Rp 40 juta/bulan, karena masyarakat cenderung membeli sarana upacara dengan motif terbaru.   

Tren Bahan & Motif
BAHAN dan motif sarana upacara, selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Misalnya, keben. Beberapa waktu lalu, sempat booming keben dari bahan aluminium. Kelebihannya, keben itu memiliki ketahanan yang kuat sehingga mampu bertahan sampai bertahun-tahun. Harga keben aluminium, antara Rp 30 ribu hingga Rp 300 ribu. Keben aluminium tidak hanya disukai masyarakat lokal, namun pembeli dari mancanegara pun tidak jarang terpikat melihat tampilan keben itu.

Soal motif, jelas Wira, sempat pula keben dengan aksen batik menyita perhatian masyarakat. Sampai-sampai dilakukan pelatihan membatik bagi para perajin keben di Tembuku, sehingga terampil membuat keben berhiaskan motif batik.

“Khusus untuk keben, motif-motifnya memang selalu up to date setiap tahun. Ini dilakukan agar menarik perhatian masyarakat, sekaligus membuat perajin keben termotivasi menciptakan motif yang bernilai seni,” ujar Wira.
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA