Minggu, 10 Juli 2011

PELUANG USAHA

Cantiknya Bunga Natural

   
Siapa  yang tidak ingin keindahan warna-warni bunga, menjadi penghias rumah? Kendalanya, tidak semua orang memiliki waktu memadai untuk merawat tanaman karena sibuk bekerja.  Nah, ada solusi jitu jika ingin mempercantik rumah, namun tidak perlu direcoki dengan menyiram atau memupuknya. Pajang saja bunga natural!


Bunga natural memiliki keindahan yang tidak kalah memikat dengan bunga asli. Malah bunga natural memiliki kelebihan tersendiri. Misalnya, tidak akan layu dan sudah pasti, bunga ini tidak perlu perawatan harian seperti layaknya memelihara tanaman hidup. Kelebihan ini yang membuat bunga natural digemari dan menjadi pilihan favorit untuk hiasan rumah.

Sesuai namanya, bunga natural terbuat dari bahan-bahan natural. Seperti, daun jagung, pelepah pisang, biji lamtoro, dan masih banyak lagi. Bahan-bahan itu, terlebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan sebelumnya, akhirnya siap diolah menjadi bunga natural yang tampilannya menawan.

Salah seorang yang menangkap peluang digemarinya bunga natural oleh masyarakat adalah Anak Agung Kusuma Oka, yang biasa dipanggil Gung Oka. Meski umumnya bunga identik dengan wanita, namun Gung Oka tidak keder menggelutinya dan sudah bertekad menjadikan bunga natural sebagai ladang usaha. 

Perkenalan Anak Agung Kusuma Oka dengan bunga, bermula pada tahun 1983. Saat itu, kebetulan ada lomba merangkai bunga. Gung Oka, demikian ia biasa dipanggil, langsung menyertakan bunga kreasinya berupa bunga-bunga kering yang ditata dalam vas. Usai lomba, bunga ciptaannya ternyata langsung ditawar pengunjung untuk dibeli.

Hal ini membuat pemuda kelahiran Dalung, Kuta Utara, itu pun tergerak untuk memiliki usaha berbasis bunga. Pada tahun 2001, ia langsung start membuka bisnis bunga dengan modal Rp 75 ribu. Bahan-bahan untuk membuat bunga natural, kebanyakan didapati dari lingkungan sekitar berupa limbah yang tidak dipakai orang. Misalnya, kulit jagung, biji lamtoro, buah kaliandra, buah turi, buah pandan dan masih banyak lagi. Bahan-bahan yang sepintas terlihat sepele itu, di tangan Gung Oka akhirnya menjelma menjadi bunga cantik dan sedap dipandang mata. Hingga kini, Gung Oka telah menciptakan lebih dari 1.000 kreasi bunga natural.

“Kalau untuk menyebutkan nama satu per satu, wah … saya sudah lupa. Yang jelas, bunga-bunga ciptaan saya itu bentuknya mirip bunga-bunga yang biasa ditemui. Ada anggrek, melati, mawar atau ada pula buah nanas yang eksotik. Setiap bulan, paling tidak ada tiga kreasi jenis bunga model baru yang saya ciptakan,” urai penerima anugerah pemuda pelopor ini tanpa nada sombong.

Meski tidak memiliki art shop untuk memajang hasil karyanya, tetapi Gung Oka tidak pernah sepi order. Malahan sering menolak order kalau tidak dapat tertangani. Seperti ketika dua tahun lalu ada wisatawan asal Perancis yang ngotot ingin dikirim lima kontainer rangkaian bunga gantung, padahal Gung Oka hanya mampu menyediakan dua kontainer saja. Alhasil, dengan berat hati ia menolak order itu.

Selain disukai konsumen asal Perancis, ternyata bunga natural Gung Oka juga sangat diminati konsumen dari Itali, Portugal, Jepang, Malaysia, Brunei dan sebagian besar konsumen asal Eropa lainnya. Larisnya bunga natural Gung Oka, membuatnya  pernah  mendapatkan omset senilai Rp 750 juta.

“Tapi tidak selalu begitu sih. Itu kadang-kadang saja. Kalau keadaan normal, omset yang saya peroleh antara Rp 25 – Rp 50 juta. Dikurangi pembelian bahan baku dan uang saku karyawan yang per orangnya Rp 450 ribu per bulan, paling tidak untung bersihnya 70%,” urai Gung Oka ramah.

Gung Oka memang lebih suka menyebut gaji karyawan dengan uang saku. Pasalnya, 4 karyawan yang dimiliki itu sudah diajaknya sejak mereka kecil dan diangkat jadi anak asuh. Otomatis semua kebutuhan hidup, termasuk biaya sekolah, makan, tempat tinggal hingga bonus saat hari raya, semua menjadi tanggungan Gung Oka.

Ke depannya, Gung Oka tetap optimis akan menjadikan pameran sebagai ajang mengenalkan bunga-bunga naturalnya. Tak heran, ia mengaku sudah menjelajah pameran di berbagai tempat hingga ke mancanegara.

“Selain di Jakarta, saya juga pernah ikut pameran di Saudi Arabia. Sambutannya bagus sekali. makanya sampai sekarang saya selalu aktif berpameran,” kata pria yang sehari-hari ngantor di Dinas Kebudayaan ini.
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA