Kamis, 21 Juli 2011

PELUANG USAHA

Bisnis Bambu Tak Pernah Lesu 

Bambu nyaris tak pernah sepi dari pembeli.  Saat umat Hindu merayakan hari raya Galungan dan Kuningan, bambu  amat diperlukan untuk  pembuatan penjor, sanggah cucuk, sanggah surya dan sanggah arda. Bambu pun menjadi ornamen tak tergantikan di hari raya, yang tak pernah lekang sepanjang masa.


Tingginya kebutuhan bambu di masyarakat, bagi Mangku Budiasa merupakan celah bisnis yang menarik. Tanpa pikir panjang,  ia pun membuka stand bambu bernama UD Bambo Dalem Santhi Sedana, di kawasan Jalan Noja, Denpasar. 

“Saya membuka usaha jualan bambu sejak lima tahun lalu. Waktu itu, modal yang saya siapkan sekitar Rp 50 juta, untuk sewa lahan seluas dua are, membuat bangunan dan membeli berbagai jenis bambu,” ujar pria yang fasih berbahasa Inggris dan Jerman ini.

Mangku Budiasa beralasan, ia memilih bisnis ini karena menurutnya, masyarakat selalu memerlukan bambu. Misalnya, untuk membuat bangunan. Harga kayu yang termasuk mahal, membuat sebagian masyarakat lebih memilih membeli bambu sebagai alternatif saat membangun rumah. Termasuk pemborong bangunan yang mendapat proyek pembangunan rumah atau vila,  lebih suka memilih bambu agar bisa menekan harga.

Jangan ditanya lagi kalau mendekati hari raya. Bambu  seolah diperebutkan,  saking banyaknya pihak yang membutuhkan. Sementara di Denpasar, jarang sekali ada penduduk yang memiliki pohon bambu sendiri, hingga otomatis akan membeli bambu untuk berbagai keperluan upacara. 

Jenis bambu yang ditawarkan pria kelahiran Sukawati ini, adalah bambu usuk, bambu hitam, bambu petung, bambu tiing santong, bambu tali dan bambu untuk penjor.  Bambu itu dipesan khusus dari Bangli, Karangasem, Tabanan dan Payangan. Dalam sebulan, Mangku Budiasa biasa memesan hingga 15 truk bambu.

Harga yang ditawarkan adalah  bambu petung Rp 30 ribu/batang. Bambu tali Rp 8 ribu/batang. Bambu usuk Rp 6 ribu/batang. Bambu hitam Rp 35 ribu/batang. Bambu penjor Rp 15 ribu – 80 ribu/batang. Mahal murahnya bambu penjor tergantung jenis bambu. Harga tertinggi yang dipatok Rp 80 ribu, yakni penjor dari jenis bambu petung.

“Kalau Galungan, saya menyiapkan stok  3.000 bambu untuk di daerah Kesiman ini.  Di samping itu, saya juga mengirim ke daerah Monang-Maning sebanyak 2.000 bambu.  Tapi khusus untuk hari raya saja. Kalau hari biasa, bambu sering dipesan untuk rahinan Purnama dan Tilem. Paling saya menyediakan 100 bambu,” urai pria kelahiran tahun 1965 ini.

Meski sentra penjualan bambunya terletak  di daerah Kesiman, namun konsumennya meluas hingga Sesetan, Penatih hingga Nusa Lembongan. Tak luput, turis asing juga sesekali memesan untuk memperindah bangunan  vila. Khususnya, jenis bambu tutul, yang memiliki corak artistik. 

Sanggah Tak Kalah Laris
Bukan hanya bambu penjor yang laris diminati warga saat hari raya, berbagai sanggah pun banyak dipesan. Khususnya sanggah cucuk, sanggah surya dan sanggah arda. Harga yang ditetapkan Mangku Budiasa untuk sanggah cucuk Rp 7 ribu/biji, sanggah surya Rp 15 ribu/biji dan sanggah arda Rp 15 ribu/biji.

Masyarakat biasanya menggunakan sanggah itu sekali pakai, tapi ada pula yang memakainya hingga dua tahun, asal menyimpannya secara benar. Mengenai ketahanan bambu, dijelaskan Mangku Budiasa, amat tergantung dari daerah asalnya. Kalau bambu yang berasal dari Bangli, sebulan setelah ditebang  akan kering. Bambu dari Tabanan, hanya tahan seminggu, setelah itu menjadi kisut. Bambu dari Karangasem, khususnya bambu petung, bisa tahan hingga bertahun-tahun.

Melenceng dari Cita-cita
Menjadi pebisnis bambu, ternyata amat jauh dari cita-cita Mangku Budiasa di masa kanak-kanak. Semula, ia bercita-cita menjadi polisi. Apa daya, ia tidak memiliki uang cukup untuk mengantarkannya pada cita-cita itu. Tak ingin larut dalam kegundahan, setelah lulus dari SMU Negeri 1 Klungkung, Mangku Budiasa pun menjadi tukang cas, yang bertugas mencari penumpang di Terminal Ubung. Pekerjaan ini dijalaninya selama dua tahun. Setelah menikah, mertuanya menyarankan agar ia menjadi guide.

Mangku Budiasa pun langsung menyambut baik saran itu. Pada dasarnya, ia sudah merasa jengah karena bidang kerjanya yang tergolong keras. Ia pun menjajal peruntungan sebagai freelance guide di daerah Sanur. Berbagai pengalaman pun dialami dan ia sempat berkeliling hingga ke berbagai pelosok Bali, Jawa dan Lombok untuk mengantar tamu asing yang ingin menikmati liburan.

Di tengah keasyikan berkeliling ke berbagai obyek wisata,  mendadak bom Bali meledak. Spontan banyak turis  yang membatalkan kunjungannya ke Bali. Dunia pariwisata menjadi gonjang-ganjing. Dalam suasana seperti itu, otomatis pekerjaan sebagai guide pun tidak bisa diandalkan lagi untuk menghidupi keluarga.

Cobaan yang dihadapi Mangku Budiasa ternyata belum surut. Mendadak, ia terkena stroke.  Berbagai pengobatan ia coba, namun hasilnya nol. Setelah  menanyakan kepada orang pintar, akhirnya diketahui kalau ia terpilih sebagai pemangku. Mangku Budiasa pun berpasrah dan menerima. Secara ajaib, stroke yang dideritanya pun hilang begitu saja. Tidak lama berselang, beberapa orang tak dikenal mendatanginya dengan maksud berobat. Tentu saja Mangku Budiasa terkaget-kaget, tapi ia pun mencoba menerima karena memang merasa jalan hidupnya telah diatur Bhetara.

“Akhirnya, agar keluarga tetap dapat saya hidupi, tapi sembari ingin hidup beryadnya, saya pun memilih bisnis bambu ini. Karena dengan bisnis bambu, banyak kaitan dengan upacara.  Jadi sebenarnya ini bukan bisnis murni, tapi niatnya sebagian untuk yadnya,” tegas Mangku Budiasa.

Sebagai buktinya, tak jarang, saat-saat tertentu, ada orang yang menawar harga bambu amat rendah. Malah di bawah harga pokok. Misalnya, bambu yang dijual Rp 15 ribu/batang, ditawar Rp 5 ribu/batang. Mangku Budiasa berbesar hati memberikan. Kadang malah ada orangtua yang minta cuma-cuma, ia pun  suka rela memberi begitu saja.  Ia percaya, Tuhan yang akan mengatur rezekinya.

“Buktinya, dengan bisnis sembari beryadnya seperti ini, dalam arti tidak ngoyo mengejar untung, saya biasanya mendapatkan omzet rata-rata Rp 10 juta/bulan. Bisnis bambu itu menguntungkan kalau ditekuni, karena pasarannya tak pernah lesu,” kata Mangku Budiasa. 

Jenis Bambu Suci
ADA beberapa jenis bambu yang dianggap suci oleh masyarakat Bali, sehingga khusus dipergunakan saat ritual saja. Meliputi :
-    Bambu Jajang Taluh (Giganthocloa taluh). Biasanya digunakan untuk membuat gedek pada upacara kematian.
-    Bambu Buluh Kedampal (Schizostachyum castaneum). Dimanfaatkan  untuk tempat menampung air suci, dapat dijumpai di Kabupaten Tabanan.
-    Bambu Ooh (Bambusa ooh). Ciri bambu ini ditandai dengan ruas buluhnya yang memanjang, tipis dan biasa digunakan untuk tempat sesajen.
-    Bambu Jajang Aya (Giganthocloa aya), dengan ciri diameter sekitar 12 cm dan tingginya bisa mencapai 15 meter.  Daun bambu digunakan atap bangunan suci, karena dianggap suci.
-    Bambu Alas atau Liplip (Dinocloa sepang). Masyarakat mempercayainya sebagai tanaman suci yang dapat digunakan untuk obat. Bisa ditemukan di kawasan Pura Lempuyang, hutan alam di Sepang, Kabupaten Buleleng atau kawasan hutan Jembrana.
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA