Sabtu, 22 Oktober 2011

POTRET USAHA


BERKAT INOVASI
EKSIS DI PATUNG RESIN

Perkembangan pariwisata di Bali telah memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah ini. Bukan hanya bagi mereka yang secara langsung bekerja di sektor ini, para perajin yang membuat berbagai macam cenderamata juga turut menikmatinya.

Inovasipun dilakukan demi memenuhi keinginan pasar. Produk kerajinan yang dihasilkan juga tak lagi sebatas karya dengan rasa tradisional. Citarasa kontemporer dan modern dapat dirasakan pada karya-karya yang sebagian besar diproduksi di kawasan pedesaan.

Salah satunya patung-patung resin yang diproduksi di Dusun Pinjul, Desa Manuaba Kecamatan Tegalalang. Ni Komang Rai (30)  salah satunya. Ibu dua anak ini mulai memproduksi patung-patung resin sejak 7 tahun silam. Semua hasil produksinya ia jual di tokonya yang berada di kawasan Desa Sapat, Tegalalang.

Sebelum membuat kerajinan resin, tutur Rai, ia dan juga masyarakat di sekitar tempat tinggalnya membuat kerajinan dari cengkeh. Kerajinan dari cengkeh ini sempat menjadi primadona dan sangat diminati oleh wisatawan. Hanya saja karena harga cengkeh melambung dan juga cengkeh sulit didapat, terpaksa produksi dihentikan sementara waktu.

"Kalau harga berapapun pasti akan dibayar karena kerajinan dari cengkeh ini termasuk unik. Tapi yang sekarang jadi masalah cengkeh sulit sekali didapat. Sudah dicari sampai Buleleng, tetap saja tidak ada. Karena bahan tidak ada, maka kalaupun ada pesanan kami tetap tidak bisa bekerja," ujarnya.

Patung yang dibuat saat ini kebanyakan bernuansa kontemporer. Bentuknya bermacam-macam seperti badan perempuan hingga bentuk abstrak yang unik. Kombinasi kaca dan cermin yang ditempel pada permukaan patung membuat kerajinan ini menjadi begitu menarik.

Patung-patung yang ia jual tak hanya merupakan produksinya sendiri. Sebagian besar digarap oleh para pekerjanya dengan sistem borongan. Rai menceritakan kebanyakan pekerjanya merupakan ibu-ibu dan anak-anak yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Hanya bagian mencetak patung saja yang dikerjakan oleh laki-laki. Untuk mengecat dan menempel kaca pada patung setiap pekerja akan dibayar Rp 3 ribu sampai Rp 10 ribu untuk setiap patung. "Yang menempel kaca sebagian besar anak-anak, mereka akan bekerja sepulang sekolah. Dalam sehari mereka bisa menyelesaikan dua sampai tiga patung berukuran sedang," jelasnya.

Membuat patung resin jauh lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan membuat patung dan ukiran dari kayu. Patung resin dibuat dengan cara dicetak. Karena itu pula kualitas produksi lebih mudah dikontrol dan risiko kerugian bisa ditekan.

"Di toko patung saya jual satuan. Kebanyakan yang beli wisatawan asing. Terkadang juga ada yang order, tapi jumlahnya tak terlalu banyak. Paling besar senilai Rp 10 juta. Sekarang yang jualan seperti ini (patung resin-red) banyak. Jadi banyak saingan. Kebanyakan order datang dari Prancis dan Italia. Memang orang Eropa yang banyak meminati patung ini," tutur istri dari Komang Tirtayasa ini.

Harga patung resin yang dijualnya bermacam-macam, berkisar dari Rp 45 ribu - Rp 300 ribu. Rai menceritakan belakangan omset penjualan mengalami penurunan. Jika tahun-tahun sebelumnya biasanya penjualannya naik pada Agustus dan Januari, tahun ini tak terjadi peningkatan yang berarti. Dalam sebulan omsetnya sekitar Rp 5 juta rupiah.

Dibandingkan dengan kerajinan patung dari kayu, patung resin memiliki pasar yang lebih luas khususnya untuk pasar ekspor. Ini dikarenakan tak ada negara yang melarang masuknya barang berbahan resin. Berbeda dengan kerajinan kayu yang di banyak negara dilarang masuk. Pun demikian bentuk patung berbahan resin bisa dibuat lebuh inovatif dibandingkan dengan kayu, karena resin jauh lebih mudah dibentuk.

Hanya saja sampai saat ini ia mengaku masih kesulitan modal. Terlebih saat harga bahan baku terus meningkat. Satu kilo resin sebagai bahan baku biasa dibeli seharga Rp 22 ribu, sementara kaca sebagai tambahan dibeli dengan kisaran harga Rp 18-30 ribu per lembar.
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA