Sabtu, 24 Desember 2011

Anak Agung Oka Wati DARI WARUNG KOPI SAMPAI HOTEL (Edisi 12)

Memasuki lobby Okawati Hotel, nampak seorang wanita duduk di meja resepsionis. Wajahnya terlihat  ramah dan senyum khas selalu mengembang menyambut setiap tetamu yang datang ke hotel itu. Dialah Anak Agung Oka Wati, pendiri sekaligus pemilik Okawati Hotel yang berlokasi di “desa wisata” eksotik, Ubud. Mungkin tak banyak lagi bisa kita jumpai, seorang pemilik hotel yang langsung terjun melayani setiap tamu yang datang.

Meski usianya tak muda lagi, semangat bekerja masih terlihat pada wanita ini. Ditambah dengan keramahan yang ditunjukkannya, mampu membuat kita lupa sedang berbincang dengan seorang pengusaha hotel. Berbeda dengan kebanyakan pengusaha wanita yang mewarisi usaha dari orangtua atau suami, Oka Wati merintis semua usaha yang ada saat ini dari nol.

Kepada Galang Kangin, ibu tiga anak ini menceritakan awal ia merintis semua usahanya hanyalah berawal dari sebuah warung kopi, hingga ada seperti saat ini. Saat itu Oka Wati muda yang terlahir dalam keluarga yang susah, berusaha mencari akal untuk bisa bertahan hidup. Ia, yang seorang anak penjual nasi, mulai membuka sebuah warung kopi pada tahun 1970 di depan rumahnya.

“Saya lahir di keluarga yang susah, bahkan setelah lulus Sekolah Dasar pada 1960, saya tidak bisa melanjutkan sekolah. Dari kecil saya harus bekerja untuk membantu orangtua serta memenuhi kebutuhan pribadi saya. Berbagai pekerjaan saya lakukan mulai dari menjual daun pisang, berjualan singkong, menjadi buruh angkut pasir, jualan air dan sebagainya,” kenangnya.

Tahun 1970-an Ubud kemudian berkembang menjadi salah satu tujuan wisata dan cukup ramai dikunjungi turis. Hal ini menjadi berkah tersendiri bagi Oka Wati. Ia yang saat itu menjual kopi juga menjual lukisan kamasan. Beberapa lukisan yang ia jual, ia pajang di warung kopinya. Dengan bantuan seorang teman, ia menuliskan bahwa ia masih memeiliki lukisan yang lebih bagus di rumahnya.

Usahanya ini ternyata membuahkan hasil. Turis yang saat itu berbelanja ke tempatnya, banyak yang tertarik untuk melihat lukisan yang dimiliki Oka Wati. Mereka kemudian datang ke rumah Oka Wati untuk melihat dan membeli lukisan.

“Saat itu lukisan saya letakkan begitu saja di lantai. Kemudian saya mulai menjelaskan cerita dari lukisan ini kepada para tamu dengan bahasa Inggris seadanya yang saya pelajari dari membaca-baca buku. Untungnya sangat besar. Lukisan yang saya beli hanya Rp 15 ribu bisa saya jual sampai Rp 40 ribu dan laris. Kalau bukan karena suweca Ida Betara, mana mungkin tamunya datang dan mencari lukisan yang saya jual sampai ke rumah,” tuturnya.

Dari berjualan kopi ini pula ia bertemu dengan banyak turis. Para turis ini bukan hanya sekadar berbelanja. Mereka juga mengajarkan Oka Wati membuat makanan sesuai dengan selera para turis. Mulai dari makanan sederhana untuk sarapan. Inilah yang akhirnya menjadi modal saat Oka Wati membuka penginapan.
Dari hasil berjualan, Oka Wati mendapatkan cukup banyak keuntungan yang digunakannya untuk membantu kebutuhan keluarganya. Dengan hasil yang didapatkannya, ia membiayai dua orang adiknya, ia juga menabung uang hasil kerja kerasnya.

Tahun 1974, Oka Wati menikah dengan almarhum suaminya Nengah Mider. Menjadi istri kedua, membuat Oka Wati harus tinggal di rumah mertuanya karena di rumah yang tadinya ditinggali suaminya hanya ada satu rumah dan itu tak cukup. Baru 25 hari hari tinggal di rumah mertua, ia merasa tidak betah karena tak melakukan apapun. Ia akhirnya memutuskan pindah kembali ke rumah suami.

Setelah menikah ia harus putar otak untuk bertahan hidup. Ia kemudian menjual semua perhiasan yang ia miliki sejak sebelum menikah dan menggunakan semua simpanan dolar yang ia miliki untuk modal berjualan lukisan lagi. Meski sudah menikah, tetap saja banyak yang mencari lukisan yang ia jual. Ini menjadi berkah tersendiri bagi Oka yang saat itu baru mulai berumah tangga.

Jatuh Bangun

Tahun 1975, setelah kelahiran anak pertamanya, ia mulai membeli tanah. Bahkan saat itu ia juga mengambil uang yang ia simpan di Denpasar yang saat itu dikelola oleh rekannya. Tahun 1979 mulailah ia membangun penginapan hanya dengan 2 kamar. Inilah yang menjadi cikal bakal usaha yang ada dan berkembang seperti saat ini.

“Semakin lama tamu semakin banyak datang. Akhirnya penginapan yang awalnya hanya 2 kamar, berkembang hingga menjadi 10 kamar. Hasilnya lumayan, saya biss menyekolahkan 6 orang anak dari istri pertama suami saya dan juga tiga anak saya,” ungkapnya.

Dari mengelola hotelnya tersebut, Oka kemudian bertemu dengan seorang berkewarganegaraan Amerika yang membelikannya 13 are tanah. Ia juga membeli tanah dengan mencicil seluas 4 are. Pada tahun 1988 ia juga bertemu dengan seorang berkewarnegaraan Jerman yang kemudian mengajaknya untuk joint dan membangun 4 kamar yang ada di hotelnya saat ini. Perjalanan Oka wati membangun dinasti usahanya tak selalu mulus.

Dari awal memulai usahanya, ia memang tak memanfaatkan pinjaman bank, sampai kemudian sang suami jatuh sakit, ia terpaksa mencari pinjaman untuk membantu usaha dan mengobati suaminya. “Saya akhirnya sampai pinjam 400 juta rupiah di BRI, bunganya saja sampai 6 juta sebulan, saya pinjam sampai 10 tahun karena tak sanggup bayar pokoknya. Bahkan sempat hotel saya nyaris dilelenag karena saya tak bisa bayar, saat itu menjelang pelebon suami saya. Untungnya pihak bank member saya solusi sehingga hotel saya tidak jadi dilelang,” beber wanita kelahiran 1947 ini.

Berbagai masalah yang dihadapi Oka ternyata tak membuatnya jatuh. Pasca meninggalnya sang suami  pada 2007, wanita yang hanya lulusan SD ini masih menghadapi kenyataan anak-anak suaminya dari istri pertama ternyata membagi-bagi apa yang menjadi kerja kerasnya dan mengklaim bahwa ini semua adalah hasil kerja keras ayah mereka.

Tak hanya sampai di situ. Tahun 2011 bahkan tembok hotelnyapun turut jebol. “Untung waktu itu ada orang Jerman yang tanpa saya minta memberikan saya pinjaman uang. Saya hanya perlu membayar setiap 6 bulan selama 6 tahun. Syaratnya saya tidak boleh lagi memijam di bank. Saya sangat bersyukur ada banyak orang yang membantu,” ungkapnya.

Oka Wati mengungkapkan hanya satu rahasia yang menjadikannya bisa seperti saat ini, yakni jujur. Menurutnya, jika memang seseorang jujur dalam berbisnis, Tuhan pasti akan membukakan jalan. Bantuan bisa datang dari orang-orang yang tak pernah diduga sebelumnya.

Kebaikan dan keramahan yang diberikan baik kepada para staf maupun para tamu yang datang dan menginap di hotelnya, juga turut memberikan dampak besar. Mereka merasa seperti di rumah sendiri, hingga selalu mampir dan menginap setiap kali datang ke Bali atau mengirim teman untuk menginap. “Hotel ini memang tidak besar, tetapi saya bersyukur selalu ada tamu yang menginap. Mereka selalu bilang ingin datang kembali ke sini.”(ayu)
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA