Selama ini perempuan kerapkali hanya dipandang sebelah mata. Terlebih para perempuan yang tak memiliki penghasilan, sehingga harus bergantung pada suami secara ekonomi. Padahal jika dilihat apa yang menjadi tanggung jawab perempuan dalam kehidupan, tak kalah berat jika dibandingkan dengan kaum laki-laki.
Beranjak dari kondisi ini, Luh Putu Wardani, SE., bersama beberapa rekan-rekannya sesama perempuan bertekad melakukan upaya guna memberdayakan kaum perempuan. Salah satunya dengan membentuk koperasi yang dinamai Koperasi Serba Usaha Srikandi, Ubung. Meski tak berbentuk Koperasi Wanita (kopwan), KSU Srikandi, Ubung, tetap memiliki perhatian khusus terhadap pemberdayaan ekonomi perempuan.
Wardani menceritakan perhatian besar diberikan terhadap pemberdayaan ekonomi perempuan bukan tanpa alasan. Meski dalam keluarga laki-laki yang berperan sebagai kepala keluarga, akan tetapi dalam realitanya perempuan ternyata memiliki beban yang lebih berat. Bukan hanya untuk urusan domestic, dalam perekonomian keluargapun kaum perempuan memiliki tanggung jawab yang besar. Terlebih bagi perempuan Bali, dengan berbagai kegiatan adat dan agama yang harus dilakoni, membuat tanggung jawab mereka menjadi berlipat ganda.
"Perempuan Bali tanggung jawabnya tak jauh berbeda dengan laki-laki. Bahkan tak jarang mereka seolah-olah seorang kepala keluarga. Mereka bukan hanya mengatur pengeluaran rumah tangga, tetapi juga harus mencari cara untuk menambah penghasilan keluarga. Bahkan seringkali tak disadari pengeluaran dari kaum perempuan jauh lebih besar dan mereka harus mencari akal untuk menutupi segala pengeluaran ini," ujar istri Wayan Subagia ini.
Pembentukan koperasi memang bertujuan memberdayakan perekonomi perempuan. Logikanya sederhana, jika perempuan berdaya secara ekonomi, bisa dipastikan perekonomian keluarga yang bersangkutan juga akan lebih baik. Ini dikarenakan perempuan cenderung menggunakan apa yang dimiliki untuk kebutuhan keluarga. Dengan demikian pemberdayaan ekonomi perempuan secara otomatis akan berdampak pada pemberdayaan ekonomi keluarga dan masyarakat.
Dalam pemberian kredit, Wardani menuturkan merasa lebih nyaman jika menyalurkan kredit terhadap sesama perempuan. Bahkan Wardani berani memberikan kredit tanpa agunan kepada UMKM yang dilakukan perempuan. Menurutnya, perempuan memiliki pola pikir yang berbeda dengan laki-laki. Hal ini berdampak terhadap perilaku dan juga tanggung jawab mereka setelah mendapatkan kredit.
"Kalau perempuan, mereka justru jauh lebih bertanggung jawab terhadap kredit modal yang didapatkan. Cara berpikir perempuan berbeda. Mereka jauh lebih menggunakan perasaan. Perempuan biasanya akan malu jika mereka sampai tak membayar utang," terangnya.
Tak hanya untuk keluarga, Wardani menilai perempuan sangat penting untuk memiliki penghasilan sendiri agar tak dipandang sebelah mata baik oleh suami maupun orang lain. Karena perempuan yang berdaya secara ekonomi juga mampu menghindarkan kaum perempuan dari perlakuan tak adil.
"Sayangnya selama ini perempuan kesulitan mendapatkan akses modal. Usaha mereka yang hanya berskala rumahan seringkali tak bankable, sehingga sulit mendapatkan bantuan modal. Modal mereka kecil sehingga sulit berkembang. Sudah itu sekali saja ada hari raya, modal mereka akan habis digunakan untuk membiayai upacara. Akhirnya mereka harus memulai kembali dari awal atau bahkan mereka harus berhenti berusaha," terangnya.
Tanggung Jawab Ekstra
Tak dapat dipungkiri perempuan Bali bertanggung jawab bukan hanya untuk keperluan sehari-hari. Tanggung jawab ekstra juga dimiliki terutama terkait dengan pelaksanaan upacara keagamaan. Karena hal ini maka ia berani memberikan pinjaman lebih bagi perempuan yang akan melaksanakan upacara seperti piodalan.
“Kalau ada yang perlu dana untuk melaksanakan odalan, kami berani memberikan bantuan modal lebih besar. Mereka yang meminjam uang untuk upacara tidak mungkin tidak mengembalikan. Mana ada yang berani berlaku curang untuk keperluan upacara,” kata Wardani.
Wardani dan beberapa rekannya membentuk koperasi juga untuk membuktikan bahwa perempuan bisa berbuat sesuatu. Bukan hanya dari sisi ekonomi akan tetapi juga organisasi. Perempuan menurutnya harus dijauhkan dari kesan dan cap lemah serta selalu bergantung pada suami atau laki-laki.
“Kami ingin membuktikan bahwa perempuan bisa, bahkan bisa lebih baik dari laki-laki. Kami bisa membentuk koperasi. Kami juga bisa menghasilkan uang untuk keperluan kami dan juga membantu perekonomian keluarga. Perempuan, khususnya perempuan Bali sangatlah ulet dan tangguh, sehingga tidak boleh dipandang sebelah mata. Siapa lagi yang bisa kita minta untuk membantu perempuan kalau bukan sesama perempuan. Karena itu di sini kami sangat fokus untuk membantu UMKM yang digeluti perempuan. Meski nama koperasi bukan kopwan, tapi fokus kami tetap pada perempuan,” ujarnya.
Meski sebelumnya Wardani telah berpengalaman bekerja di koperasi, bukan berarti ia tak menemui kendala dalam mengembangkan koperasi yang saat ini diurusnya. Di samping sulitnya menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk menjadi anggota koperasi, ia juga mengalami kesulitan untuk mengumpulkan anggota untuk diajak rapat. Akibatnya rapat dengan dihadiri seluruh anggota cukup sulit untuk dilakukan.
“Koperasi yang anggotanya banyak tentu salah satu kesulitan yang ditemui yakni bagaimana caranya menyatukan pikiran yang berbeda-beda ini. Jika tidak dikelola dengan baik, bisa jadi terjadi konflik yang bisa membuat orang-orang yang ada di dalamnya merasa tidak nyaman. Pengalaman terdahulu bekerja di koperasi, saya jadikan landasan untuk mengembangkan KSU Srikandi ini. Semoga bisa berkembang dengan baik dan membantu masyarakat khusunya kaum perempuan,” imbuh perempuan yang hobi merias ini.(ayu)