Cita-cita membangun konglomerasi koperasi bukan hal mudah untuk dicapai. Banyak tantangan yang harus dihadapi, tetapi tidak sedikit juga peluang yang dapat mendekatkan kita pada cita-cita itu.
Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Dr. Ketut Budiartha, SE, MSi, AK, menilai peran besar yang seharusnya bisa diambil koperasi seringkali tertutupi oleh buruknya manajemen lembaga ekonomi kerakyatan itu. Bahkan menurutnya banyak koperasi dijadikan sapi perah oleh oknum-oknum pengurus koperasi itu sendiri.
“Banyak koperasi dijadikan sapi perahan oleh banyak pihak di dalam koperasi itu sendiri. Pada waktu koperasi masih kecil, tidak ada yang mau jadi pengurus, tidak ada yang mau kerja. Setelah koperasi besar, jadi rebutan,” keluh Ketua Program S2 Akuntansi Universitas Udayana itu.
Sistem pengawasan internal koperasi yang cenderung sangat lemah, menjadi salah satu tantangan sekaligus ancaman bagi koperasi di dalam negeri. Karenanya menurut Budiartha, koperasi harus dikelola oleh orang-orang yang profesional di bidangnya. “Peran koperasi sebenarnya besar sekali dalam mengangkat ekonomi masyarakat di era global, asalkan dia mau memanfaatkan itu. Kalau tidak begitu, ya koperasi hanya akan menjadi penonton di negerinya sendiri,” ujarnya.
Buruknya performa koperasi, diakui pula oleh pemerintah selaku pembina lembaga ini. Dalam penilaian performa koperasi se-Bali tahun 2011 ini, Dinas Koperasi dan UKM Bali menemukan fakta bahwa 400 unit koperasi yang dinilai, hanya 65 persennya yang ternyata berkualitas baik. Sedangkan 35 persen dinyatakan tidak berkualitas. Penilaian tersebut dilakukan terhadap berbagai aspek, terutama aspek organisasi dan manajemen.
Bagi pelaku koperasi sendiri, membangun konglomerasi koperasi dirasa bukan hal mudah. Bukan semata karena adanya kelemahan internal di sebagian besar koperasi, tetapi karena faktor regulasi yang belum memberi dukungan penuh pada pengembangan koperasi.
Manager Koperasi Pasar Srinadi Klungkung, Nyoman Suwirta, mengeluhkan sulitnya koperasi berkembang karena badan hukum koperasi yang tidak cukup kuat untuk digunakan menangkap berbagai peluang usaha yang lebih besar seperti membangun sekolah atau mengambil proyek pemerintah. “Ini pengalaman kami sendiri di Koppas Srinadi. Ketika koperasi sudah menjamah atau mengerjakan peluang-peluang usaha yang lebih besar, seperti mau bangun sekolah atau ikut mengambil proyek pemerintah, badan hukum koperasi ternyata belum cukup kuat. Kami masih harus membentuk badan usaha lainnya untuk mengambil peluang-peluang itu,” keluh dia.
Berdasarkan peraturan pemerintah, pembangunan sekolah memang hanya boleh dilakukan oleh badan hukum yayasan. Sementara untuk mengikuti tender-tender proyek pemerintah, hanya diperbolehkan badan hukum perseroan terbatas atau sekurangnya CV.
“Sehingga kalau kita sudah bergerak ke berbagai sektor usaha, kita harus banyak terlibat badan hukum lainnya. Ini menghambat perkembangan koperasi itu sendiri,” tambah pengurus Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) Klungkung itu.
Bangun Jaringan
Guna memperkuat diri, Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM, Untung Tri Basuki, mengharapkan seluruh koperasi memperkuat diri dengan membangun jaringan. Dengan berjejaring di tingkat lokal, nasional, maupun internasional, koperasi diharapkan mampu memperkuat diri untuk membangun pasar bersama. “Sayangnya selama ini kita kurang membangun kerjasama antarkoperasi. Koperasi-koperasi kita main sendiri-sendiri. Di Bali misalnya, antara koperasi di Klungkung, Gianyar, Bangli, Tabanan dan lainnya, belum membangun pemasaran bersama. Antara koperasi di Bali dengan di provinsi lainnya juga belum berjejaring secara nasional. Apalagi jejaring internasional,” tegasnya.
Dikatakan, ada banyak wadah koperasi internasional yang bisa dimanfaatkan seperti International Cooperative Alliance (ICA) maupun wadah-wadah lain di tingkat regional. “Banyak komoditas yang dibutuhkan oleh kawan-kawan koperasi kita di dunia yang belum kita kerjasamakan. Ini peluang besar yang harus digarap,” ujar Tru Basuki. (erv)
ADA YANG SENGAJA KERDILKAN KOPERASI
PANDANGAN agak berbeda tentang koperasi, datang dari Pemimpin Bank Indonesia Denpasar, Jeffrey Kairupan. Menurut Jeffrey, selama ini ada paradigma yang salah di masyarakat tentang koperasi. Koperasi masih dianggap sebagai lembaga kecil dan hanya untuk masyarakat kecil. “Selama ini ada kesan, secara tidak langsung kita mungkin malah mengkerdilkan koperasi,” ungkapnya.
“Kita lihat di negara-negara besar yang katanya kapitalis, koperasinya besar-besar, Tapi rasa-rasanya memang koperasi kita agak susah berkembang, kecuali ada beberapa koperasi yang memang cukup sukses. Apakah memang dari awal kita menganggap dia kecil, untungnya kecil, harus serba kerakyatan, serba miskin? Menurut saya, wawasan kita itulah yang justru membatasi gerak kita,” tambah Jeffrey.
Sementara Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM, Untung Tri Basuki, mengakui banyak pembenahan internal maupun eksternal yang masih harus dilakukan terhadap koperasi-koperasi di Indonesia. Upaya pembenahan itu, kata dia, sudah mulai dilakukan melalui dinas-dinas koperasi di daerah-daerah. Namun ia mengingatkan, pembenahan terbaik seharusnya dilakukan oleh para pengelola maupun anggota itu sendiri.
Di sisi lain, Tri Basuki mengakui adanya banyak tantangan yang harus dihadapi koperasi terkait regulasi badan hukum koperasi. Banyak pihak yang menurutnya secara sengaja mengecilkan peran koperasi semata untuk persaingan, seperti dalam tender proyek pemerintah.
Ditegaskan, Pasal 44 Undang-undang 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian sudah menegaskan bahwa koperasi boleh melakukan kegiatan di semua bidang usaha.
“Jadi apapun, peraturan manapun yang sejajar atau di bawahnya, yang menyatakan koperasi tidak boleh mengikuti tender proyek pemerintah, harus kita lakukan yudisial review,” tegasnya.(erv)

