Penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada penurunan kualitas hidup, telah menjadi ancaman nyata yang dihadapi manusia saat ini. Langkah penyelamatan harus segera dilakukan jika tak ingin bencana yang lebih besar terjadi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk itu. Hanya saja hal ini tak bisa dilakukan secara parsial mengingat kerusakan yang telah terjadi begitu besar.
Salah satu langkah penyelamatan yang dilakukan yakni dengan mengganti pertanian konvensional yang selama ini diterapkan, dengan pertanian organik. Pertanian konvensional yang banyak mengandalkan zat-zat kimia selama ini memang telah memberikan berbagai kemudahan bagi para petani. Hanya saja kemudahan ini harus dibayar mahal dengan terjadinya kerusakan lingkungan yang harus ditanggung, bukan hanya oleh generasi saat ini tetapi juga oleh generasi yang akan datang.
Pertanian konvensional selama ini telah memberikan berbagai kenyamanan kepada petani. Hasil pertanian ditingkatkan dengan bantuan berbagai pupuk kimia. Pun demikian dengan hama yang sebelumnya mengganggu produktivitas dapat dengan mudah dihilangkan. Hanya saja tanpa disadari penggunaan berbagai zat kimia ini berdampak pada terganggunya kondisi alami tanah. Mikroorganisme yang selama ini menjadi kunci keseimbangan alam banyak yang hilang, yang pada akhirnya dampak negatifnya dirasakan manusia sampai saat ini.
Penggiat pertanian organik, Dr. Ir. Luh Ketut Kartini, MS. mengungkapkan pertanian organik teramat mendesak untuk diterapkan di Bali. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara lain, apa yang dilakukan di Indonesia khususnya Bali bisa dikatakan terlambat. Negara-negara seperti Jerman telah menerapkan pertanian organik sejak tahun 1980-an. Menurutnya pertanian organik bukan hanya tentang menjaga kualitas alam dan lingkungan. Jauh lebih penting lagi pertanian organik juga untuk menjaga kualitas hidup manusia.
"Pertanian konvensional yang dilakukan selama ini banyak yang menggunakan racun, ini bukan hanya berdampak pada lingkungan seperti matinya mikrorganisme. Di sisi lain ini juga berdampak pada karakter manusia yang memakan produk pertanian yang telah terkontaminasi racun. Manusia menjadi beringas, karakter manusia berubah. Jadi apa yang disebut pendidikan karakter itu tak cukup hanya dari produk undang-undang. Jauh lebih penting menjaga kualitas makanan karena seperti yang kita percayai, karakter manusia menggambarkan apa yang menjadi makannya," ujarnya.
Selama ini, ada isu bahwa peralihan dari pertanian konvensional ke pertanian organik akan menurunkan kuantitas produksi selama beberapa tahun, sehingga potensial menimbulkan kerugian bagi petani. Pernyataan yang terus bergulir itu ditampik Kartini. Menurutnya, jika memang metode yang digunakan tepat, penurunan secara signifikan bisa dihindari. Karenanya petani perlu didampingi untuk menentukan jenis dan jumlah pupuk yang harus digunakan maupun jenis tanaman yang akan ditanam.
“Selama ini pemerintah memang telah mewacanakan tentang pertanian organik. Hanya saja sayangnya semua ini baru sebatas wacana. Kalaupun ada beberapa realisasi, langkah yang dilakukan kerapkali tidak tepat. Misalnya saja yang terkait dengan pupuk. Pemerintah lebih suka memberikan subsidi pupuk pada petani. Padahal hasil yang lebih baik bisa didapatkan jika pemerintah mau mendukung petani untuk menghasilkan pupuk sendiri. Dibandingkan memberikan subsidi pupuk, lebih baik jika petani dibelikan sapi atau babi. Dengan demikian mereka bisa menghasilkan pupuk sendiri bahkan juga energi yang bisa membantu perekonomian mereka," ungkap dosen Fakultas Pertanian Unud ini.
Kartini mengungkapkan beberapa subak yang tetap konsisten menerapkan pertanian organik dan menjalankan aturan sebagaimana yang telah diwariskan oleh para leluhur terbukti mampu menjaga eksistensinya sampai saat ini. Bahkan di saat petani lain mengalami gagal panen, ternyata mereka tetap mendapatkan hasil yang baik. Seperti misalnya Subak Wangaya Betan dan beberapa subak di Payangan. Mereka tetap menjaga kearifan lokal yang ada dan terbukti mendapat hasil yang baik sampai sekarang.
Kunci Alih Fungsi Lahan
Jika memang pemerintah berkomitmen menciptakan pertanian organik, maka pemerintah wajib bertindak konsisten. Pemerintah wajib memberikan pendampingan serta perhatian yang cukup terhadap petani. Tak hanya cukup dengan pupuk dan pendampingan, pemerintah juga wajib menyediakan pasar untuk produk yang telah dihasilkan. Petani tak akan mau beralih ke pertanian organik jika hal ini tak akan memberikan keuntungan terutama secara ekonomis.
Peralihan ke pertanian organik tak perlu ditakutkan selama petani dipersiapkan sebagaimana dulu mereka disiapkan untuk beralih ke pertanian konvensional. Di sinilah dinilai perlu investasi baik dari segi biaya dan waktu. Menurut Kartini, pertanian organik bukan hanya tentang metode pertanian, tetapi jauh lebih penting lagi bagaimana mengubah pola pikir mulai dari aparat pemerintah seperti petugas penyuluh hingga petani. Di awal petani memang harus dipaksa beranjak dari kenyamanan yang selama ini ada, tetapi jika mereka bisa merasakan dampak positifnya, mereka akan dengan senang hati beralih.
Perhatian terhadap kesejahteraan petani menjadi penting karena merekalah salah satu kunci untuk menjaga kelestarian alam Bali. Alih fungsi lahan yang begitu tinggi di Bali akan terus meningkat jika para petani tak bisa diperbaiki tingkat kesejahteraannya. Alih fungsi lahan pada akhirnya akan berdampak pada tingkat ketersediaan air. Bali sejak tahun 2000 diprediksi akan mengalami kekeringan dalam kurun waktu 50 tahun. "Jika tak segera dilakukan penyelamatan Bali akan mengalami seperti apa yang terjadi di Ethiopia. Bahkan apa yang akan terjadi di Bali bisa lebih buruk karena Bali ukurannya lebih kecil," imbuhnya.
AIR SUSU IBU PUN TERCEMAR PESTISIDA
PERALIHAN dari pertanian konvensional menuju pertanian organik dinilai merupakan sesuatu yang sangat krusial. Dari berbagai penelitian yang dilakukan, zat kimia anorganik yang ada dalam pupuk dan pestisida telah menimbulkan kerusakan pada tubuh manusia. Saat ini tubuh manusia banyak menimbun racun yang terakumulasi dari berbagai makanan yang dikonsumsi. Akibatnya berbagai penyakit bermunculan menyerang manusia.
"Dari penelitian terakhir bukan cuma air, bahkan seluruh ibu-ibu yang ada di seluruh dunia air susunya tercemar pestisida. Dan jika seorang wanita melahirkan maka anak yang dilahirkannya akan memiliki 20% racun yang dimiliki oleh si ibu. Jadi bisa dibayangkan, anak-anak tubuhnya telah terkontaminasi racun sejak ia baru dilahirkan. Maka jangan heran dari hari kehari kualitas manusia terus menurun," kata Kartini.
Penggunaan pestisida secara berlebihan guna membunuh hama ternyata berdampak sangat luas. Racun yang terkandung dalam pestisida bukan hanya membunuh hama yang mengganggu tanaman, tetapi juga membunuh makhluk lain seperti mikroorganisme yang menjaga keseimbangan alam. Akibatnya keseimbangan alam terganggu dan keanekaragaman hayati menjadi hilang. Hal ini juga berdampak pada kondisi ekonomi petani karena beberapa jenis hewan menjadi sumber protein petani yang bisa didapat secara gratis sehingga mengurangi pengeluarn mereka.