“Kita bisa menggunakan endek di setiap kesempatan. Baik formal maupun non formal. Tinggal disesuaikan desainnya, dan padu padannya,” jelas Selly.
Selly menegaskan, endek yang dulu terkesan jadul bisa membuat kita tampil fashionable dengan sedikit kreasi. Sebagai contoh, endek bisa dipadukan dengan jenis kain lain seperti sifon atau bahkan jeans sehingga tidak terkesan kuno.
Diakui Selly, endek sebenarnya hal yang agak baru buatnya. Ia mulai serius menekuni endek sejak sekitar tahun 2009. Sejak itu pula, Pemerintah Kota Denpasar mulai serius membangkitkan endek. Selain untuk mendukung program membangkitkan endek, hal itu juga dilakukan karena ia sudah mulai jatuh cinta dengan endek. Tak sekadar mengaplikasikannya pada pakaian, endek juga seringkali diaplikasikan pada pernak pernik seperti bross dan lainnya.
Tak banyak yang tahu, pakaian-pakaian yang dibuat ibu tiga anak ini merupakan kreasinya sendiri. “Saya suka berkreasi. Jadi saya buat desainnya, lalu saya minta tukang jahit untuk mengaplikasinnya. Hasilnya ya, pakaian-pakaian yang biasa saya gunakan,”ujarnya bangga.
Demi bisa tampil fashionable dengan endek, Selly juga kerap hunting ke berbagai daerah untuk mendapatkan kain endek idamannnya. Selain masuk-masuk pasar tradisional, ia juga kerap mendatangi perajin langsung di desa-desa di wilayah Karangasem dan Klungkung. “Setiap ada yang menurut saya unik, bagus, saya beli. Tidak peduli kalau harganya murah, yang penting saya suka, ya saya beli,” kata dia.
Melalui Selly Mantra, Pemerintah Kota Denpasar melakukan banyak gebrakan untuk membangkitkan endek. Diantaranya dengan menggelar even Puspa ragam warna kreasi endek, bordir dan songket kota Denpasar pada rangkaian acara Denpasar Festival, akhir tahun lalu. (viani)
