Sabtu, 31 Maret 2012

Tapel Ogoh-Ogoh Peluang yang Belum Dilirik (Edisi III/2012)

Tahun Baru Çaka 1934 dimulai 23 Maret 2012. Diperingati sebagai Hari Raya Nyepi, di Bali identik dengan ogoh-ogoh.

Sehari sebelum melaksanakan catur brata panyepian, umat Hindu melaksanakan pecaruan yang dikenal sebagai Pengerupukan. Saat Pengerupukan, biasanya diikuti dengan pengarakan ogoh-ogoh yang merupakan simbol dari bhuta kala yang selanjutnya akan di-somya.

Begitu identiknya Nyepi dengan ogoh-ogoh, membuat kesan bahwa perayaan Nyepi menjadi kurang lengkap tanpa adanya ogoh-ogoh. Dari waktu ke waktu, semakin banyak saja yang mebuat ogoh-ogoh. Bentuknya pun semakin beragam sesuai dengan kreativitas masyarakat. Bahkan tak jarang ogoh-ogoh juga mengadopsi bentuk figur modern dan dijadikan sarana melakukan kritik sosial.

Tingginya animo masyarakat dalam membuat ogoh-ogoh, bagi masyarakat yang kreatif  bisa menjadi peluang bisnis. Salah seorang perajin di Gianyar,  A.A. Anom Dasar, memanfaatkan suasana Nyepi untuk menjual tapel atau kepala ogoh-ogoh buatannya. Anom Dasar mengaku terinspirasi untuk menjual tapel ogoh-ogoh karena melihat banyaknya kebutuhan masyarakat di Bali terhadap bahan-bahan yang berkaitan dengan pembuatan ogoh-ogoh ini. Banyak yang membuat ogoh-ogoh, tapi tak banyak yang piawai membuat tapelnya agar ogoh-ogoh terlihat hidup.

Inilah yang menginspirasi Anom, yang melihatnya sebagai sebuah peluang. "Banyak sekali yang membuat ogoh-ogoh, tetapi tidak semua bisa membuat bagian kepalanya (tapel) yang memang terbilang cukup rumit. Diperlukan keahlian dalam membuat bagian ini. Saya merasa tak ada salahnya mencoba, siapa tahu ada yang berminat," ujar pria asal Banjar Banawah, Petak, Gianyar ini.

Meski memerlukan sebuah keahlian dan keterampilan, Anom tak pernah belajar secara khusus membuat tapel ogoh-ogoh ini. Berawal dari kebiasaannya membuat tapel sejak remaja. Terlebih ia juga bekerja sebagai pengukir pandil dan pintu, sehingga ia telah terbiasa mengolah bentuk dan membuat ukiran yang terkesan hidup.

Kemampuannya membuat tapel ogoh-ogoh didapat karena ia sering terlibat pembuatan ogoh-ogoh di banjar. Dari sini ia mendapat pengetahuan secara langsung tentang bentuk dan teknik pembuatan tapel ogoh-ogoh.
"Semua hanya karena lingkungan dan kebiasaan. Setiap tahun kami selalu membuat ogoh-ogoh. Bahkan di banjar bukan hanya ada satu ogoh-ogoh, tetapi banyak. Ogoh-ogoh di banjar dibuat oleh beberapa kelompok. Tiap orang memiliki kesempatan untuk menyalurkan kreativitasnya dan juga bisa belajar lebih banyak," ungkap ayah 2 orang anak ini.

Anom menggunakan stereofoam sebagai bahan pembuatan tapel ogoh-ogohnya. Bahan ini memang banyak digunakan saat ini. Selain mudah didapat, harga pun terjangkau. Proses pengerjaannya juga bisa lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan kayu. Tapel yang berbahan stereofoam juga lebih ringan, sehingga ogoh-ogoh akan lebih enteng saat diarak. "Dulu memang dari kayu, tapi sekarang dari stereofoam," terang Anom.

Tak hanya stereofoam, rambut ogoh-ogoh Anom menggunakan bulu kuda. Sementara alis dibuat dengan menggunakan bulu kambing. Bahan alami ini dipilih untuk memberikan kesan lebih hidup. Sementara untuk pewarnaan, Anom menggunakan cat minyak dengan metode airbrush.

Mengerjakan satu buah tapel, tak butuh waktu terlalu lama. Yang peling rumit saja cukup dikerjakan dalam waktu sekitar 1 minggu. Ini sudah termasuk bagian pembentukan hingga pengecatan dan finishing. Semua bagian pengerjaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang baik, hanya saja perhatian ekstra harus diberikan saat pengecatan. Bagian pengecatan akan memberikan kesan hidup pada ogoh-ogoh.

Menurutnya, membuat tapel ogoh-ogoh tak hanya sekadar upaya mengadu peruntungan dengan memanfaatkan momen perayaan Nyepi. Bagi Anom, membuat tapel ogoh-ogoh lebih pada penyaluran hobi, di samping partisipasinya dalam upaya melestarikan budaya. Sampai saat ini tak banyak yang menekuni usaha yang sejatinya bisa mendatangkan kentungan ini, meski sifatnya hanya musiman.

Tanpa Promosi

Untuk sebuah tapel ogoh-ogoh, Anom menawarkannya dengan harga yang bervariasi, tergantung kerumitan dan jenis bahan yang akan digunakan. Tapel ogoh-ogohnya ditawarkan di kisaran harga Rp 800 ribu hingga Rp 1,3 juta. Para pemesan juga tak perlu repot-repot menyiapkan design, kecuali untuk ogoh-ogoh berjenis kontemporer. Sementara jika mengambil bentuk tokoh pewayangan, cukup menyebutkan nama tokohnya saja, Anom akan langsung mengerjakannya.

Anom tak melakukan promosi secara khusus.  Ia menggantung hasil karyanya di depan toko dengan tulisan "terima pesanan". Anom mengaku sudah mulai mendapatkan pesana. Toko yang juga sebagai workshop-nya berada di jalur cukup strategis di Jalan Sakah Gianyar.

"Saya tidak khusus melakukan promosi. Contoh cuma saya gantung di depan toko. Di sini banyak yang lewat, siapa tahu ada yang tertarik. Promosi cuma dari mulut ke mulut. Sudah ada orang dari Klungkung yang pesan, ada juga yang sudah melihat-lihat dan katanya sedang dibicarakan dengan kelompoknya."(ayu)
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA