Senin, 23 April 2012

FRANCISE LANGKAH AMAN BAGI PEMULA (Edisi IV/2012)

Awalnya, Desak Ari Susanti tak sedikitpun ingin berbisnis. Akan tetapi saat membelikan anaknya salah satu produk teh dalam kemasan, ia kepincut bisnis. Bagaimana ceritanya? “Saat membelikan anak saya teh saya melihat outletnya ramai sekali. Saat saya coba produknya juga enak. Dari sini saya mulai terarik dan mencoba mencari informasi tentang bisnis ini,” ujarnya.

Ari Susanti menjadi semakin tertarik saat mengetahui untuk memulai membuka sebuah oulet dari salah satu perusahaan teh besar di Indonesia ini ia tak memerlukan dana besar. Perempuan yang juga berprofesi sebagai dokter gigi ini menceritakan pada tahun 2009 saat membeli franchise ini untuk pertama kali ia hanya membayar Rp 5,8 juta.

Dengan modal di bawah 6 juta ia telah mendapatkan booth, produk serta peralatan yang diperlukan untuk berjualan. Pembukaan outlet pertamanya mendapat respon yang sangat baik hingga tak perlu waktu lama bagi Ari Susanti untuk berkembang. Setelah satu bulan pembukaan outlet pertamanya ia bisa membuka outlet kedua. Hingga saat ini ia telah memiliki lima outlet yang bukan hanya ada di seputaran Denpasar, tetapi higga Blahkiuh, Badung hingga Tabanan.

“Basic saya bukan bisnis, ini yang menjadi salah satu pertimbangan saya membeli franchise. Dengan membeli bisnis semacam ini saya tak memerlukan modal yang sangat besar. Jadi kalau terjadi sesutau saya tak akan rugi terlalu besar,” tuturnya.

Adanya sistem yang mengatur serta proteksi terhadap pembeli merek juga menjadi pertimbangannya untuk membeli franchise. Franchise yang dibelinya mengatur radius untuk pembukaan outlet baru. Ini dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap pengusaha yang telah membeli merek.

Pihak franchisor juga selalu memantau perkembangan franchisee. Mereka kerap melakukan pengecekan jika melewati outlet untuk mengetahui kekurangan, sehingga bisa dilakukan perbaikan. Jika ada franchisee yang melayangkan keluhan, perusahaan franchisor juga dengan cepat menanggapi, termasuk jika ada keluhan tentang pembukaan outlet baru yang terlalu dekat.

Pilihan dijatuhkan pada produk minuman oleh Ari Susanti dengan pertimbangan masyarakat memerlukan minuman setiap hari tanpa ada batasan usia. Dengan demikian pasar tersedia secara luas. “Setiap hari orang perlu minuman. Produk yang saya jual juga dari perusahaan besar, bahan-bahan yang digunakan jelas dan terjamin. Pasar utama saya anak-anak sekolah, jadi harus sehat dan bahannya jelas. Karena tahu apa yang saya jual berkualitas, para orangtua juga turut mendukung,” jelasnya.

Di samping dengan produk yang berkualitas, pilihan tempat juga menurut Ari menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam berbisnis. Ari menceritakan sebelum membuka outlet ia biasnya melakukan survei untuk mengetahui kelayakan tempat seperti ketersediaan tempat parkir. Di samping itu daya beli masyarakat sekitar juga menjadi salah satu pertimbangannya.

Tak hanya itu. Ia juga tak segan-segan untuk terjun langsung dalam bisnisnya. Bukan hanya untuk memanage para karyawan yang bekerja di tempatnya, ia bahkan terjun langsung untuk berjualan. “Jika ingin maju jangan gengsi untuk ikut berjualan, mungkin saat pertama terasa aneh, akan tetapi lama-kelamaan terasa sangat mengasyikkan,” ujarnya.

Bisnis semacam ini bukan tanpa kendala. Setidaknya itu pengakuan jujur Ari Susanti. Sumber daya manusia menjadi masalah utama yang selama ini kerap dihadapi, di samping  kondisi cuaca yang rentan menurunkan omzet penjualannya. “Selama ini ternyata kami sulit mendapat orang yang memang mau bekerja dengan serius. Biasanya omzet juga akan turun jika musim hujan atau liburan karena pasar utama kami anak sekolah. Jika sekolah libur omzet akan turun gratis. Tetapi bisnis semacam ini tetap bisa menjadi pilihan bagi pemula,” imbuhnya. (ayu)

Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA