Sabtu, 28 Juli 2012

GOWES, GAYA HIDUP DAN KEBUTUHAN JASMANI (Edisi VII/2012)

Bersepeda (gowes) sepertinya kini sudah menjadi gaya hidup masyarakat modern, bahkan sepeda sudah menjadi kebutuhan primer di saat liburan tiba. Lapangan kota menjadi titik sentral bertemunya para pecinta sepeda atau yang disebut dengan kaum gowesers

Para pecinta gowes menjadikan sepeda bukan hanya kebutuhan jasmani. Gowes juga sudah menjadi gaya hidup tersendiri. Berbagai program kegiatan instansi pemerintah dan swasta juga selalu bertema fun bike.
“Bersepeda adalah olahraga yang sangat murah, menyehatkan dan bisa dilakukan oleh semua umur,” kata Dewa Rai, salah seorang pengurus Persatuan Olahraga Sepeda Kota Denpasar.

Dengan bersepeda, sudah andil menjadikan lingkungan yang sehat dan bebas dari polusi udara. Bersepeda mengurangi banyaknya lalu lalang kendaraan di area perkotaan yang membawa polusi. Sebagai ilustrasi, di Denpasar sedikitnya 700 ribu kendaraan lalu lalang setiap harinya. Bahkan akibat emisi gas buang kendaraan ini, ikut menjadi penyumbang pencemaran lingkungan di Denpasar setelah limbah sablon.

     “Olahraga ini hemat energi dan ramah lingkungan,” imbuh pria yang juga seorang PNS di lingkup Pemkot Denpasar ini. Selain itu menurutnya secara drastis dengan menggunakan sepeda juga bisa mengurangi tingkat kemacetan yang saat ini sering terjadi di kota-kota besar.

Upaya untuk mencegah kemacetan ini juga sudah mulai direalisasikan sejak diluncurkannya program car free day yang terpusat di Lapangan Renon Denpasar setiap hari minggu. Bahkan saat ini Pemkot Denpasar sendiri kata dia juga mulai gencar mengkampanyekan program bike to work, dan bike to school. Dengan dilaksanakannya program ini diharapkan dapat mengurangi angka kemacetan khususnya di saat jam-jam keberangkatan dan kepulangan sekolah serta jam-jam kantor. Dengan demikian secara drastis pula angka kemacetan di pusat kota dan di jalan-jalan protokol tidak terjadi.

Pantauan di sejumlah area publik seperti Lapangan Puputan Margarana Renon, kawasan wisata seperti Sanur, Kuta dan tempat kujungan wisata lainnya, bersepeda kini menjadi gaya hidup masyarakat perkotaan. Berbagai macam varian sepeda baru mulai digandrungi.

Tak hanya sepeda varia termodern. sepeda onthel kembali naik daun. Sepeda ini identik dengan kawula tua, karena bentuknya yang artistik serta antik. Sepeda ini awalnya sebagian besar diproduksi di Belanda dan Inggris. Pengguna sepeda ini biasanya akan mengingatkan romantisme masa lalu, saat zaman perjuangan.
Sepeda gunung menjadi sepeda yang digemari. Jenis ini biasanya digunakan di medan yang berat. Pengguna sepeda ini biasanya mereka yang sudah cukup profesioal di bidangnya.

Jenis sepeda lain yang digunakan adalah sepeda fixie. Sepeda jenis ini sekarang paling banyak dijumpai di jalanan. Sepeda ini biasanya menggunakan gear belakang tetap. Hal ini memungkinkan pengendara untuk memperlambat atau mengerem tanpa menggunakan rem. Sepeda fixie, ini menjadi sangat popular dan menjadi tren penggunaan sepeda karena bentuknya yang minimalis dan dengan model warna bermacam-macam. Model warna ini bukan hanya ada di rangka sepeda, tapi juga ada di ban sepeda yang warna warni.
Bicycle moto-cross atau yang lebih dikenal dengan sebutan BMX biasanya digunakan oleh mereka yang lebih atraktif. Sepeda ini digunakan untuk olahraga ekstrim dan kebanyakan dipakai oleh generasi muda. Sepeda ini dirancang untuk melakukan manuver yang cukup berbahaya dan biasanya sangat menghibur.

    Jenis sepeda yang kini mulai disuka oleh kaum hawa adalah sepeda lipat, sesuai dengan namanya, sepeda ini bisa dilipat. Bentuk sepeda ini trendi dengan bentuk tidak terlalu besar sangat memungkinkan dipakai oleh para wanita.

Demam sepeda sudah menyebar ke seluruh lapisan masyarakat,  tak peduli pejabat sekalipun. Lihat saja Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Denpasar Nyoman Gede Narendra yang asyik gowes. Pria ini bahkan sudah kesemsem dengan kendaraan roda dua tanpa asap ini sejak tahun 2005 lalu.
Bapak tiga anak ini, sekali gowes dua tiga kota terlampaui, setidaknya hampir beberapa kota di Bali sudah ia jelajahi dengan menggunakan sepeda gayungnya.

Menurutnya, hobi naik sepeda itu adalah hobi yang murah namun menyehatkan. “Untuk naik sepeda hanya butuh tenaga saja dan air mineral satu botol. Kalau beli paling Rp 4 ribu, tapi kalau bawa air sendiri dari rumah malah gratis,” kelakarnya beberapa waktu lalu.

Biasanya rute yang diambil adalah menyusuri sejumlah tempat-tempat pariwisata seperti di kawasan Ubud, Gianyar. Kegiatan itu sudah dia lakukan rutin dan biasanya mengambil waktu libur.

Hanya saja kendalanya adalah dia tidak bisa mengajak semua anggota keluarga, maklum saja istrinya Ni Nyoman Yudi Harini adalah seorang dosen yang sibuk dengan jam mengajar, sehingga untuk menyesuaikan jadwal libur kadang sulit. “Susah cari libur bersama-sama, kadang naik sepeda sendiri, kadang juga sama anak,” ungkap pria yang bercita-cita ingin menjadi insinyur sejak kecil ini.
Selain Ubud, wilayah Karangasem juga sering ia tempuh dengan menggunakan sepeda gayungnya. “Paling ke Ubud dua setengah jam saya tempuh. Itu sudah bolal balik,” terangnya.

Soal pengalamannya gowes, sudah tidak diragukan lagi, sebelum olah raga sepeda booming seperti sekarang, sejak tahun 2005 ia sudah menekuni olah raga gerak kaki ini. Bahkan tahun 2007 lalu dirinya juga sudah mengajak anak dan istrinya bersepeda dari Denpasar menuju Karangasem. (huda)
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA