Ketika anak-anak sekolah mulai libur kenaikan kelas, Pesta Kesenian Bali (PKB) pasti mulai digelar pula, yang diawali dengan parade kesenian dari seluruh kabupaten di Bali dan beberapa negara sahabat. Rutinitas ini sudah berlangsung selama 34 tahun. Pekak Putu pun selalu menanti momen ini, terutama parade gong kebyar yang sangat kaya kreativitas dan membanggakan. Pesta Kesenian Bali (PKB) merupakan agenda rutin tahunan Pemerintah Provinsi Bali, yang dijadikan sebagai wadah aktivitas dan kreativitas para seniman dalam upaya ikut mendukung program pemerintah dalam hal penggalian, pelestarian dan pengembangan nilai-nilai seni budaya Bali yang adhiluhung. Begitu bunyi iklan di berbagai media untuk menjaring wisatawan agar mau berkunjung.
Penggalian dan pelestarian seni budaya meliputi filosofi, nilai-nilai luhur dan universal, konsep-konsep dasar, warisan budaya baik benda atau bukan benda yang bernilai sejarah tinggi, ilmu pengetahuan dan seni sebagai representasi peradaban serta pengembangan kesenian melalui kreasi, inovasi, adaptasi budaya dengan harapan agar tetap hidup dan ajeg berkelanjutan dalam konteks perubahan waktu danZaman serta dalam lingkungan yang selalu berubah. PKB juga merupakan wadah untuk menampilkan jejak seni dan budaya dari lereng pegunungan terpencil dan tarian daerah Bali yang hampir punah dan terlupakan.
PKB yang ke-34 kali ini mengangkat tema “Paras-paros” yang berarti ‘dinamika kebersamaan’. Dalam festival ini pengunjung juga akan disuguhkan pesta kuliner dan berbagai pertunjukan kesenian serta lomba kerajinan-budaya Bali.
Di samping begitu banyak acara kesenian yang tentu juga menarik dari Pesta Rakyat Bali ini adalah adanya stand yang menjual berbagai pakaian adat Bali dan berbagai keperluan upakara. Pekak Putu dan Bli Nyoman Coblong sangat menikmati berkunjung dari satu stand ke stand berikutnya. Berbagai modifikasi kain tradisional Bali, dari batik, endek hingga songket model terbaru ada di sini. Begitu juga bokor, perhiasan emas dan perak, keben dan sejenisnya sangat beragam. Ada juga makanan khas Bali. PKB merupakan surga transaksi untuk penikmat budaya Bali. Tentu saja momen ini juga merupakan peluang emas bagi pelaku UMKM. Karena Kebanyakan penyewa stanD di PKB ini adalah UMKM.
Pekak Putu sempat menonton liputan di televisi, Gubernur mengatakan pihaknya memiliki rencana untuk mengkaji pelaksanaan PKB ke depan. “Bagaimana caranya stand itu bisa gratis, artinya dibiayai dari APBD.” Ia menambahkan pemasukan dari penjualan stand ke kas daerah tidak sebanding dengan masalah yang ditimbulkannya. Oleh sebab itu akan dipikirkan bagaimana dapat dilakukan pengaturan dan penyaringan yang cukup selektif terhadap siapa saja yang dapat berpameran. Pastika mengharapkan adanya pembatasan terhadap barang-barang yang dijual agar sesuai dengan tema Pesta Kesenian Bali dan bukan sekadar ajang mencari keuntungan. Misalnya kerajinan kain hanya dibuat sembilan stand atau maksimal sepuluh, dimana masing-masing kabupaten/kota mendapatkan satu jatah.
Pekak Putu terperangah menonton ulasan ini dan mulai berimajinasi. Andai saja benar stand di PKB bisa gratis, tentu UMKM di bidang ini akan sangat bergairah. Sekaligus juga bermanfaat untuk pelestarian budaya Bali. “Kalau benar stand PKB bisa gratis, tentu harga komoditinya menjadi murah juga, kan Nyoman?” Tanya Pekak Putu sambil menoleh. Eh…ternyata Bli Nyoman Coblong sudah di atas motor, dan berteriak “Ayooo….Pekak…hari ini ada Joged Bumbung. Nanti wantilannya keburu penuh” Pekak Putu dengan terpaksa berlari menuju Bli Nyoman Coblong. Inilah salah satu kegairahan untuk selalu menanti, …menanti dan menanti PKB datang setiap tahunnya. Ajeg Bali tidak perlu dislogankan, karena sesungguhnya masih merasuk di jiwa setiap orang Bali.