Sabtu, 28 Juli 2012

RAMAI PENGUNJUNG SEPI PEMBELI (Edisi VII/2012)

Monotonnya pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) dari tahun ke tahun memang telah dikeluhkan berbagai pihak. Tak hanya para seniman, para perajin dan UMKM yang turut serta dalam pameran juga banyak yang mengeluhkan kondisi ini. Kurang gregetnya pelaksanaan PKB ternyata juga berdampak terhadap minimnya omzet mereka.

Jika dilihat dari jumlah pengunjung terutama saat akhir pekan, memang terlihat masyarakat begitu antusias untuk datang ke PKB. Hanya saja ramainya pengunjung tak serta merta berdampak terhadap omzet yang dinikmati para peserta pameran yang memajang produknya di dalam areal PKB. Terlihat banyak stand minim bahkan sepi pengunjung. Beberapa orang penjaga stand malah terlihat asyik ngobrol atau memainkan telepon selularnya.

Wayan Suantika, salah satunya. Pria yang berjualan kebaya dan endek ini mengakui jika pengunjung yang datang memang cukup ramai. Terutama saat hari Sabtu dan Minggu. Sementara hari-hari kerja pengunjung hanya ramai pada jam tertentu saja.
Hanya saja pengunjung yang ramai tak menjadi jaminan ia akan banyak mendapat pembeli. Terlebih ia menjual kebaya dan juga kain endek yang dalam setiap pelaksanaan PKB dapat kita jumpai dengan begitu mudah. Memang setiap hari ada saja barangnya yang laku, hanya saja jumlahnya sangat jauh dari yang ia bayangkan sebelumnya.

“Setiap hari memang ada saja yang laku. Kadang kebaya tapi kebanyakan yang datang ke sini membeli kain endek. Tetapi yang terjual tak sebanyak yang saya dan istri saya harapkan. Paling sehari laku satu atau dua stel saja. Paling banyak  kalau hari Sabtu dan Minggu atau kalau ada pertunjukan yang menarik di atas (Arda Chandra). Di sini kan banyak yang jual produk seperti yang saya jual. Jadi ada banyak saingan,” ujarnya sambil melihat ke stand lain yang juga menjual kebaya dan endek.
Di samping menjual barang yang sejenis, dari sisi design antara stand yang satu dengan stand yang lain juga tak nampak perbedaan. Menurut Suantika, ini dikarenakan sebagian besar yang berjualan mendapatkan produk dari para perajin yang kebanyakn ada di seputar Klungkung. Sangat sedikit dari mereka yang memang memproduksi barang dagangannya sendiri, ataupun hanya sekadar mendesign.
Dengan produk sama, mereka harus bersaing dengan sesama peserta pameran. Mereka juga masih harus berhadapan dengan pedagang kaki lima yang berjualan di luar areal pameran. Persaingan menjadi semakin sulit karena para pedagang kaki lima ini bisa menjual barang dengan harga yang lebih murah. Memang kualitas barangnya juga berbeda, hanya saja pembeli sering tak begitu peduli akan hal ini.

 Untuk menyiasati minimnya omzet, maka ia tak hanya sebatas menjual kebaya dan endek. Mengingat sebagian besar pengunjungnya adalah perempuan, ia juga menyediakan berbagai macam aksesoris mulai dari dompet hingga bros dan pengikat selendang yang ditawarkannya mulai dari harga Rp 10 ribu.
Hal senada diungkapkan Wayan Supini. Staf Disperindag Kabupaten Karangasem yang menjaga stand Dekranasda Karangasem ini, juga mengakui  pengunjung PKB memang hanya ramai pada waktu-waktu tertentu saja. Meski demikian selalu saja ada yang datang mengunjungi standnya meski tak semua pengunjung akan membeli.

“Kebanyakan yang datang hanya sekadar melihat-lihat, tapi setiap hari ada saja yang beli. Bukan cuma orang lokal, ada juga beberapa turis yang membeli. Memang tak banyak karena tak terlalu banyak juga turis yang datang ke PKB. Mereka biasanya membeli barang-barang yang unik dan terlihat sangat hand made seperti tas dari anyaman pandan,” ujarnya.

Produk-produk hand made dan terlihat unik memang menjadi andalannya. Kebanyakan produk yang dijual merupakan benda-benda fungsional dan hanya sedikit produk yang sifatnya dekoratif. Supini menceritakan barang yang dipajang didapat dari beberapa perajin di Karangasem yang merupakan binaan dari Dekranasda. Karena didapat langsung dari perajin, maka harganyapun jauh lebih murah.

“Memang ada beberapa produk, yang  bisa saja dijumpai dengan mudah di pasaran. Tetapi yang di sini barangnya langsung dari pedagang. Karenanya harga bisa lebih murah dengan kualitas yang terjamin. Mungkin karena itu juga bayak yang awalnya ingin datang melihat kemudian membeli karera melihat harganya murah,” terangnya.

Tanpa Order


Setelah berjalan dua minggu lebih pelaksanaan PKB, baik Suantika maupun Supini menyatakan belum ada satupun order yang masuk. Mereka yang datang hanya untuk membeli dan digunakan sendiri dan bukan melakukan pemesanan. Ini membuat mereka menjadi kurang yakin terlibat dalam pameran PKB akan memberikan dampak jangka panjang.

Tak hanya para perajin asal Bali yang mengeluhkan sepinya pengunjung. Jinggar, peserta asal Yogyakarta juga mengeluhkan hal ini. Ia yang menjual aneka kain batik datang bersama rombongan yang dikoordinasi Dekranasda Kota Yogyakarta. Terlebih ia menjual produk batik lawas yang memang peminatnya dari golongan pecinta batik yang memang sangat terbatas.

“Yang datang sih banyak, tapi cuma lihat-lihat. Sampai saat ini penjualannya payah. Banyak yang suka batik tapi kan yang ini harganya beda. Batik lawas memang dicari buat koleksi pencita batik yang ngerti batik dan cinta batik. Banyak yang datang nanyain buat udeng, tapi saya ga bawa yang kayak gitu,” keluhnya.(ayu)
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA