Kamis, 30 Agustus 2012

MANAJEMEN DIRI, SYARAT SUKSES (Edisi VIII/2012)

Oleh :
Luh Kadek Budi Martini, SE.,MM

Setiap orang, dalam hidupnya, pasti ingin sukses. Sukses dalam karier, sukses sebagai warga masyarakat, sukses sebagai kepala keluarga dan lain sebaginya. Hanya saja, keinginan itu tak selalu terealisasi. Nah, salah satu syaratnya, apakah kita mampu memanajemen diri sendiri. Inilah yang tak banyak orang bisa melakukannya.
Manajemen diri (self management) pada dasarnya merupakan pengendalian diri (self control)  terhadap pikiran, ucapan, dan perbuatan yang akan dilakukan, sehingga mendorong pada penghindaran diri terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan perbuatan yang baik dan benar. Manajemen diri juga menuju pada konsistensi dan keselarasan pikiran, ucapan dan perbuatan, sehingga apa yang dipikirkan sama dan sejalan dengan apa yang diucapkan dan diperbuat. Integritas seperti inilah yang diharapkan akan timbul dalam diri para praktisi manajemen diri. Sebelum bisa memiliki pikiran-ucapan-perbuatan baik, terlebih dahulu seseorang harus memiliki pemahaman dan pengertian yang benar.
Jadi urutan yang benar adalah :


Pengertian/Pemahaman benar  Pikiran benar Ucapan benar  Perbuatan benar.

Akan tetapi walaupun punya pengertian/pemahaman terhadap kebaikan dan ketidakbaikan, belum tentu pikiran seseorang mampu diarahkan terus-menerus terhadap kebaikan. Meski pikiran sudah didominasi oleh kebaikan, belum menjamin bahwa ucapannya selalu sejalan dengan pikiran baik ini. Demikian pula tidak ada garansi bahwa perbuatan secara fisik merefleksikan sepenuhnya pikiran yang baik ini. Sebagai contoh, apapun latar belakang, umur, jenis kelamin, pendidikan, suku, umumnya kita setuju bahwa olah raga dengan frekuensi dan dosis yang tepat, dapat menjaga kebugaran, daya tahan dan kesehatan seseorang. Pemahaman ini menuntun pada pikiran yang baik bahwa olah raga penting bagi kesehatan.
Pemahaman dan pikiran tentang kebaikan olah raga ini lebih mudah, sejalan dengan ucapan. Sewaktu menasihati orang lain, dengan mudah kita menjelaskan pentingnya berolah raga secara teratur. Akan tetapi sewaktu harus praktek langsung, banyak di antara kita akan memunculkan berbagai alasan untuk mendukung dan memberikan pembenaran mengapa diri kita sendiri jarang atau bahkan tidak sama sekali berolah raga. Mulai dari alasan sibuk bekerja, waktunya belum tepat, tidak ada sarana, dan lain-lain.
Ini menjelaskan mengapa banyak orang yang tidak atau belum sukses padahal begitu banyak kiat, taktik, strategi, dan metode sukses diajarkan melalui buku, kaset, seminar. Banyak di antara kita hafal di ‘luar kepala’ dan mampu dengan cepat menyebutkan persyaratan untuk bisa sukses, mulai dari berdisiplin tinggi, tepat waktu, punya integritas, jujur, fokus pada apa yang sedang dikerjakan, kerja sama team, bertanggung jawab, bekerja keras, tidak mudah putus asa.
Begitulah, banyak dari kita hanya bermain pada tataran pemahaman dan pikiran, atau paling jauh sampai level ucapan. Begitu harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari secara disiplin,  terlalu banyak maaf diberikan kepada diri sendiri untuk menunda atau tidak melakukan berbagai kiat, taktik, strategi dan metode sukses tersebut.
Akhirnya sukses terlihat hanya menjadi hak orang lain, dan bukan hak diri kita. Padahal diri sendirilah yang menentukan sukses tidaknya diri kita masing-masing, karena setiap orang punya hak untuk sukses. Motivator Andrie Wongso mengatakan bahwa ”Success is My Right ” (sukses adalah hak saya).
Sebenarnya tanpa perlu menjalankan semua persyaratan sukses, masih terbuka lebar kesempatan meraih berbagai keberhasilan dalam hidup ini. Seringkali cukup dengan menjalankan secara disiplin dan konsisten beberapa poin saja di antaranya, maka kita akan menjadi insan-insan yang berbeda dan lebih baik dari mereka-mereka yang hanya berwacana di tataran pikiran dan ucapannya saja.
John C. Maxwell mengatakan bahwa pikiran berlanjut ke ucapan terus ke perbuatan. Jika rangkaian ini terus dilakukan dapat membentuk kebiasaan yang menghasilkan karakter seseorang dan akhirnya menentukan destiny (nasib)-nya.
Untuk itu, marilah kita mulai menyelaraskan antara pikiran benar, ucapan benar dan perbuatan benar untuk membentuk kebiasaan benar dalam membangun karakter yang benar pula, sehingga pada akhirnya kita bisa menuai ‘hasil’ yang baik dan benar pula dalam semua aspek kehidupan kita.


Penulis adalah Dosen PNS Kopertis VIII dpk FE Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar, dan juga seorang Instruktur Kepribadian, Service Exellent, Komunikasi, serta Etika dan Kepribadian.


Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA