Rabu, 29 Agustus 2012

PERJUANGAN KUMKM HADAPI GLOBALISASI (Edisi VIII/2012)

Oleh
Bambang Gede Kiswardi

Tanpa terasa, gerakan koperasi telah mencapai usia 65 tahun, 12 Juli 2012. Sebuah usia yang cukup matang, setengah abad lebih. Kenyataanya gerakan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) secara kuantitas perkembangan dan pertumbuhannya cukup baik. Apabila dilihat secara kualitas, masih banyak yang harus dibenahi,karena gerakan KUMKM tidak mendapatkan pembinaan dan pemberdayaan yang sepadan sesuai amanat UUD 1945 (pasal 33,ayat 1) yang merupakan implementasi asas kekeluargaan dan (pasal 33 ayat 4) sebagai implementasi demokrasi ekonomi.

Sejalan dengan itu, wajar kalau gerakan KUMKM yang sering disejajarkan sebagai gerakan wong cilik yang selalu menjadi subjek dan objek dari golongan pengusaha besar yang merupakan selingkuhan golongan politik.

Sebagai kelompok usaha dengan jumlah terbesar dalam struktur dunia usaha, idealnya KUMKM dapat berperan dominan dalam berbagai aspek perekonomian. Kenyataan menunjukkan bahwa KUMKM dibangun oleh para pengusaha yang memiliki aset terbatas, kemampuan bisnis terbatas dan jaringan usaha yang tidak terkoordinasi dengan baik.

Kondisi ini memang merupakan warisan dari zaman kolonial yang sampai saat ini belum dapat dihapuskan, walaupun jumlah dan peranan KUMKM dalam sistem perekonomian relatif cukup besar. KUMKM lebih sering menjadi kelompok yang termarjinalkan, terlebih lagi bila kebijakan yang kurang berpihak pada usaha-usaha wong cilik.

Masa resesi atau krisis multidimensial yang melahirkn era reformasi, juga telah memberikan pengalaman kepada kita, bahwa peran KUMKM dalam perekonomian nasional maupun daerah perlu diperhitungkan. Oleh sebab itu dalam menghadapi ekonomi global diperlukan strategi seperti:

Pertama, KUMKM harus melakukan perbaikan produktivitas dengan menerapkan teknologi khususnya teknologi tepat guna yang tetap dapat mempertahankan standar operasional dan prosedur KUMKM sebagai kelompok usaha yang bersifat padat karya. Seiring dengan itu perlu dikembangkan jaringan usaha yang harus dibangun melalui usaha penguasaan informasi dan komunikasi usaha dalam rangka menghadapi persaingan pasar global.

Kedua,  KUMKM sebagai salah satu pelaku ekonomi, memerlukan perhatian secara bersinergi dengan pelaku ekonomi lainya. Untuk itu diperlukan dukungan kegiatan secara stimulan melalui program-program pemerintah. Idealnya merupakan suatu perspektif yang luas dan terpadu, bukan sekadar membuat daftar program-program dukungan finansial dan teknis yang berdiri sendiri tanpa adanya keterkaitan yang representatif dan berkesinambungan.

Ketiga, KUMKM harus berani mengadakan perubahan dalam stuktur pelaku ekonomi dari pertanian ke agrobisnis dan industri yang diharapkan dapat memacu dan meningkatkan produktivitas usaha dan investasi bagi usaha KUMKM. Demikian pula dukungan perubahan orientasi kebijakan investasi, perdagangan dan industri ke arah industri pedesaan dan industri yang berbasis sumber daya alam terutama pertanian, kehutanan, kelautan, pertambangan dan pariwisata serta ekonomi kreatif dan kerajinan rakyat yang memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha yang terpadu seperti agroekoturisme dan agrobisnis serta agroindustri dengan pendekatan one village one product (OVOP). Ini merupakan pendekatan pengembangan produk unggulan daerah untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah dalam upaya menghadapi globalisasi.

Sejalan dengan itu, KUMKM menghadapi iklim globalisasi ekonomi, serta makin pesatnya kerjasama ekonomi antarnegara, terutama dalam konteks ASEAN dan APEC. Kondisi ini akan menciptakan peluang baru bagi KUMKM, sehinga dapat meningkatkan peranannya sebagai penggerak utama pertumbuhan industri manufaktur dan kerajinan, agroindustri, ekspor non migas dan penciptaan lapangan kerja baru. Tentu kondisi ini harus didukung dengan iklim ekonomi rakyat yang luas dan terpadu, sehingga dapat tewujud sinergi ekonomi kreatif yang berdaya saing tinggi.    
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA