Sungguh, AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) dianggap sebagai penyakit yang paling destruktif sepanjang sejarah dunia modern. Betapa tidak, penyakit yang menular melalui virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) ini cukup mematikan. Virus ini melemahkan sistem kekebalan tubuh. Pada tahun 2007 saja, lebih dari 33 juta jiwa di dunia terenggut oleh AIDS.
Di Indonesia, menurut sumber Kementerian Kesehatan RI pada triwulan kedua 2011, tercatat 6.087 terkena kasus baru HIV. Secara kumulatif kasus AIDS ditemukan lebih banyak pada laki-laki (64,9%) dibanding perempuan (35,1%). Sementara pada kelompok umur, kasus AIDS paling banyak ditemukan pada rentang usia 20-29 tahun (45,5%). Fakta ini menunjukkan, sebanyak 85 persen dari mereka yang terkena AIDS adalah usia produktif.
Ancaman HIV/AIDS yang begitu besar khususnya pada generasi muda, memunculkan ide untuk lebih mengampanyekan bahaya penyakit ini dan mengupayakan pencegahannya. Karena itu pula tiap tanggal 1 Desember dipilih sebagai hari AIDS sedunia, yang dimaknai agar masyarakat lebih peduli terhadap ancaman HIV/AIDS ini. Ide peringatan Hari AIDS ini pertama kali datang dari James W. Bunn dan Thomas Netter, dua pekerja WHO di Jenewa, Swiss, tahun 1987. Ide itu diusulkan kepada Kepala UNAIDS, Dr. Jonathan Mann, yang kemudian dipilih saat yang tepat dan disepakati diperingati 1 Desember 1988 setelah Pemilu AS agar mendapat pemberitaan yang serius dari media.
Peringatan Hari AIDS ini salah satunya juga dimaksudkan untuk mengampanyekan agar masyarakat tidak mengucilkan Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA). Stigma negatif dan perilaku diskriminasi oleh masyarakat terhadap mereka yang mengidap HIV/AIDS, dikhawatirkan akan menimbulkan depresi bahkan dendam sehingga penularan HIV/AIDS semakin meluas. Masyarakat diajak memperlakukan mereka secara normal dan wajar, dengan menghindarkan kontak-kontak yang berisiko.
Belakangan, khususnya di Indonesia termasuk di Bali, yang perlu diwaspadai adalah terjadinya double epidemic – yaitu pecandu narkoba yang juga penderita HIV/AIDS. Keduanya sama membahayakan dan mengkhawatirkan. Bali sebagai daerah pariwisata yang dikunjungi turis dari berbagai negara dan belahan dunia, juga tak luput, bahkan berisiko cukup tinggi terhadap ancaman narkoba dan HIV/AIDS.
Adanya masa jendela (window period) 5-10 tahun daru HIV berkembang menjadi AIDS, menyebabkan tanda-tanda penyakit ini tidak mudah terlihat. Oleh karena itu mereka yang merasa berisiko agar memeriksakan diri dan melakukan pencegahan agar tidak tertular HIV/AIDS. Di hampir semua rumah sakit di Bali, pemerintah telah membuka layanan dan memberikan obat gratis beripa ARV (anti retroviral) yang berfungsi mencegah pertumbuhan virus HIV di dalam tubuh.
Perlu dikenali, HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain.
Jadi jangan takut jika bersentuhan dengan penderita HIV/AIDS, bagaimanapun juga mereka juga manusia yang membutuhkan perhatian dari manusia lainnya, dan bukan justru mendapat diskriminasi.
