Kamis, 29 November 2012

MENDEDIKASIKAN DIRI UNTUK KEBANGGAAN MANUSIA (Edisi XI/2012)

Sungguh indah jika memperlakukan manusia dengan sebenarnya dan hakiki. Anda bisa bayangkan hidup penuh harmoni tanpa membedakan. Manusia berhak hidup di dunia dengan kondisi apapun tanpa diskriminasi. Ternyata hal ini yang sedang diperjuangkan oleh Yayasan Spirit Paramacitta (YSP). Menjadikan orang yang terinfeksi HIV/AIDS sebagai manusia yang layak untuk hidup.

Yayasan yang didirikan di Denpasar Bali pada tahun 2001 ini memiliki keinginan penuh untuk menyetarakan hak orang yang terinfeksi HIV/AIDS atau ODHA dengan sesama warga lain. Didirikan oleh 5 orang dari unsur keluarga yang ditinggalkan oleh ODHA dan yang masih terinfeksi pada tahun itu, lembaga ini gencar menyuarakan suara ODHA yang memiliki impian perubahan di negeri ini.

Ketua dari yayasan yang beralamat di Jalan Tukad Buaji Gang Lotus, nomor 3 Panjer, Denpasar ini, adalah seorang perempuan yang juga aktif melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Bali untuk upaya pencegahan AIDS di lapas. Dia adalah Putu Ayu Utami Dewi.
Keinginannya sangat mudah dan penuh prinsip, membuat tiap manusia setara, tanpa membedakan jenis penyakit seperti HIV/AIDS. Tentu keinginan yang tampak sederhana itu tak semudah membalik telapak tangan. Banyak hal yang dilakoni untuk membuka kesadaran manusia bahwa pentingnya mengakui hak ODHA. Semisal, berkomunikasi kepada prajuru adat tentang upacara bagi ODHA yang meninggal. Bahkan melakukan berbagai advokasi di sekolah-sekolah dimana anak ODHA yang selalu diperlakukan diskriminatif oleh pihak sekolah.

Gelisah

Ada kegelisahan lain di antara banyak kasus yang telah dan tengah diadvokasi oleh para aktivis lembaga ini. Setelah memahami beberapa problem solving di dalam kelembagaan ataupun situasi di masyarakat, banyak pertanyaan yang selalu mengganggu pikiran para aktivis di yayasan ini. Misalkan, kenapa orang terinfeksi HIV/AIDS tidak berani terbuka pada keluarga? Kenapa keluarga orang yang terinfeksi melakukan langkah yang diskriminatif setelah mengetahui anggota keluarganya terinfeksi ataupun sudah mengaku? Dan kenapa tempat layanan kesehatan seperti dokter ataupun rumah sakit tertentu juga terjadi diskriminasi? Tentu hal ini yang menjadikan kegelisahan itu.

Kegelisahan itu menautkan pada informasi penting yang dimiliki aktivis di lembaga ini tentang hak hidup di dalam ‘Deklarasi Umum HAM’ secara universal oleh berbagai negara dunia. Deklarasi ini menempatkan penghormatan kepada manusia tanpa membedakan apapun. “Itu yang kita cari. ada misteri apa atau mungkin ada gab apa yang terjadi pada zaman sekarang ini?” tanya Putu Ayu gelisah.

Berbagai hal dari analisis dan tindakan nyata dilakukan oleh lembaga ini, yang kemudian mendedikasikan diri kepada kelompok ODHA untuk dibangkitkan. Kepercayaan diri sebagai manusia yang berhak hidup di dunia adalah kata kunci utama untuk para ODHA melakukan perubahan.
 “ODHA harus memiliki keberanian untuk berpendapat dan memiliki kualitas hidup yang baik sebagai manusia biasa,” ujar Antin salah seorang aktivis YSP.

Nilai Perjuangan

Sebetulnya, penyakit AIDS adalah penyakit yang biasa. Dan tentu pada zaman ini banyak juga penyakit yang terjadi karena virus. Tak hanya AIDS tentunya. Paling tidak, nilai pentingnya adalah tidak ada stigma bagi mereka yang terinfeksi HIV/AIDS.

Menyandang misi perjuangan ini tentu tidak mudah. Setiap aktivis AIDS di lembaga ini tentu membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan dari mulai hal yang ilmiah tentang virus, bahkan cara pengobatannya. Tak hanya itu, ilmu berkomunikasi dan bergaul juga tumpuan penting yang menjadi syarat membawakan misi organisasi.

Yang terpenting adalah kemauan belajar, jika mengutip kata Antin. Kemauan belajar untuk rela dan berempati menjadi kapasitas yang penting bagi relawan AIDS yang sedang digalang oleh YSP ini. Karena para relawan AIDS baik itu mahasiswa ataupun masyarakat lain, akan diajak untuk memberikan transfer pengetahuan bagi ODHA dan sekaligus masyarakat tentang solidaritas untuk melakukan upaya pencegahan. Bahkan kapasitas lainnya seperti komunikasi efektif dan ilmu menjadi fasilitator pendampingan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) yang menjadi unggulan lembaga YSP ini. Sebuah kelompok ODHA yang melakukan belajar sebaya dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman.

Aryo, salah seorang aktivis di lembaga ini, menyatakan bahwa ilmu dan pelatihan yang sering dikembangkan oleh YSP tak hanya penting untuk ODHA saja, tetapi banyak sekali skil yang diberikan, yang memang berlaku untuk dunia kerja ataupun hidup di tengah masyarakat.

Di bagian lain Antin menambahkan, seperti ilmu konseling, tentu tak hanya penting bagi seorang konselor saja. Sangat pas jika untuk lingkungan di keluarga ataupun masyarakat ketika ada permasalahan apapun yang tak hanya sebatas persoalan AIDS saja. Semuanya berkembang dan menjadi nilai yang membanggakan dari proses yang dijalankan oleh YSP selama lebih 12 tahun ini.

Dan tentu saja, kekuatan yang membanggakan itu adalah lembaga ini dapat membangun kolaborasi dari orang yang terinfeksi dengan orang yang tidak terinfeksi HIV/AIDS sama sekali. Bahu membahu untuk kualitas hidup manusia yang lebih baik beserta hak hidupnya yang dilindungi oleh berbagai ketentuan undang-undang dan konvensi  internasional.

Semoga di Hari AIDS sedunia, semua orang menjadi membanggakan untuk lebih berarti dalam memanusiakan manusia. (beng)



Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA