Hari Raya Saraswati yang disebut juga sebagai Piodalan Sang Hyang Aji Saraswati, merupakan hari suci turunnya ilmu pengetahuan yang selalu disambut dengan sukacita oleh seluruh umat Hindu, khususnya para pelajar yang berada pada masa “Sukla Brahmacari”. Hari Suci Saraswati jatuh berdasarkan wuku (pawukon) yang dirayakan setiap 210 hari (6 bulan) sekali yaitu pada Saniscara Umanis Wuku Watugunung.
Sarasawati berasal dari kata saras yang berarti sesuatu yang mengalir dan wati yang artinya memiliki. Dengan demikian Saraswati bermakna sesuatu yang mengalir, percakapan atau kata-kata. Secara simbolisasi visual, Dewi Saraswati dilukiskan sebagai dewi yang sangat cantik, bertangan empat dan masing-masing tangan memegang genitri (tasbih), keropak (pustaka/lontar), wina (sejenis alat musik petik), dan teratai (lotus). Didekatnya berada seekor burung merak dan angsa. Perayaan Hari Raya Saraswati dilaksanakan sebagai puja dan puji syukur kepada-NYA atas diturunkannya ilmu pengetahuan suci bagi umat manusia serta memohon kelanggengan ilmu pengetahuan untuk memberi nilai positif bagi manusia sepanjang masa.
Perayaan Hari Raya Saraswati identik dengan hari rayanya pelajar. Pasalnya, sebagian besar umat yang merayakannya adalah kaum pelajar dan mahasiswa. Perlu dipahami bahwa pengetahuan suci diperuntukkan bagi semua kalangan, bukan kaum pelajar saja. Rangkaian pelaksanaan perayaan Saraswati umumnya diisi dengan persembahyangan pada pagi hari bertempat di Pura, sekolah, kantor, tempat penyimpanan lontar atau buku-buku perpustakaan.
Pada malam hari dilaksanakan malam sastra dengan pembacaan sloka-sloka kitab suci keagamaan, makekawin serta cerita-cerita tentang ajaran dharma. Keesokan harinya melaksanakan Banyu Pinaruh atau mandi suci sebagai simbol manusia bersyukur telah mendapatkan anugerah ilmu pengetahuan suci.
‘’Saya sangat percaya Hari Raya Saraswati sebagai hari yang sakral dengan diturunkannya ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat manusia dan Dewi Saraswati sebagai Dewi Pencerahan,’’ tutur Ni Nyoman Lestari (20), mahasiswi semester I Institut Hindu Dharma Negeri, Denpasar Jurusan Pendidikan Agama Hindu.
‘’Setiap Saraswati biasanya selesai persembahyangan pagi hari di kampus, kami bersama-sama menuju Goa Lawah untuk sembahyang ramai-ramai bersama teman,’’ sambung AA.Gede Ngurah Pratama (18), yang ikut menemani Tari saat wawancara berlangsung.
Menurut Tari, kaum pelajar khususnya, wajib menghormati perayaan hari turunnya ilmu pengetahuan dengan tidak membaca buku-buku atau lontar yang disucikan, agar tidak mengurangi kesakralan perayaan Hari Saraswati.
‘’Banyak kaum pelajar yang ikut merayakan hari suci Saraswati, namun tidak sepenuhnya paham makna Hari Raya Saraswati sesungguhnya, dan bagaimana memanfaatkan ilmu pengetahuan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari,’’ jelas Ni Kadek Cintya Dewi (18).
‘’Secara niskala perayaan Saraswati sangatlah penting sebagai wujud nyata rasa syukur manusia akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam peradaban umat manusia dari masa ke masa, ’’ tutur Tari.
Hari suci turunnya ilmu pengetahuan diperuntukkan bagi semua kalangan tanpa mengenal usia, ras, warna maupun bangsa. Hal ini dipertegas dalam salah satu mantram Yajur Weda :
‘’Aku sabdakan kata-kata suci ini kepada seluruh umat manusia, Waisya, Sudra, Bangsa-ku, dan bahkan kepada bangsa asing sekalipun’’.
Hari Raya Saraswati harus dimaknai sebagai upaya untuk terus menggali, mempelajari serta mengamalkan ilmu pengetahuan sepanjang hayat, demi memudahkan umat manusia menghidupi dirinya sendiri dengan pengetahuan dalam hidupnya. (nda)