Minggu, 24 Februari 2013

KOPERASI BERDAYAKAN PEREMPUAN, MAMPUKAH? (Edisi II/2013)

105 juta (50,24%) dari 209 juta penduduk Indonesia (berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2000) adalah perempuan. 104 (49,76%) sisanya, laki-laki.  Indonesia menempati ranking ke-4 terbesar jumlah penduduk di dunia.

Dari sisi pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas, pendidikan yang ditamatkan wanita masih lebih rendah dari laki-laki di semua jenjang pendidikan. Apalagi pada tingkat perguruan tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan di Indonesia (kota dan desa) tingkat partisipasi perempuan semakin rendah. Tingkat pendidikan akan berkorelasi dan berbanding lurus dengan kondisi tingkat perekonomian dan kesejahteraan, karena dengan tingkat pendidikan rendah kesempatan memperoleh pekerjaan, menduduki jabatan strategis baik di perusahaan, pemerintahan, maupun parlemen, juga rendah.
    Di samping faktor pendidikan, munculnya persoalan perempuan juga tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor ideologi, struktural dan cultural. Ketiganya saling terkait menguatkan suatu situasi yang sangat tidak menguntungkan perempuan. Ideologi patriarki yang bergandengan dengan ideologi gender telah merasuki struktur dan sistem sosiokultural masyarakat yang menempatkan perempuan di posisi pinggiran (marginal).
Internalisasi nilai-nilai patriarki yang mengunggulkan peran dan status laki-laki, telah mendukung terciptanya peran dan status perempuan yang bersifat sekunder. Kondisi semacam ini pada dasarnya merupakan pencerminan dari diskriminasi sosial, politik, ekonomi, adat, budaya, hukum dan agama terhadap perempuan.
    Seiring dengan kemajuan pembangunan dan terbukanya arus globalisasi dan informasi, serta tingkat pendidikan perempuan, membawa perempuan Indonesia keluar dari tembok batas rumahnya untuk bekerja dan berkarya. Krisis perekonomian Indonesia tahun 1997 di sisi lain, memaksa para istri yang semula hanya sebagai ibu rumah tangga mulai berperan di berbagai bidang usaha sebagai pelakon usaha. Kondisi tersebut karena suami sebagai kepala rumah tangga menjadi pengangguran, padahal kebutuhan rumah tangga, pendidikan anak, kesehatan tak mungkin dihentikan.
Motivasi wanita melakukan usaha adalah untuk (1) mengurangi pengangguran atau menciptakan lapangan usaha (2) meringankan beban keluarga (3) mengubah nasib (4) menjadi diri sendiri (5) kaya dan (6) meningkatkan kesejahteraan.
    Sehubungan dengan pemberdayaan perempuan, pemerintah telah memberikan perhatian yang cukup serius. Perhatian tersebut antara lain dengan dikeluarkannya berbagai program, seperti kredit program, kredit untuk usaha kecil yang dikenal dengan KIK (Kredit Investasi Kecil) dan KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen). Seluruh kebijakan tidak membedakan laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki peluang untuk mendapat kredit, kebijakan tersebut dikatakan bersifat gender blind. Karena dalam akses terhadap sumber perkreditan, yang mensyaratkan collateral/agunan, perempuan akan mengalami hambatan, sebab status kepemilikan barang berharga atau harta yang akan diajukan sebagai jaminan kebanyakan atas nama suami sebagai kepala rumah tangga.

Koperasi Wanita
    Koperasi merupakan wadah orang-orang atau badan hukum yang mempunyai kepentingan bersama dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Koperasi wanita (Kopwan) merupakan wadah yang paling tepat bagi kelompok perempuan pelaku usaha yang biasa disebut kelompok produktif dalam meningkatkan usahanya. Koperasi ini mempunyai potensi besar dalam pemberdayaan perempuan, yang kebanyakan adalah pelaku usaha mikro kecil (UMK). Koperasi ini mengatasi kendala perempuan dalam mengakses sumber-sumber produktif seperti bahan baku, modal, teknologi, pasar, informasi, terutama kredit perbankan karena terbentur masalah collateral. Dengan berkoperasi atau berkelompok, mereka dapat secara bersama-sama mempermudah memperoleh bahan baku, bahan pembantu produksinya dengan harga/biaya lebih murah, serta lebih mudah memperoleh kredit untuk penambahan modal investasi maupun modal kerja.
    Peran Kopwan dalam pemberdayaan perempuan yang paling dominan adalah memberikan kredit modal investasi maupun modal kerja pada anggota. Sebelum berdirinya Kopwan, mereka sering terjerat oleh para pelepas uang dengan bunga tinggi. Keberhasilan beberapa Kopwan selain karena menerapkan simpan pinjam dengan sistem tanggung renteng, juga pengurus/pengelola merupakan wanita yang professional, ulet, tangguh, penuh strategi, memiliki jiwa wiraswasta tinggi sehingga cepat menangkap peluang usaha yang ada seperti usaha pertokoan/swalayan, kebutuhan konsumsi, persewaan, catering, wartel, voucher dan sebagainya.
    Kopwan di satu sisi juga berperan dalam pemberdayaan perempuan antara lain memberikan pelatihan, konsultasi usaha, peningkatan keterampilan baik dalam hal teknis usaha seperti organisasi, manajemen, administrasi/akuntansi usaha. Juga meningkatkan akses kepada sumber-sumber produktif, informasi pasar, peluang usaha, dan peningkatan di bidang pendidikan, kesehatan, peningkatan kesadaran perempuan atas hak-haknya di lingkungan kerja maupun keluarga, sosial, hukum maupun politik.
    Berangkat dari keberhasilan koperasi wanita dalam mengelola usaha simpan pinjam, serta peran strategis koperasi dalam pemberdayaan perempuan pelaku UMKM, pemerintah semestinya lebih gencar dalam mencanangkan Program Koperasi yang selaras juga dengan pemberdayaan perempuan. Program-program tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan produktifitas pelaku usaha mikro kecil dan menumbuhkan wirausaha-wirausaha baru, dengan memberikan perkuatan modal bergulir kepada kelompok-kelompok kegiatan produktif, yang kebanyakan adalah perempuan.
    Dengan berkiprah di koperasi, perempuan juga tidak banyak dihambat oleh ideologi patriarki yang mengunggulkan laki-laki dari pada perempuan. Dalam koperasi, laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban sama. Dalam koperasi, perempuan di samping dapat memperjuangkan kepentingan ekonominya, juga dapat mengaktualisasikan jati dirinya, bebas menyampaikan aspirasi dan pendapatnya.
    Dengan kata lain koperasi dapat berperan strategis memberdayakan perempuan, dan sebaliknya dengan koperasi perempuan dapat membuktikan kompetensi dan kelebihannya. Keberhasilan telah banyak dipertontonkan beberapa koperasi dan UMKM yang dikelola perempuan, tanpa harus mengorbankan perannya sebagai ibu rumah tangga.

Made Wahyu Adhiputra, SE
Penulis, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Mahendradatta
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA