Minggu, 24 Februari 2013

NILAI BARU KASIH SAYANG (Edisi II/2012)



Kasih sayang,  dua kata dengan makna yang tak berwujud, kerap dimasalahkan, dicari, dikejar dan datang sulit ditebak. Ia tak teraba, namun sangat bisa dirasakan. Kerap  kita  mencarinya terlalu jauh, padahal ia ada dalam diri kita.
Di tengah modernitas kehidupan dewasa ini,  kasih sayang  terkesan mahal dan susah didapat.  Kegelisahan dan ketakutan makin mengurung kasih sayang,  sehingga kedamaian makin jauh.  Maka ketika tawaran-tawaran baru kasih sayang  yang makin diriilkan muncul, masyarakat, generasi muda, memburunya.  Valentine’s Day salah satunya.
Valentine’s Day yang fenomenal dikenal di negeri ini sebagai hari kasih sayang, begitu digandrungi anak-anak muda, remaja bahkan orangtua.  Ruang dan perhatian yang special diberikan untuk hari yang jatuh 14 Fabruari setiap tahun itu, tak terkecuali di tengah masyarakat Bali.
Bukan hanya pada tanggal 14 Februari, bahkan bulan kedua di tahun Masehi ini disimbolkan sebagai bulan kasih sayang. Ada warna yang khas disuguhkan oleh masyarakat, kental dengan kemasan bisnis. Nuansa ekonomi konon telah menumpangi kebutuhan akan kasih sayang ini.
Valentine’s Day menjadi universal, mengalahkan nalai-nilai yang sejatinya sudah ada dan sangat mendasar sebagai kearifan lokal di setiap daerah. Bali misalnya, mengenal apa yang disebut “Tri Hita Karana” yang bahkan gaungnya mendunia sebagai sebuah kearifan lokal. Sebuah nilai kasih sayang yang  tak hanya diwujudkan dalam hubungan antarsesama (manusia), tetapi juga kasih, cinta dan penghormatan  terhadap sesama makhluk dan tentu kepada Sang Pencipta. Sebuah nilai cinta dan kasih sayang yang telah ditanamkan nenek moyang Bali sejak tak terhitung lamanya.
Boleh saja gandrung akan nilai baru kasih sayang yang  dinamakan Velentine’s Day, namun jangan sampai tercerabut dari nilai-nila dasar kasih sayang dalam kearifan lokal yang  salah satunya kita kenal sebagai Tri Hita Karana.
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA