Belajar Koperasi Ke Negeri Singapura
“Raihlah ilmu sampai ke negeri seberang”. Petuah tua itu memang tidak sia-sia. Kita memang tak harus berhenti belajar karena merasa pintar, melainkan harus belajar terus, terus dan terus, karena ilmu tak ada habisnya dan berkembang tanpa ujung.

Sttttt..., jangan berpikir sirik dulu. Meski melibatkan kepala dinas yang notabene lembaga pemerintah, bukan berarti kepergian ke luar negeri ini menggunakan, a[alagi menghambur-hamburkan anggaran pemerintah daerah (APBD). ”Kami melakukan studi visit ini dengan biaya swadaya,” ujar I Made Mudiardana, SE.,MM., Ketua KSU Citra Buana Raya , Ubud, Gianyar.
Mengapa harus ke luar negeri?
”Kita perlu lompatan quantum dalam membangun gerakan koperasi. Perlu inovasi-inovasi baru dalam mengerakkan koperasi, sehingga koperasi tidak dipandang sebelah mata. Siapa lagi yang harus memulai kalau tidak orang-orang koperasi sendiri yang harus membenahi dan mengubah dirinya. Kunjungan ke koperasi Singapura ini merupakan inspirasi baru yang sangat bermakna,” kata I Wayan Sumerta, Ketua Koperasi Mitra Rakyat (Kopmira Wisata Tour & Travel).
Di negerinya Presiden SR Nathan dan PM Lee Hsien Loong ini, rombongan mengunjungi Singapore National Co-operative Federation (SNCF), semacam DEKOPIN-nya Indonesia. Kunjungan ini dimaksudkan untuk menelisik, bagaimana sesungguhnya koperasi di negara tetangga paling dekat ini digerakkan. Kunjungan juga dilakukan ke NTUC FairPrice Co-operative -- koperasi Singapura yang mengelola usaha hypermarket, ke NTUC Thrift and Loan Co-operative – sebuah koperasi simpan pinjam di Singapura. Sejumlah objek wisata juga tak dilewatkan rombongan ini.
Seperti apa perjalanan para pengurus koperasi Bali ini di Singapura, selengkapnya baca uraian di bawah ini.
Go International
Koperasi Perlu Inovasi
dan Tanggap Situasi
Go internasional merupakan langkah yang dilakukan sejumlah koperasi di Bali untuk menjawab predikat Provinsi Penggerak Koperasi di Indonesia. Sejumlah pengurus koperasi melakukan studi visit ke lembaga yang menaungi koperasi di Singapura – Singapore National Co-operative Federation (SNCF), semacam DEKOPIN-nya Indonesia. Gerakan ”muhibah” koperasi di Bali ke negara tetangga ini dikoordinir oleh Koperasi Mitra Rakyat (Kopmira) -- satu-satunya koperasi yang mempunyai Ijin Usaha Jasa Perjalanan Wisata di Bali, atau bahkan di Indonesia. Koperasi yang terlibat dalam studi visit ke Singapore ini terdiri atas Koperasi Kharisma Madani (Denpasar), Koperasi (KPN) UNUD, Koperasi Sedana Luwih (Badung), Koperasi Bali Dwipa Sejahtera Provinsi Bali, Koperasi Citra Buana Raya (Gianyar), KSP KARNA (Sanur), Koperasi Karya Pemulung (Denpasar), Koperasi INKINDO Bali, Koperasi Dana Sari (Badung). Rombongan dikomandani oleh Kepala Dinas Koperasi dan PKM Provinsi Bali, I Dewa Nyoman Patra, SH., MH.
”Sekarang eranya globalisasi. Sudah saatnya gerakan koperasi di Bali khususnya, tanggap akan situasi perekonomian yang terjadi. Karena itu go onternasional merupakan pilihan untuk mampu bersaing di era global ke depan,” kata I Wayan Sumerta, Ketua Koperasi Mitra Rakyat (Kopmira Wisata Tour & Travel).
Peserta studi visit sangat antusias mengikuti rangkaian agenda, karena baru pertama kali dilakukan ke luar negeri. ”Kami rasa, semua peserta memperoleh spirit bagaimana dapat berbuat, sehingga koperasi di Bali mampu menjadikan dirinya seperti koperasi di Singapura. Untuk mewujudkan tentu perlu kerja keras. Bagaimanapun kegiatan studi visit ini paling tidak dapat menggugah setiap peserta, minimal punya semangat yang luar biasa untuk mengembangkan dan membesarkan koperasi masing-masing,” kata Putu Sumedana, Ketua Koperasi Kharisma Madani (Denpasar).
Putu dengan Kharisma Madani-nya, yang memiliki produk Beras Sehat Bali Madani berangan-angan suatu saat bisa masuk pasar international melalui koperasi di Singapore yakni NTUC FairPrice. Apa yang diangankan Putu mendapat dukungan dari Kadis Kopersi dan PKM Bali, Dewa Patra.
Pihak koperasi (KPN) UNUD pun melihat manfaat yang berarti dari kunjungan ini. Ketua Koperasi (KPN) UNUD, Drs. I Komang Ardana, MM., merencanakan mengirim mahasiswa UNUD untuk dapat magang di koperasi Singapura yang sudah bagaikan perusahaan kelas dunia itu.
”Saya melihat manfaatnya. Kalau tidak bermanfaat, mana mau saya dari KPN kirim peserta paling banyak, 6 orang dari 30 peserta studi visit,” ujar Ardana.
Membuat acara ini tetap menarik, di samping studi visit ke koperasi Singapura, sejumlah tempat wisata di negerinya Presiden SR Nathan dan PM Lee Hsien Loong ini tak dilewatkan. Rombongan mengunjungi Pulau Sentosa, Merlion Park, Marina Bay, Mount Faber, Universal Studio, MRT (Kereta Bawah Tanah). Peserta juga memborong oleh-oleh di Lucky Plaza seputar Orcard Road – kawasan yang cukup populer bagi warga Indonesia yang doyan shopping.
Beberaapa anggota rombongan dari Bali ini menyebut, bagaimanapun, pesona tempat-tempat wisata Bali masih lebih baik dari Singapura. Lantas kenapa Singapore dengan luas yang hanya 1/5 Pulau Bali begitu memesona?
Peserta studi visit kompak menjawab karena Singapore pintar menjual dirinya. Dalam arti, marketingnya dasyat. DR. Ida Bagus Panji Sedana, dosen Pasca Sarjana Universitas Udayana yang ikut serta dalam rombongan, menyebut marketing inilah yang perlu dikuatkan bagi pengembangan kepariwisataan Indonesia, dan juga Bali. ”Termasuk koperasinya,” tandas Panji Sedana.
Dimanjakan Bantuan Pemerintah
Koperasi Indonesia Harusnya Lebih Maju
Tak dipungkiri, banyak hal menarik yang bisa dipetik dari study visit para pelaku koperasi Bali di Singapura. Putu Sumadana Wahyu, Ketua KSU Kharisma Madani (Denpasar), mengisahkan pengamatannya. Berikut penuturannya.
Study visit ke Singapura yang baru saja kami lakukan bersama teman-teman memang memberi banyak hal positif sebagai pembelajaran, khususnya saya secara pribadi. Apa yang kami dapat, setidaknya membuka wawasan kami dalam memandang koperasi sebagai salah satu bentuk bisnis yang bisa dikelola secara profesional dengan didukung sarana dan prasarana yang modern.
Hal paling menarik adalah bahwa di Singapura, gerakan koperasi posisinya disejajarkan dengan swasta. Koperasi murni dipandang sebagai salah satu bentuk bisnis. Dan mereka tidak memiliki kementerian yang khusus menangani perkoperasian. Kondisi ini memaksa para pelaku koperasi mengelola koperasi secara profesional. Federasi yang dibentuk, SNCF (Singapore National Co-operative Federation) benar-benar mampu memposisikan diri sebagai wadah koperasi untuk bersuara kepada pemerintah.
Kondisi yang berbeda terjadi di tanah air. Di Indonesia pemerintah memantau dan terlibat langsung dalam pembinaan dan pertumbuhan perkoperasian di tanah air. Bahkan pemerintah memanjakan koperasi dengan menggelontor dana operasional dan berbagai bantuan juga dikucurkan untuk menggairahkan soko guru perekonomian Indonesia ini. Sementara terhadap perkoperasian di Singapura kondisi ini sama sekali tidak ada.
Seharusnya, kondisi koperasi di Indonesia khususnya Bali jauh lebih baik dari kondisi di Singapura. Namun sayang output yang diberikan ternyata tidak bisa maksimal. Lemahnya sumber daya manusia dalam mengelola koperasi menjadi koperasi yang maju dan modern masih menjadi kendala. Di samping itu, Dekopin sebagai wadah koperasi belum bisa maksimal menjalankan fungsinya.
Hal menarik lain adalah bagaimana SNCF (di Indonesia DEKOPIN) mampu menaungi seluruh koperasi yang bergerak di berbagai sektor seperti Campus Co-operative Sector (sama dengan Koperasi Mahasiswa), Credit Co-operative Sector (sama dengan KSP), NTUC Co-operative Sector (sama dengan KSU) dan Service Co-operative Sector (sama dengan koperasi jasa). Terutama NTUC yang telah mampu merambah berbagai bidang usaha seperti usaha perawatan kesehatan anak, perumahan, pujasera, supermarket, asuransi, produk farmasi, klinik pengobatan keluarga, media cetak dan penyiaran, dan lain-lain.
Seluruh bidang usaha tersebut telah mampu memenuhi dan mensejahterakan anggota koperasi. Hal inilah yang belum mampu diwujudkan oleh koperasi di Bali. Saya berharap semoga kunjungan belajar ini bisa membuka mata kita semua untuk saling bekerja sama membangun kesejahteraan anggota koperasi khususnya, masyarakat Bali pada umumnya.