Trauma
Nasib Buruk Pedagang Acung

Lihat saja seorang Ketut Sumbawa. Pria kelahiran tahun 1963 ini, sejak awal tahun 2011, terpilih menjadi ketua Koperasi Marga Ayu Pengalu (MAP), padahal ia hanya tamatan sekolah dasar di Batur. MAP adalah lembaga yang sudah berdiri sejak 9 Mei 2006, di mana mayoritas anggotanya adalah pedagang acung asal Batur yang berjualan di hotel-hotel Denpasar.
Sejak awal didirikan, Sumbawa sudah aktif bergabung sebagai anggota koperasi. Menurutnya, ia memang sangat antusias dengan berdirinya MAP, karena ingin nasib pedagang acung kian membaik. MAP didirikan dengan modal awal Rp 11.830.000 dana simpanan pokok dan Rp 2.837.500 dana simpanan wajib. Dana itu dihimpun dari 26 anggota sebagai pendiri awal. Didukung kinerja maksimal para pengurus, koperasi ini membuahkan hasil menggembirakan. Tahun lalu, MAP menerima penghargaan sebagai koperasi yang berkualitas di tingkat nasional.
“Saya bersyukur dengan semua pencapaian ini. Ketika baru berdiri, unit yang ada baru simpan pinjam. Setelah saya mengetuai koperasi, saya mencoba mengembangkan unit, dengan membuka program bayar rekening listrik, mengurus samsat kendaraan dan melayani kredit motor berbunga 1% yang bekerja sama dengan Astra,” urai ayah empat anak ini.
Dikejar Tramtib
Sumbawa memiliki alasan tersendiri mengapa ia begitu giat berpartisipasi membentuk koperasi. Menurutnya, sejak tahun 1980 hingga sekarang, ia menjadi pedagang acung di hotel-hotel dan menjajakan baju khas Bali. Awalnya ia hanya iseng-iseng saja berjualan. Namun setelah menikah, baru ia serius menekuni pekerjaannya. Saat istrinya tengah hamil delapan bulan, Sumbawa mengalami kejadian buruk. Ia ditangkap petugas Tramtib karena dianggap melanggar Perda karena berjualan tanpa ijin resmi. Sumbawa pun mengalami rasa traumatis yang mendalam. Setelah kejadian itu dapat diselesaikan dengan baik, terpikir olehnya bagaimana agar pedagang tidak terus-menerus dihantui ketakutan dan mengalami nasib yang gamang.
“Inilah yang mendasari saya dan teman-teman mendirikan Persatuan Pedagang Sovenir Kota Denpasar dan agenda utamanya mendirikan pra koperasi pada tahun 1996. Sayangnya, hanya bertahan dua tahun. Karena modal yang minim, satu persatu anggota mengundurkan diri hingga kemudian bubar dengan sendirinya,” ujar Sumbawa.
Meski pra koperasi bubar, Sumbawa tak kehilangan semangat. Dengan keyakinan kuat, ia kembali menghimpun teman-temannya, sehingga pada tahun 2006, MAP pun dibuka. Belakangan, setiap tahun anggota koperasi terus bertambah hingga kini menjadi 248 anggota dan telah mempunyai 220 orang nasabah yang tersebar di Sanglah, Monang-Maning, Ubung dan Gatot Subroto bagian timur.
Untuk menjaga solidaritas dan loyalitas, setiap anggota koperasi yang sakit dan harus opname, akan diberikan bantuan kemanusiaan Rp 150.000. Jika ada yang melahirkan diberikan bantuan Rp 100.000.
Sementara, kalau ada anggota yang membutuhkan modal, maka bisa mendapatkan pinjaman dengan agunan kartu anggota dan memperoleh dana Rp 2,5 juta dengan bunga 2 %. Nasabah juga bisa mendapatkan pinjaman dengan agunan BPKB atau sertifikat tanah, maka akan mendapatkan pinjaman sebesar 50% dari nilai barang yang diagunkan. Bunga yang ditetapkan untuk nasabah 2,5%.
“Kalau waktunya sudah tepat, saya ingin mendirikan toko sembako, karena anggotanya sudah bertambah banyak. Kalau punya toko sendiri, tentu anggota bisa dilayani membeli kebutuhan sehari-hari dengan harga murah. Gagasan lain, saya ingin mendirikan unit souvenir, sehingga pedagang acung dapat mengambil barang dagangan di koperasi, bukan di pasar. Cuma, ini masih berupa rencana, masih terkendala modal,” kata Sumbawa.