Jumat, 19 Agustus 2011

EDITORIAL

Galungan... Kuningan...

Bali merupakan salah satu pulau dengan penduduk yang masih kuat memegang tradisinya. Di tengah derasnya arus globalisasi yang menerjang, tradisi dan budaya Bali masih tetap eksis. Bahkan eksistensi ini di beberapa tempat semakin mengkristal, sehingga memunculkan fanatisme yang berlebih. Fanatisme ini terkadang bukannya membuat Bali semakin berkembang, namun sebaliknya susut ke arah masa lalu. Bahkan belakangan ini kasus dengan latar belakang adat semakin marak. Di samping itu, sulitnya orang Bali untuk mengembangkan karirnya karena kuatnya ikatan adat.

Mempertahankan tradisi dan budaya bukan berarti kita harus hidup di masa lalu. Tradisi dan budaya yang kita warisi banyak memberi ajaran-ajaran yang luhur yang memberi  tuntunan dalam menjalani kehidupan. Ajaran yang mendekatkan manusia dengan alam serta membentuk sinergi. Jika tidak, tentu Bali tidak akan menjadi terkenal seperti sekarang ini. Namun sayangnya, tak banyak orang yang berani melihat ajaran jauh lebih dalam, sehingga ilustrasi dari esensi ajaran tidak terkunci pada tradisi yang terkadang sangat menyulitkan manusia yang hidup di zaman yang berbeda dengan zaman diawalinya tradisi tersebut.

Pada edisi Juli, yang terbit saat orang Bali dalam semangat merayakan hari Galungan dan Kuningan, tim Redaksi Galang Kangin mencoba untuk mengulas tradisi ini dengan menampilkannya sebagai sajian utama. Euporia yang muncul bukan hanya pada perayaan hari tersebut, namun juga geliat yang menyertainya seperti munculnya pedagang bambu dadakan sebagai bahan penjor. Dengan semangat perayaan Galungan dan Kuningan ini, orang Bali seyogyanya bisa diam sejenak untuk kembali merenung dan bergerak lebih jauh dalam memahami ajaran maupun tradisi yang diwariskan oleh pendahulunya. Merenung yang memunculkan semangat ke-Bali-an sebagai satu kesatuan holistik. Sebuah semangat yang mengedepankan kepentingan Bali secara utuh, sehingga orang Bali sebagai pribumi, bisa mengendalikan ke arah mana Bali akan dibawa, di tengah derasnya arus kapitalisme.

Hal lain yang menarik untuk dibaca adalah geliat dari para pelaku UMKM yang mengadakan pameran di parkir timur lapangan Niti Mandala, Renon. Ada agenda tahunan Pesta Kesenian Bali, yang juga memberi peluang kepada para pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya bukan hanya di Bali, namun juga secara nasional maupun ke manca negara. Liputan KSU Citra Buana Raya kami hadirkan untuk memberi inspirasi bahwa koperasi mampu mensejahterakan anggotanya dan masyarakat. Strategi yang diterapkan oleh I Made Mudiardana dalam membesarkan KSU Citra Buana Raya membuat yang bersangkutan layak untuk ditampilkan di rubrik wiracarita.

Lelaki yang telah menggeluti dunia koperasi sepanjang karirnya di duna pemerintahan, yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Kelembagaan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali, I Gede Indra, SE. MM, kami sajikan di suara pakar. Redaksi juga menyajikan sesuatu yang ringan, berupa seni bela diri pencak silat Tujuh Sari, yang merupakan salah satu seni bela diri asli dari Bali. Sebuah seni yang bukan saja bermanfaat sebagai olah tubuh, namun juga sarat ajaran spiritual yang dapat membentuk sikap mental yang positif. Sayang eksistensi seni bela diri ini kurang diketahui oleh masyarakat. Selain itu, wacana ringan pada rubrik Bale Bengong juga menarik untuk disimak.

Akhir kata, seluruh tim redaksi Galang Kangin mengucapkan Selamat Merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan, semoga alam memberi tuntunan ke arah pencerahan kesadaran semesta kepada masyarakat Bali pada umumnya dan orang Bali pada khususnya. Harapan kami dari redaksi, semoga edisi ini bisa menjadi bahan-bahan renungan untuk mengisi hari Galungan dan Kuningan kita bersama menjadi lebih bermakna.
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA