Bali Alus
Produk Lokal yang Go Internasional
Produk Lokal yang Go Internasional
Lulur made in Bali Alus, bukanlah sembarang lulur wangi. Semerbak mewangi dari bahan terpilih, membuat tampilan lulur menyerupai jus buah ini sungguh menggoda selera. Tidak heran, bukan hanya masyarakat lokal yang terpikat ingin mencoba. Sejumlah orang asing pun tidak sedikit yang tak bisa lepas dari jerat pesona lulur yang diciptakan Kadek Eka Citrawati ini.
Semasa kecil, Kadek tinggal di Desa Bongkasa, Abiansemal, Badung, Bali. Orang tuanya yang berprofesi sebagai petani, mempunyai kebun yang ditanami beragam tanaman untuk keperluan ekspor. Salah satunya lidah buaya. Melihat keadaan ini, ia lalu tergerak untuk mengolah lidah buaya tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Semasa kecil, Kadek tinggal di Desa Bongkasa, Abiansemal, Badung, Bali. Orang tuanya yang berprofesi sebagai petani, mempunyai kebun yang ditanami beragam tanaman untuk keperluan ekspor. Salah satunya lidah buaya. Melihat keadaan ini, ia lalu tergerak untuk mengolah lidah buaya tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Mulailah Kadek bereksperimen mengolah lidah buaya menjadi cream yang digunakan untuk obat luka. Hasil eksperimen itu ia tawarkan kepada teman-temannya. Ternyata banyak yang merasa cocok dengan cream buatan Kadek, sehingga memesan lagi untuk dipakai keluarganya.
Melihat respon yang bagus, wanita kelahiran 18 Agustus 1977 ini pun kian bersemangat. Tidak hanya cream, ia juga mencoba mengolah lidah buaya menjadi boreh dan menawarkannya kepada berbagai spa di Ubud. Lagi-lagi, respon positif diperoleh Kadek. Pemilik spa memuji kalau boreh lidah buaya itu disukai para tamu.
“Mulailah saya kian serius dengan bidang ini. Jika tadinya penelitian yang saya lakukan hanya sekadarnya saja, tapi setamat kuliah, saya langsung mantap membuka usaha untuk membuat lulur dan cream kecantikan dengan mengusung brand Bali Alus. Mengapa Bali Alus? Karena tempat pembuatannya di Bali dan Alus berarti halus. Saya memang ingin membuat pemakai produk saya menjadi berkulit halus,” tutur alumnus Jurusan Arsitektur, Universitas Udayana ini dengan nada lugas.
Berguru di Dokter Mancanegara
Mengawali usaha dengan modal sekitar 100 juta rupiah, Kadek pun mantap melenggangkan langkah. Agar kemampuannya makin terasah, ia sengaja belajar dari seorang dokter kulit dari Australia dan sebuah lembaga dari Belanda yang membekalinya ilmu tentang sterilisasi bahan baku. Setelah itu, ia pun sengaja berinovasi menciptakan produk yang berbeda dengan yang sudah kebanyakan beredar di pasaran.
Berguru di Dokter Mancanegara
Mengawali usaha dengan modal sekitar 100 juta rupiah, Kadek pun mantap melenggangkan langkah. Agar kemampuannya makin terasah, ia sengaja belajar dari seorang dokter kulit dari Australia dan sebuah lembaga dari Belanda yang membekalinya ilmu tentang sterilisasi bahan baku. Setelah itu, ia pun sengaja berinovasi menciptakan produk yang berbeda dengan yang sudah kebanyakan beredar di pasaran.
Untuk lulur misalnya, jika pada awalnya ia hanya membuat lulur dengan bahan baku dari strawberry, susu, avocado, bengkuang dan rempah-rempah, sekarang makin variatif dengan bahan baku baru. Misalnya, dari green tea, coklat, jasmine, cempaka, lemon, lidah buaya, rumput laut dan coconut oil. Meski makin lama variasi produk terus bertambah, namun ia tidak mau gegabah ketika hendak melemparkan suatu produk ke pasaran. Paling tidak, waktu yang dibutuhkan untuk bereksperimen adalah antara 6 bulan hingga 1 tahun. Kadek memang tidak mau asal membuat produk baru sebelum kualitasnya benar-benar teruji.
Soal bahan baku, ia juga menjamin kalau produk Bali Alus menggunakan bahan baku yang asli. Bukan sintetis. Contohnya, lulur dari strawberry, memang benar-benar menggunakan bahan baku dari strawberry. Makanya, wanginya benar-benar membuai hidung dan tampilannya begitu segar. Khusus untuk pengadaan bahan baku, Kadek memang mempunyai beberapa petani langganan yang akan menyetorkan hasil panen kepadanya untuk diolah.
Meski ketika menyebut Bali Alus, spontan orang akan teringat pada lulur wangi, namun sekarang Kadek sudah memodifikasi produk sesuai permintaan pasar. Jadi bukan hanya lulur wangi saja yang dihasilkan. Ada pula sabun mandi, herbal rempah, body butter, massage oil dan lainnya. Walaupun demikian, permintaan terhadap lulur memang yang tertinggi dibandingkan produk lain.
Meski ketika menyebut Bali Alus, spontan orang akan teringat pada lulur wangi, namun sekarang Kadek sudah memodifikasi produk sesuai permintaan pasar. Jadi bukan hanya lulur wangi saja yang dihasilkan. Ada pula sabun mandi, herbal rempah, body butter, massage oil dan lainnya. Walaupun demikian, permintaan terhadap lulur memang yang tertinggi dibandingkan produk lain.
“Saat saya mulai memproduksi berbagai jenis lulur, mulailah saya mengenalkan kepada rekan-rekan, keluarga dekat hingga menawarkan ke berbagai spa. Pengenalan ke spa ini, awalnya gratis sebagai uji coba. Begitu melihat produk saya bagus, baru mereka mulai memesan. Tapi, sekarang kebanyakan tidak membeli langsung kepada saya, melainkan melalui supplier,” ujar istri Putu Katra, sumringah.
Supplier inilah, lanjut Kadek, yang menjual produk Bali Alus hingga sampai ke tangan konsumen. Sekarang, supplier Bali Alus tidak hanya sebatas di Bali, melainkan sudah merambah hingga kota-kota besar di Indonesia. Semua ini tidak terlepas dari berbagai pameran yang diikuti Kadek di Jakarta, Bandung dan Surabaya beberapa waktu lalu. Tak disangka, usai pameran, order pun mengalir lancar.
Bahan Baku Alami
KINI, produk Bali Alus tidak hanya dinikmati kaum hawa di Tanah Air. Beberapa warga dari negeri jiran seperti Korea, India atau Malaysia pun sudah rutin memesan untuk dipasarkan di negara masing-masing.
Bahan Baku Alami
KINI, produk Bali Alus tidak hanya dinikmati kaum hawa di Tanah Air. Beberapa warga dari negeri jiran seperti Korea, India atau Malaysia pun sudah rutin memesan untuk dipasarkan di negara masing-masing.
Salah satu kendala yang pada mulanya cukup mengganggu adalah masalah daya tahan produk. Sejak awal, Kadek memang menginginkan bahan baku yang digunakan untuk produk Bali Alus itu benar-benar alami. Artinya, semua bahan baku menggunakan bahan dari tumbuhan dan bukan sintetis. Selain itu, proses pembuatannya juga diupayakan tidak menggunakan zat kimia. Inilah yang membuat produk Bali Alus tidak akan dapat bertahan lama.
“Akhirnya, saya mencoba mengoven beberapa kali dan produk untuk dikirim keluar negeri, sengaja saya bikin dalam bentuk bubuk. Minyaknya juga dipisahkan. Ternyata, dengan cara ini, produk bisa bertahan hingga setahun. Meski repot dan tidak sepraktis jika menggunakan bahan sintetis dengan tambahan zat kimia tertentu, tapi saya sudah cukup puas dengan hasil yang didapat. Saya memang ingin Bali Alus tetap mengusung konsep berbahan alami,” kata ibu dari Kay Kiandra dan Kesahwa Kiano ini.
Enggan menyebut angka pasti omset yang didapatnya per bulan, Kadek mengaku berbangga hati karena setidaknya dapat menghidupi 25 orang karyawan. Mereka inilah yang membantunya dalam proses produksi, pengepakan, hingga pengiriman. Selain itu, sesekali ada pula ibu rumah tangga di sekitar workshop yang turut membantu. Ibu-ibu itu tidak bekerja dengan jam pasti, hanya disesuaikan dengan kesempatan yang dimiliki, karena rata-rata masih mempunyai balita.
“Meski ini produk lokal, tapi saya bersyukur setidaknya dapat sedikit membantu perekonomian warga sekitar. Harapan ke depan sih, ingin Bali Alus tetap eksis dan makin diterima masyarakat. Kalau bisa, semoga di masa mendatang Bali Alus bisa menyejajarkan diri dengan produk kecantikan lain yang sudah mendunia duluan,” harap Kadek optimis.