Mau dan Mampukah Koperasi Jadi Modern?
Oleh :
Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, SE.,MM. *)
Oleh :
Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, SE.,MM. *)

Koperasi memiliki banyak potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuannya, yaitu sebagai alat bagi anggotanya untuk mencapai kesejahteraan ekonomi, dan alat bagi pemerintah untuk kesejahteraan bagi masyarakat. Satu hal lagi yang merupakan kekuatan koperasi selama ini jarang diperhitungkan adalah ”Koperasi merupakan bentuk kelembagaan formal yang memiliki jaringan sangat luas, baik nasional maupun Internasional.”
Asal mula dikenalnya koperasi seperti yang kita ketahui, berawal dari lahirnya gerakan para buruh di Inggris, kemudian berkembang di negara-negara lainnya, dan sampai ke Indonesia, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Hal tersebut menguatkan posisi koperasi sebagai sistem perekonomian nasional dan internasional, meskipun sistem koperasi belum bisa mengalahkan sistem kapitalis yang lebih dulu lahir, yang ternyata lebih diminati oleh masyarakat luas di dunia internasional saat ini.
Secara empiris, terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong atau menghambat kegiatan koperasi. Faktor-faktor tersebut antara lain, pertama, pengelola koperasi masih banyak yang belum memiliki kepekaan bisnis (sense of bussines), padahal dalam pembentukan dan usaha menjadikan koperasi berkembang dengan baik dan dapat memberi kepuasan pada anggota untuk kesejahteraan anggota, diperlukan para pengelola yang handal, dan tentunya harus ditunjang dengan pendidikan yang lebih baik, khususnya mengenai kewirausahaan. Masih perlu ditunjang, pengelola harus tahu bagaimana mengefisiensikan dan mengefektifkan sumber daya yang dimiliki untuk kepentingan koperasi itu sendiri. Jangan sampai pengelolanya menjadikan koperasi sebatas warung jajan yang tidak memberikan manfaat apa-apa pada anggota. Hal kedua yang mempengaruhi koperasi adalah dalam membangun partisipasi dari anggota. Saat ini sulit sekali membangun partisipasi anggota koperasi secara total dalam ikut andil melaksanakan kegiatan koperasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya anggota yang tidak memanfaatkan secara maksimal koperasinya, padahal koperasi bisa dijadikan sebagai sarana pemenuhi kebutuhannya dan tentunya akan memberikan balas jasa padanya di kemudian hari.
Aspek Normatif
Untuk dapat bertahan di era globalisasi seperti sekarang ini, tentunya koperasi harus intropeksi atas kondisi yang ada pada dirinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa hanya dengan mengenal jati diri secara benar, maka kemungkinan untuk bersaing dengan badan usaha lain akan terbuka. Organisasi koperasi dibentuk atas dasar kepentingan dan kesepakatan anggota pendirinya dengan tujuan memanajemeni koperasi untuk mencapai tujuan masing-masing anggota dengan kesepakatan yang telah diatur bersama dalam rapat anggota. Dalam membahas peluang koperasi untuk menjadi lembaga alternatif pemberdayaan UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah), perlu dikaji hubungan antara koperasi dengan anggotanya, tentu dalam hal ini perlu dipikirkan bagaimana jika keberhasilan koperasi tidak mampu meningkatkan perekonomian anggotanya.
Dalam kaitan itu, perlu disadari bahwa keadaan ekonomi seseorang dapat membuat orang mengubah kepentingannya, sehingga pengelola koperasi perlu terus memantau perkembangan anggota-anggota koperasi sehingga hubungan anggota dan pengelola (pengurus & pengawas) dapat berjalan harmonis. Begitu pula nantinya dengan melakukan sharing bersama anggota koperasi, bisa memenuhi kebutuhan anggotanya. Dalam UU Koperasi No. 25/1992 disebutkan bahwa koperasi merupakan “Badan Usaha.” Ternyata hal tersebut melahirkan penafsiran yang beragam seperti koperasi yang mudah dimasuki oleh unsur-unsur non ekonomi. Dengan demikian perlu disepakati berbagai aspek penting dalam berkoperasi yaitu: sistem kebersamaan dalam kerjasama yang dianut oleh koperasi jika diterapkan dalam usaha yang dilakukan oleh anggota, maka akan memberikan hasil yang maksimal, misalnya usaha kerajinan di desa-desa yang ada di beberapa desa di Bali, akan lebih terkoordinir dan menguntungkan jika disalurkan oleh koperasi.
Tradisional dan Modern
Ada beberapa penulis dan pemerhati koperasi membedakan eksistensi koperasi di Indonesia, yakni Koperasi Sosial dan Koperasi Modern. Mereka membedakannya dari : pertama, dalam perlakuan kepada anggota koperasi sosial cenderung memberi perlakuan yang sama pada seluruh anggota, sedangkan koperasi modern memperlakukan anggota secara adil berdasarkan partisipasi anggota dalam koperasi, sehingga untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan benefit (manfaat) dari SHU yang memuaskan, diharapkan anggota terpacu untuk terus ikut berpartisipasi dalam koperasi.
Kedua, hak suara yang diberikan oleh koperasi tradisional yaitu satu orang satu suara, sedangkan pada koperasi modern suara tergantung partisipasi anggota dalam kegiatan koperasi, sehingga yang menentukan suara adalah orang-orang yang berperan aktif dalam koperasi dan mengerti tentang pengelolaan koperasi dalam mencapai tujuannya.
Ketiga, dalam koperasi tradisional jumlah koperasi banyak akan tetapi berskala kecil, sedangkan dalam koperasi modern koperasi berbentuk besar. Dari hal tersebut bisa dilihat koperasi tradisional hanya mengandalkan kuantitas tanpa menunjukkan kualitas yang maksimal, sehingga kurang mendapat perhatian dan simpati dari masyarakat.
Keempat, pelayanan yang diberikan oleh koperasi tradisional bersifat pasif, sedangkan koperasi modern dalam pelayanan bersifat aktif, sehingga koperasi modern memberikan stimulus pada anggota untuk terus berpartisipasi dan memberikan jasa pada koperasi.
Kelima, koperasi tradisional memiliki kesepakatan untuk tidak bertindak tanpa persetujuan bersama dengan wewenang rapat anggota, sedangkan koperasi modern menentukan keputusan berdasarkan mayoritas dan kebijaksanaan didelegasi penuh pada pengurus. Koperasi modern menilai yang bisa mendorong kebaikan perkembangan koperasi adalah pengurus sebagai pengelola dan pembuat keputusan, sebagai aktor koperasi yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi tentang koperasi.
Keenam, kebijaksanaan yang dianut koperasi tradisional adalah bersifat desentralisasi, sedangkan dalam koperasi modern bersifat sentralisasi (terpusat).
Ketujuh, dalam koperasi tradisional, kebijaksanaan sumberdaya manusia dalam seleksi dan penerimaan tidak berdasarkan yang terbaik, sedangkan dalam koperasi modern, kebijaksanaan sumber daya manusia dilakukan secara selektif dan terbaik (memakai fit and proper test), hingga dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang bermutu untuk mengembangkan koperasi.
Kedelapan, dalam koperasi tradisional, mutu dan cara kerja karyawan terikat pada status quo dan masa lalu, sehingga sering dapat menghambat kreativitas karyawan, sedangkan dalam koperasi modern, mutu dan cara kerja karyawan terikat pada perubahan yang terjadi, sehingga bersifat dinamis dan memberi kesempatan pada karyawan dan pengelola koperasi memanfaatkan kreativitas demi berkembangnya koperasi.
Kesembilan, dalam koperasi tradisional, penyelesaian masalah oleh pengurus berkenaan dengan tekanan politik, tidak memperhatikan akibat berikutnya, sedangkan pada koperasi modern, sebaliknya, sehingga koperasi modern sudah memikirkan risiko dan manajemen risiko dari penyelesaian masalah yang dilakukan. Sudah saatnya koperasi berevolusi menjadi lebih baik, dengan merespon kebutuhan anggota-anggotanya dengan cepat dan tepat seperti yang tergambar dalam koperasi modern. Maka tak ada salahnya jika koperasi memiliki bangunan yang megah dengan berbagai alat pemuas kebutuhan anggotanya, layaknya supermarket dan minimarket yang saat ini banyak bertebaran di mana-mana, sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan gengsi sebagian besar masyarakat untuk berbelanja di unit usaha koperasi.
Pertanyaan kita sekarang, mau dan mampukah semua koperasi yang ada saat ini menjadi koperasi modern seperti itu? Kita tunggu saja.
*) Sekretaris ISEI Bali 2010-2013, Guru Besar Ilmu Manajemen Undiknas Denpasar. Juga sebagai Dekan Fak. Ekonomi & Bisnis (FEB) Undiknas Denpasar.