Selasa, 20 September 2011

SAJIAN UTAMA



KUR DI MATA DEBITUR   

Ada yang begitu gigih mengejar KUR, tapi tak kunjung dapat meraih. Akhirnya, tak sedikit orang yang terlanjur skeptis dengan KUR. Benarkah KUR hanya program fatamorgana ?
Salah! Buktinya, ada pelaku UKM dan koperasi mendapatkannya. Simak pengalaman pelaku UKM dan koperasi dalam berburu program KUR.  

Dapat KUR Langsung dari Presiden

BAGI Tjok Istri Agung Adnyani,  KUR memiliki arti penting bagi kelangsungan usahanya. Wanita asal Klungkung ini mengungkapkan, sejak tahun 2000 ia mempunyai usaha lulur tradisional menggunakan bahan baku asli buah-buahan, yakni bengkoang, kacang hijau, ketan dan lainnya, yang diramu dengan kekhasan menggunakan minyak jarak merah. Harga lulurnya Rp 100 ribu/kg. Usaha lulur ini dinamakan Putri Bali.


Selain lulur, nenek empat cucu ini pun menekuni usaha sandal handmade bermerek Rama Collection, yang dipasarkan kepada kenalannya. Sandal berbahan kulit sintetis ini dipasarkan dengan harga Rp 125 ribu – Rp 175 ribu. Metode pengenalannya dari mulut ke mulut, ke sesama rekan ibu-ibu. Pembuatan sandal dilakukan di rumahnya di daerah Jalan Danau Tondano, Sanur.

Sampai akhirnya, menjelang tahun 2008, Adnyani mendengar kabar tentang KUR, yang begitu gencar diberitakan. Ia menjadi tertarik karena ingin membesarkan usahanya. Setelah mencari informasi, tanpa membuang waktu ia mendatangi BRI untuk meminta kejelasan soal KUR.

“Setiba di BRI, saya langsung dimintai fotocopy KTP dan keesokan harinya, usaha saya ditinjau. Selesai peninjauan, saya disuruh datang lagi ke BRI untuk realisasi KUR. Dalam tempo tiga hari, saya sudah dapat dana KUR Rp 5 juta. Malahan, yang menyerahkan, bukan staf BRI tapi langsung Bapak Presiden dan Ibu Anie Yodhoyono,” kenang Adnyani dengan wajah berbinar.

Penyerahan ini, menurut wanita kelahiran 21 April 1949, karena presiden ingin menyaksikan langsung realisasi KUR. Apa benar-benar riil atau tidak, sehingga ingin melihat langsung pelaksanaannya. Adnyani menilai, pengalaman ini sangat berharga dan meninggalkan kenangan tak terlupakan pada hidupnya.
Setelah mendapatkan KUR, Adnyani menjadi bersemangat membesarkan usahanya. Produk spa yang semula hanya lulur, ditambah dengan boreh, minyak wangi, dupa dan masker. Begitu pula produk sandal, dimodifikasi dengan  menciptakan beberapa jenis baru. 

Tak dinyana, langkah ini membuat omsetnya naik pesat. Semula sandal dan lulur hanya menghasilkan omset Rp 5 – 6 juta per bulan. Setelah diperbanyak dan divariasi, produk spa buatannya mampu menangguk omset Rp 30 juta/bulan. Sedang sandal buatannya malah melejit, hingga beromset Rp 60 juta/bulan, padahal promosinya hanya sekadarnya  saja.

Menginjak tahun 2011, Adnyani kembali mengajukan KUR dan mendapatkan dana senilai Rp 20 juta. Kalau KUR pertama, ia mencicil Rp 228 ribu/bulan selama tiga tahun, maka untuk KUR kedua ini, ia membayar cicilan Rp 763 ribu/bulan. Jangka waktunya tak berbeda,  yakni tiga tahun.

“Sama seperti KUR pertama, syaratnya tidak sulit. Cukup ada fotocopy KTP dan peninjauan. Maksimal dalam waktu tiga hari, dana sudah cair. Saya bersyukur, dengan adanya dana KUR, usaha saya jadi makin terbantu dan berkembang. Kali ini, dengan dana KUR kedua, saya ingin membenahi packaging produk, sehingga makin menarik,” kata Adnyani.


KUR Jangan Cuma Slogan

SALAH satu program yang digagas KSU Kori Amerta Sedana usai menerima penghargaan sebagai Juara I Koperasi Berprestasi se-Kota Denpasar tahun 2011 adalah pengembangan lini simpan pinjam. Apa daya, sebuah kendala dana menghadang. Dapatkah KUR menjadi jawaban dari kepelikan masalah ini ?

“Kami dari pengurus koperasi, memang sangat mengharapkan mendapat dana KUR, agar koperasi bisa meningkatkan kualitas pelayanan di program simpan pinjam,” kata Ir. Luh Indriani, Ketua KSU Kori Amerta Sedana (KSU KAS).

Kondisi koperasi yang dibangun pada tahun 2007 ini, jelas Indriani, sejauh ini tergolong maju dan mampu berkembang setiap tahun. Mayoritas anggotanya adalah para pedagang di kawasan Jalan Gunung Agung, Denpasar. Sejak  berdiri hingga saat ini, program yang dilakukan ialah tabungan harian, tabungan pangkas sejahtera, simpanan deposito dan kredit.

“Karena sebagian besar anggotanya pedagang, maka keberadaan koperasi amat diperlukan warga sekitar. Khususnya pada sektor simpan dan pinjam. Peminjaman dana biasanya digunakan untuk modal bagi pedagang. Karena itulah, kami berencana mendapatkan KUR, agar bisa melayani kebutuhan peminjaman pedagang dengan lebih baik. Sekarang kami dalam tahap menyiapkan berbagai persyaratan KUR,” tutur wanita yang menjadi anggota Dekopinda Kota Denpasar ini.

Soal persyaratan KUR, diakui Indriani, bagi sebagian pelaku di bidang koperasi terasa rumit. Ia tak jarang menerima keluhan, bahwa prosedur KUR ruwet, pelaporannya susah dan untuk mendapatkan dananya agar cair, malah lebih sulit lagi. Hal ini yang menjadi alasan sehingga para pelaku koperasi memilih mundur.

“Salah satu syarat KUR itu kan agunan. Sedang koperasi belum banyak yang punya aset, masa harus pakai aset pribadi? Selain agunan, tentu saja dari sebagai pelaku koperasi,  menginginkan agar prosedurnya dipermudah. Dan  bunganya mestinya lebih murah. Ini kan kredit program pemerintah, seharusnya bunganya lebih murah dari kredit biasa kan?” ungkapnya dengan nada tanya.

Drs. I Putu Sarjana, Msi., salah seorang pendiri koperasi KSU KAS menambahkan, hendaknya KUR jangan sekadar slogan belaka. Kalau memang perbankan ingin menerapkan selektivitas, hendaknya menilai koperasi dari tingkat kesehatannya, kredibilitas dan kualitas pengurus.

“Memang ada perbedaan antara koperasi dan bank. Di mana, bank itu profit oriented, sedang koperasi tentu bertujuan menyejahterakan anggota. Tapi mestinya ada sistem, agar keduanya bisa padu dan bertemu, sehingga nantinya, bank untung, pemerintah untung, koperasi juga untung,” kata Sarjana, yang berprofesi sebagai dosen di UNHI itu. 
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA