Sabtu, 31 Maret 2012

IDENTITAS DALAM BALUTAN ENDEK (Edisi III/2012)

Don’t judge a book from it’s cover, pepatah yang mendunia untuk tidak menilai seseorang dari penampilan semata. Tapi, sejak Malaysia mempatenkan salah satu corak batik sebagai salah satu hasil budaya negaranya, bangsa kita langsung meradang. Batik adalah hasil budaya negeri kita!! Lalu bergaunglah hari Batik Nasional, dan kantor-kantor dengan heboh mewajibkan satu hari dalam seminggu bagi pegawainya untuk menggunakan pakaian batik. Rupanya busana yang menunjang penampilan, sekarang menjadi sangat penting untuk menunjukkan identitas seseorang. Tidak hanya identitas kedudukan sosial, tetapi juga identitas daerah asal.
    Bali, sejak zaman bahula sudah memiliki kain tenun khas tradisional. Endek Bali adalah salah satu contoh hasil karya besar para leluhur Bali dalam usaha memberi nilai lebih, cara berbusana orang Bali. Namun, seiring perkembangan, bahan-bahan busana ini mulai ditinggalkan, karena selain tidak praktis dan modis, kerumitan pembuatan dan kelangkaan bahan baku menjadikan harganya sangat mahal. Orang Bali beralih ke busana-busana yang lebih praktis dan modern seperti batik, katun, jeans. Kini, warisan tetua Bali itu seakan menjadi mitos.

Pekak Putu memandangi kain endek yang mulai lusuh dipakainya. Ia teringat neneknya, yang sangat menikmati saat-saat menenun kain untuk cucu-cucunya. Saat itu, ia akan memandang takjub pada gerak tangan neneknya yang bergerak otomatis seperti tanpa berpikir. Sekarang baru ia sadari, ternyata kain tenun bukan hanya buah keterampilan turun-temurun bagi masyarakat Bali, melainkan juga bentuk identitas kultural dan artefak ritual. Di luar lingkup tradisi masyarakat daerah tujuan wisata itu, kain tenun Bali pun tidak sebatas cendera mata, tetapi terus berkembang sebagai komoditas berbasis budaya.

Bila batik kemudian menjadikan seluruh warga negara Indonesia demikian euphoria untuk mulai mengenakannya di setiap acara formal, mengapa hal yang sama tidak kita lakukan pada kain endek? Seperti biasa, mulailah Pekak Putu dikungkung oleh sebuah pertanyaan besar. Dan seperti biasa pula, hanya Bli Nyoman Coblong yang sanggup menemani pikiran-pikiran unik Pekak Putu.

Saat ini, sesungguhnya sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintahan di Bali, sudah mulai menyelipkan 1 hari kerja mengenakan seragam endek. “Tidakkah itu cukup, Pekak?” Tanya Bli Nyoman Coblong.
 Pekak Putu menggaruk-garuk dagunya yang tidak gatal. “Menurut pemikiranku, kalau ingin menjadikan kain endek sebagai identitas daerah, ya  harusnya lebih dari itu, Nyoman. Namanya identitas, bukankah harus benar-benar khas dan berbeda dari kain tenun daerah lain?”
Sekarang gantian Bli Nyoman yang menggaruk-garuk dagu, sepertinya sih benar-benar gatal. “Ya memang begitu, Pekak. Memangnya endek kita tidak khas?”

“Hhhhmm seharusnya khas ya…karena motif endek biasanya berbentuk flora dan fauna serta motif-motif yang diambil dari mitologi Bali dan wayang. Motif-motif inilah yang menjadi ciri khas kain endek,” sambung Pekak Putu setengah menggumam. “Hanya saja motif dan warna endek konvensional, sekarang menjadi tidak terlalu diminati. Apalagi ibu-ibu sekarang sukanya warna yang ngejreng…hehehe…supaya menarik perhatian layaknya selebriti,” Pekak Putu terkekeh-kekeh.

Bli Nyoman Coblong ikut tertawa membenarkan. “Sekarang pun, kain endek sudah sangat beragam motif dan warnanya, Pekak,” kata Bli Nyoman Coblong. “Kualitasnya juga semakin beragam. Dari yang semeternya puluhan  ribu sampai yang selembarnya jutaan.”

 “Jadi kain endek sekarang sudah pantas ya penggunaannya seperti batik?” kata Pekak Putu. “Sudah bisa menjadi identitas kita, orang Bali. Dan tidak semata-mata hanya dipakai untuk ke pura, tapi juga untuk busana-busana formal. Hebaaat….hebaaatt ,” Pekak Putu tersenyum senang. Bli Nyoman Coblong menarik nafas lega.

Kain endek, sebenarnya dapat dikembangkan dari hasil-hasil pemikiran baru tanpa harus kehilangan ciri yang paling mendasar dari tekstil yang digunakan. Rancangan baru ini mendekatkan rancangan tradisional dengan trend yang berkembang di dunia internasional. Kuncinya adalah mengembangkan motif-motif tradisional menjadi motif-motif yang berorientasi pada pasar global. Jadi, selamat menunjukkan identitas diri dengan menggunakan kain endek khas Bali.

   

  
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA