Bisnis canang sari menjanjikan keuntungan lumayan. Pasarnya pun semakin luas, seiring makin sempitnya waktu masyarakat Bali untuk “mejejahitan” sendiri.
Setiap sore, tepian jalan seputaran Denpasar kini tidak hanya padat oleh pedagang makanan kaki lima. Para pedagang canang juga memadati tepi-tepi jalan. Canang-canang yang dijual, sudah dalam kemasan plastik berbagai ukuran. Jarak antarpedagang bahkan hanya hitungan beberapa meter saja. Warung-warung makan atau kelontong pun tidak mau kalah, menyediakan beberapa bungkus canang di depan warungnya setiap sore hari.
Target pembelinya jelas, para pegawai kantor yang baru pulang bekerja. Pola penjualan canang sari itu beragam. Ada yang membuat sendiri dan kemudian menjualnya langsung kepada konsumen, ada juga yang hanya menjadi “broker” atau pedagang murni. Untuk metode yang kedua, biasanya para pedagang menerima canang sari yang sudah dalam kemasan plastik dari seseorang yang memproduksi.
Pembuat canang sari itu biasanya mengantarkan langsung canang-canang tersebut ke pedagang, dengan memberi keuntungan tertentu. Sistemnya konsinyasi, atau titipan. Jadi, pedagang tidak perlu khawatir bila dagangannya tidak habis terjual, karena canang dapat sewaktu-waktu dikembalikan kepada pembuatnya.
Posisi Menentukan Keuntungan
Menjamurnya pedagang canang sari, mengindikasikan bahwa bisnis ini benar-benar menjanjikan. Ya, bisnis ini memang menawarkan keuntungan lumayan secara ekonomis. Besarnya keuntungan, sangat tergantung di posisi mana Anda berada dalam rantai perdagangan produk ritual ini.
Ada tiga posisi berbeda yang bisa dipilih, sesuai dengan pola penjualan yang umum saat ini. Anda bisa menjadi produsen murni, pedagang murni, atau mengambil posisi kedua-duanya. Bila Anda memilih jadi produsen, maka Anda tinggal memproduksi canang sari tanpa memikirkan sewa tempat dan tenaga untuk menjual. Anda hanya perlu melobi warung-warung terdekat untuk mau menjualkan canang sari yang Anda buat. Lobi ini tentu saja dilakukan dengan menawarkan keuntungan lumayan kepada mereka, untuk setiap bungkus canang yang terjual.
Salah seorang produsen canang yang tinggal di Jalan Katrangan Denpasar, Kadek Adi, mengaku harus memberikan keuntungan Rp 2.000 untuk setiap bungkus canang sari seharga Rp 7.000 kepada pedagang warung yang menjualkan produksinya. Jadi, siswa salah satu SMA di Denpasar itu hanya mendapat Rp 5.000 rupiah dari sebungkus canang sari seharga Rp 7.000 yang masing-masing berisi 25 buah.
Dari setiap bungkus canangsari dengan harga pokok Rp 5.000 per bungkus itu, Kadek Adi mengaku mendapat keuntungan rata-rata Rp 1.000 per bungkus. “Modalnya mungkin sekitar Rp 4.000. Sedikit sih, tapi kalau dikalikan banyak, kan jadi lumayan,” kata anak kedua dari dua bersaudara itu.
Setiap harinya, Kadek Adi bisa membuat sekitar 100 bungkus canangsari. Artinya, keuntungan yang didapat sekitar Rp 100.000 per hari. “Lumayan buat nambah-nambah uang saku, juga bantu orang tua,” kata laki-laki yang biasa membuat canang sari sepulang sekolah. Untuk mempermudah kerjanya, Kadek Adi mengaku membeli ceper yang sudah jadi dari pasar.
Bila tak ingin repot seperti Kadek Adi, menjadi pedagang saja tentu lebih mudah. Anda tinggal mencari produsen canang sari, dan menawarkan bantuan untuk penjualan dengan imbalan keuntungan. Biasanya, keuntungan yang diperoleh pedagang jauh lebih besar dibandingkan produsen, seperti pengakuan Kadek Adi. Pedagang umumnya mendapat keuntungan Rp 2.000 per bungkus, sedangkan produsen hanya mendapat Rp 1.000 per bungkus. Namun hal ini hanya bisa dilakukan oleh yang punya tempat untuk berjualan, atau ada biaya sewa tempat yang harus dikeluarkan.
Pedagang pun tidak perlu khawatir dengan risiko kerugian, karena sistem kerjasama-kerjasamanya konsinyasi atau titipan. Jadi, tidak ada uang yang harus dibayar dimuka oleh pedagang, dan setiap canang yang tidak laku bisa dikembalikan sewaktu-waktu.
Keuntungan terbesar bisa didapat oleh Anda yang mau menjalani dua-duanya sekaligus, yakni memproduksi dan menjualnya langsung. Untuk ini, Anda harus punya semuanya. Modal untuk membeli bahan baku, tempat berjualan atau biaya sewa tempat jualan, tenaga untuk membuat canang sari sekaligus tenaga untuk memasarkannya. Lebih repot, namun keuntungannya jelas lebih besar karena tidak harus dibagi. Hitungan kasarnya, untuk setiap bungkus canang sari seharga Rp 7.000, keuntungan yang diperoleh bisa mencapai Rp 3.000. Bila terjual sebanyak 100 bungkus canang sari sehari, artinya keuntungan yang diraih bisa mencapai Rp 300.000 sehari.
Berfluktuasi Tanpa Protes
Yang istimewa dari bisnis canang sari, termasuk bisnis banten lainnya, harga dapat berfluktuasi mengikuti harga bahan baku tanpa ada protes. Atau setidaknya, walau dengan sedikit gerundelan, pembeli akan tetap membeli. Menjelang hari Raya Galungan tahun ini misalnya, harga canang sari tiba-tiba melonjak jadi Rp 15.000 per bungkus isi 25 buah. Atau jelang Purnama harganya bisa Rp 12.000. Ini karena harga janur, bunga, dan berbagai bahan bakunya yang tiba-tiba melonjak. Toh, canang sari tetap laku.
Selain karena kebutuhan, canang sari juga merupakan produk ritual yang bagi sebagian besar harus didasarkan keikhlasan. Sebuah konsep pemikiran yang berasal dari kearifan lokal Bali, yang memberi keuntungan secara ekonomis kepada pelaku bisnis ini. “Kalau orang beli canang, jarang ada yang nawar. Kadang-kadang ada juga yang nawar,” ujar Komang Eni, salah seorang pedagang canang di kawasan Kreneng Denpasar.
Tentu saja, bisnis ini juga harus dijalankan dengan kejujuran. Ketika semua bahan baku mulai turun ke harga normal, harga canang sari biasanya menyesuaikan. Bila pedagang tidak mengembalikan ke harga normal, maka dijamin akan ditinggal pelanggannya. Karena ada banyak pedagang, ada banyak pilihan bagi konsumen.
Satu hal lagi, bisnis ini harus dijalankan dengan pengetahuan yang benar tentang konsep canang sari, tidak asal-asalan. Pastikan semua detil yang harus ada dalam canang sari, terpenuhi. Misalnya, ada porosan yang merupakan simbol Tri Murthi, yakni Brahma, Wisnu dan Siwa. Kalau tidak, maka yang Anda jual adalah rangkaian bunga dan janur, bukan canang sari.
Peluang usaha canang sari menjadi semakin besar, karena tidak sedikit umat Budha atau warga Tionghoa yang juga menggunakan tradisi canang sari dalam pemujaan di Konco atau Klenteng.
Jadi, sudah terbayang di benak Anda untuk mencoba mencicipi manisnya sesari dari berbisnis canang sari? (erv)