Koperasi Unit Desa (KUD) yang di masa lalu tampak begitu berjaya, mendadak kolaps satu per satu paska orde baru. Pola-pola penyaluran bantuan kepada koperasi dalam jumlah yang cukup besar ternyata memberi andil. Bantuan-bantuan yang dimaksudkan untuk menghidupkan, pada gilirannya ternyata justru meninabobokkan koperasi.
Bicara koperasi, selalu identik dengan bantuan. Itu karena di masa lalu, koperasi mendapat banyak sekali “suntikan” bantuan dengan berbagai nama, besaran uang, dan pola pencairannya.
“Pola-pola penyaluran bantuan kepada koperasi di masa lalu, justru memanjakan koperasi. Itu membuat koperasi tidak dikelola dengan baik dan kemudian melupakan akarnya, yaitu menyejahterakan anggota,” tegas pengamat ekonomi dari Universitas Udayana I Gusti Wayan Murjana Yasa.
Ditegaskan Murjana, bantuan-bantuan bagi pengembangan koperasi tetap diperlukan. Hanya saja, pola penyalurannya diharapkan bisa memberdayakan koperasi, bukan sekadar memanjakan. “Sayangnya, di masa lalu, bantuan-bantuan yang disalurkan cenderung memanjakan koperasi. Itu membuat banyak koperasi kolaps paska tidak lagi mendapat jatah bantuan,” ujarnya.
Selain bantuan keuangan, kata dia, pemerintah bisa memfasilitasi dengan aspek kemandirian, serta pemberian pelatihan agar pengurus menjadi lebih professional. Dalam pelatihan serupa, juga dinilai penting memberi pemahaman lebih mendalam tentang azas koperasi itu sendiri.
“Perlu upaya untuk lebih memandirikan koperasi sebagai suatu usaha ekonomi kerakyatan. Perlu upaya penjernihan pemahaman tentang azas koperasi sehingga image koperasi yang selama ini agak kurang bagus, bisa diperbaiki,” tegas Murjana, sembari berharap pemerintah juga lebih selektif dalam proses perizinan dan selalu mengevaluasi keberadaan dan penyelenggaraan koperasi.
Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Kharisma Madani, Putu Sumedana Wahyu juga melihat pemerintah memegang peran yang cukup signifikan dalam memanjakan koperasi hingga menjadi lemah seperti saat ini. “Pemberian bantuan dalam berbagai bentunya, sebenarnya memang atas dasar niat baik pemerintah, dan kita mengapresiasi itu.Tetapi di sisi lain, penyalurannya tidak diiringi dengan pembinaan yang menguatkan. Koperasi-koperasi justru terlalu dininabobokkan dengan berbagai macam bantuan ini,” ujar Sumedana.
Bantuan-bantuan secara terus-menerus, ujarnya, telah membuat koperasi menjadi manja. “Jadinya kayak anak mama. Kalau ngga dibantu, ya ngga kerja,” keluhnya.
Ia mengakui, ada niat baik pemerintah di balik pemberian bantuan tersebut guna mengembangkan koperasi. “Tetapi niat baik pemerintah untuk mendorong koperasi itu tidak digunakan secara maksimal. Koperasi dikelola tapi tidak dimaksimalkan untuk menjadi koperasi profesional. Saya tidak tahu salahnya di mana,” tambah Sumedana.
Kekeliruan Masa Lalu
Manager Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Citra Mandiri I Wayan Sudarta mengungkapkan, ada banyak motivasi suatu kelompok membangun koperasi. Salah satu motif yang banyak adalah untuk menampung bantuan dan mengharapkan dana bergulir, hibah, dan lainnya. “Ada koperasi yang dibangun hanya untuk menampung bantuan, hanya mengharapkan bantuan dana bergulir, hibah, dan lain-lain. Memang mereka tidak mau berinvestasi, lebih-lebih di teknologi. Itu kekeliruannya. Sumber daya alam yang buruk umumnya menjadi penyebab utama matinya koperasi,” Sudarta mengingatkan.
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Bali, Dewa Nyoman Patra, mengakui adanya kesalahan di masa lalu dengan pemberian bantuan hibah dan lain sebagainya. Hal itu memicu banyak pihak sengaja datang mengajukan izin koperasi untuk mendapatkan bantuan-bantuan tersebut.
“Sekarang bantuan-bantuan itu sudah relatif terbatas. Pemerintah kini lebih focus pada pelatihan-pelatihan, peningkatan sumber daya manusia, membukakan akses permodalan maupun pemasaran,” kata Patra.
“Bantuan itu masih ada, tapi lebih terbatas. Kami ingin lebih banyak mendidik koperasi. Kami khawatir nanti banyak koperasi tumbuh untuk mencari bantuan saja. Setelah bantuan habis, hilang koperasinya,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, hanya tersedia akses bantuan penguatan modal untuk koperasi perkotaan dan pedesaan. Dalam program ini, masing-masing koperasi yang memenuhi syarat dapat mengakses bantuan sebesar Rp 50 juta untuk digunakan sebagai penguatan modal. Di tahun 2011 lalu, di wilayah Bali, sudah disalurkan hingga Rp 2,7 miliar. “Syarat utamanya koperasi harus sehat dan tidak berskala besar,” ujarnya.
Paska dikuranginya bantuan-bantuan bagi koperasi, kata Patra, pertumbuhan koperasi baru mulai agak selektif. “Karena saat pengajuan izin, kami juga sangat selektif. Kammi ingin koperasi itu benar-benar dikelola dengan baik,” tegasnya.
Saat ini tercatat ada 4.352 unit usaha koperasi di Bali. Dari jumlah itu, hanya 3.882 unit koperasi yang sehat. (viani)