Pesta Kesenian Bali (PKB) memang telah menjadi agenda rutin di Bali. Kegiatan yang dilaksanakan di Art Centre Denpasar ini bukan hanya memberikan ruang bagi seniman untuk berekspresi. Pada kesempatan ini ruang juga diberikan pada UMKM untuk mengenalkan produknya kepada masyarakat luas. Para pelaku UMKM bisa melakukan promosi kepada para pengunjung. Konsumen yang memerlukan produk tertentu juga tak perlu repot-repot datang ke sentra produksinya karena dalam kegiatan ini hadir pelaku UMKM dari seluruh Bali bahkan ada yang dari luar Bali.
Hanya saja dari tahun ke tahun tak ada dampak signifikan yang bisa didapat pelaku UMKM di event budaya tahunan ini. Bahkan ada yang menyatakan bahwa hasil yang didapat para peserta pameran terus menurun. Pun UMKM yang terlibat dalam pameran hanya itu-itu saja. Padahal jika dikelola secara tepat, acara yang digelar sebulan penuh ini bisa menjadi sebuah kesempatan emas bagi pelaku UMKM untuk mendongkrak omzet bahkan untuk mendapatkan order.
Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Prof. Dr. Wayan Ramantha mengungkapkan, sejatinya acara Pesta Kesenian Bali bisa menjadi kesempatan untuk meningkatkan UMKM di Bali. Hanya saja tak dipungkiri sekarang, kondisi ideal ini justru belum mampu tercipta. Antusiasme pengunjung dirasa kurang terhadap produk-produk UMKM peserta pameran.
Menurutnya ini terjadi karena peserta pameran belum mampu menyediakan produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pasar (pengunjung) lokal yang menjadi pengunjung utama dalam PKB. Kondisi inilah yang membuat tak begitu banyak pengunjung yang kemudian melakukan transaksi apalagi sampai melakukan pemesanan dalam peelaksanaan PKB.
“Pesta Kesenian Bali juga harusnya menjadi pesta bagi produk-produk kerajinan. Acara ini sebenarnya merupakan momentum bagi para perajin untuk memperkenalkan produk di pasaran lokal karena pengunjungnya juga kebanyakan warga lokal. Karenanya para perajin perlu menyesuaikan produk dengan kebutuhan pasar. Kalaupun ada wisatawan yang datang, jumlahnya juga tak terlalu banyak, dan jika mereka yang disasar tetap juga perajin harus mampu menyediakan produk sesuai dengan selera mereka,” ujarnya.
Kegiatan pameran yang dirangkai dengan berbagai pertunjukan seni sejatinya memberikan keuntungan bagi para perajin. Mereka tak perlu melakukan promosi secara khusus karena biasanya mereka yang datang untuk menyaksikan pertunjukan akan menyempatkan diri untuk melihat pameran. Bandingkan jika yang dilaksanakan hanya pameran UMKM, maka yang datang pasti hanya dari kalangan yang sangat terbatas.
Inovasi Produk
Jika memang pelaku UMKM ingin mendongkrak penjualannya melalui keiktusertaan dalam PKB, menurut Ramantha, kreativitas menjadi hal yang paling penting untuk dimiliki. Mulai dari proses produksi hingga bagaimana mereka memajang produk hingga menarik bagi pengunjung.
Peningkatan dan inovasi harus mampu ditunjukkan oleh para perajin. Produk yang dihasilkanpun tak bisa monoton dan hanya itu-itu saja. Kondisi semacam ini akan menimbulkan kejenuhan pada pasar dan konsumen tentu akan beralih pada produk yang lain. Di sinilah para perajin memerlukan kreativitas untuk meng-upgrade produknya sehingga sesuai dengan perkembangan selera pasar.
“Produk kerajinan sangat identik dengan kreativitas dan inovasi, perajin tak bisa bertahan jika produk yang dihasilkan monoton tanpa pembaruan. Misalnya saja produk tekstil, produk semacam ini terus mengalami perubahan baik dari kualitas bahan aupun design. Selera konsumen juga terus-menerus berubah. Di sinilah para perajin dituntut untuk mampu mengikuti selera pasar atau bahkan menciptakan sesuatu yang baru yang mampu membuat pasar tertarik untuk bisa bertahan.
Kalah Saing Dengan Kaki Lima
Sementara itu dari sisi pemerintah dirasa memang perlu dilakukan promosi yang lebih intensif. Promosi lebih pada hal yang sifatnya publikasi serta pemasyarakatan dan bukannya melalui iklan-iklan yang sifatnya komersial. Promosi secara berlebihan dirasa kurang pas mengingat PKB sebagai suatu pesta kesenian mengemban misi sosial, budaya dan bukannya ekonomi.
Dari sisi penataan dan pemasyarakatan pameran memang diperlukan perbaikan. Kemasan pameran tak bisa monoton sehingga menimbulkan kejenuhan bagi pengunjung. Pengunjung tak bisa digiring untuk melihat pameran UMKM sebagaimana mereka digiring untuk melewati deretan pedagang kakai lima yang berjualan di sekitar areal PKB.
Tentu sangat ironis jika UMKM yang merupakan bagian dari PKB yang harus membayar sewa stand lebih mahal, ternyata omzetnya tak seberapa besar. Bandingkan dengan pedagang kaki lima yang tak ada kaitannya sedikitpun dengan PKB dan membayar sewa stand lebih murah, ternyata sangat ramai dikunjungi, dan meraup keuntungan yang tak sedikit setiap harinya.
“Pengunjung seringkali dipaksa untuk melewati pedagang kaki lima, sebenarnya ide ini bisa diadaptasi pada pameran UMKM. Pengunjung bisa juga diarahkan. Tentu di satu sisi juga harus dilakukan perbaikan tampilan. Jika ke pedagang kaki lima saja pengunjung bisa diarahkan, kenapa ke pameran yang memang menjadi bagian dari PKB hal ini tak bisa dilakukan?” ujarnya.
Agar lebih menarik, maka sebaiknya para peserta bukan hanya menampilkan produk dalam pameran, melainkan juga disertai demo bagaimana proses produksi dilakukan. Ini, di samping untuk memberi pengetahuan kepada masyarakat, juga untuk membuat masyarakat mengerti sehingga menghargai karya para perajin.
“Misalnya kain endek ditampilkan bagaimana kain ini dibuat. Atau perhiasan yang dibuat secara handmade, tampilkan bagaimana proses pembuatannya. Jika masyarakat tahu pembuatannya sulit dan perlu waktu yang lama, mereka akan bisa menghargai produk dan merasa wajar jika harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan yang diproduksi secara massal. Memang untuk ini diperlukan tempat yang lebih luas karenanya yang tak ada kaitannya dengan PKB harus dikurangi sehingga bisa proporsional.”(ayu)