Minggu, 28 Oktober 2012

UMKM INDONESIA, SIAPKAH HADAPI AEC 2015? (Edisi X/2012)



Oleh :
Cok Widyawati


Akhir-akhir ini Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI sibuk melakukan sosialisasi berkaitan dengan implementasi ASEAN Community pada tahun 2015. Ini menjadi penting, karena regionalisme merupakan isu yang populer pada era pasca perang dunia II. Berbeda dari proses integrasi Uni Eropa, ASEAN Community akan memulai proses integrasi dengan tiga pilar -- Political Security, Economic dan Sosio-Cultural Community.

Asean Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, merupakan kesepakatan negara-negara di ASEAN tertuang di dalam AEC Blue Print.  Salah satu pilar dari AEC tersebut yaitu Elemen Pasar Tunggal berbasis produksi. AEC 2015 akan diwujudkan dengan melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga terampil secara bebas dan arus modal secara bebas.  Dengan mekanisme pasar bebas diharapkan akan terbentuk jaringan produksi regional ASEAN. 

Komponen perdagagan bebas tersebut meliputi penurunan dan penghapusan tarif secara singnifikan maupun penghapusan hambatan non tarif sesuai dengan kesepakatan AFTA. Di samping itu perlu dilakukan peningkatan fasilitas perdagangan seperti prosedur kepabeanan, pembentukan dan penerapan Asean Single Window, mengevaluasi skema Common Effectif Preprefential Tariff (CEPT) Rule of Origin (ROO), maupun melakukan harmonisasi standard dan kesesuaian (standard and comformance).

Untuk mewujudkan hal tersebut negara anggota ASEAN telah menyepakati ASEAN Trade in Good Agreement (ATIGA) pada KTT ASEAN 14-27 Februari 2009 di Chaam, Thailand.  ATIGA yang diharapkan berlaku 180 hari dari tanggal kesepakatan tersebut bertujuan untuk :

1. Mewujudkan kawasan arus barang yang bebas
2. Meminimalkan hambatan dan memperkuat hubungan negara-negara ASEAN
3. Menurunkan biaya usaha
4. Meningkatkan perdagangan, investasi dan efisiensi ekonomi
5. Menciptakan pasar yang lebih besar dengan kesempatan dan skala ekonomi yang lebih besar untuk para pengusaha di negara-negara ASEAN
6. Menciptakan kawasan investasi yang kompetitif

Dengan ATIGA  diharapkan Indonesia mendapatkan manfaat antara lain:

1. Terciptanya kepastian hukum dalam menjalankan usaha di bidang perdagangan barang
2. Terbukanya peluang meningkatnya volume ekspor barang dari Indonesia ke negara-negara ASEAN
3. Terciptanya iklim usaha yang semakin kondusif dengan diterapkannya penghapusan ekonomi biaya tinggi dan penyederhanaan perizinan
4. Meningkatnya produktivitas internal untuk memperkuat daya saing
5. Meningkatnya kemampuan pelaku usaha di ASEAN melalui pemanfaatan berbagai kerjasama ekonomi yang disepakati.
6. Adanya kemudahan dan penyederhanaan prosedur kepabeanan, perizinan dan imigrasi bagi pelaku usaha dan pihak-pihak terkait dengan pelaksanaan persetujuan ini.
7. Terciptanya perdagangan barang yang lebih terprediksi, adil, transparan dan terstandarisasi.
8. Terciptanya lapangan kerja baru dan berkurangnya kesenjangan sosial masyarakat sebagai akibat dari meningkatnya penanaman modal di negara Indonesia
9. Terbukanya peluang pemanfaatan teknologi diantara negara anggota
10. Meningkatnya keterlibatan sektor swasta dalam perdagangan barang sehingga peran Indonesia nyata dalam mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN 2015.

Sebagai konsekuensi dari arus perdagangan bebas tersebut, Indonesia tidak hanya dapat manfaatnya, tetapi juga mendapatkan tantangan dengan semakin terintegrasinya negara-negara ASEAN sehingga Indonesia mesti meningkatkan daya saing dengan cara :

1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas dan kualitas produksi
2. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing
3. Memperluas jaringan pemasaran
4. Meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi termasuk pemasaran dan lobby.

Tahun 2015 sudah semakin dekat, dan sudahkah pelaku-pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) Indonesia, siap menghadapi arus perdagangan bebas tersebut?  Siap atau tidaknya, terutama di sektor usaha kecil dan menengah (SME’s) adalah juga sangat tergantung pada pemerintah sebagai pembina dan pengayom masyarakat, apakah telah mampu menciptakan iklim usaha sebagaimana yang diharapkan agar UKM Indonesia mampu memiliki daya saing.

Tantangan  yang masih dihadapi oleh para UKM Indonesia saat ini tidak sedikit, dalam melakukan usahanya yang belum mampu memiliki daya saing sebagaimana yang diharapkan :

1. Belum adanya kepastian hukum terutama untuk para pengusaha ekspor dimana belum adanya penyederhanaan prosedur ekspor dan perizinan yang melibatkan beberapa departemen/kementerian, dikarenakan satu sama lain masih belum bersinergi sehingga proses tersebut belumlah efektif dan efisien. Bahkan belum mampu mengurangi ekonomi biaya tinggi.  Ini membuat UKM Indonesia belum mampu meningkatkan daya saingnya terutama di bidang harga karena biaya yang dikeluarkan masih relatif besar.
2.  Belum adanya kebersamaan/sinergi/koordinasi di antara department terkait, sehingga masing-masing seakan-akan menjalankan program kegiatan masing-masing. 
3. Belum adanya kemudahan biaya-biaya yang difasilitasi pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing produk UKM Indonesia terutama yang bernilai kreasi dan seni yang tinggi dikarenakan masih belum sederhana proses prosedur HAKI (Hak Kekayaan Intelektual), bahkan negara sering kecolongan untuk urusan ini.  Biaya-biaya tinggi juga masih ditemui dalam urusan lainnya seperti perpajakan, birokrasi, permodalan, kepabeanan.
4. Masih tingginya tingkat korupsi di Indonesia, sehingga menghambat pencapaian program tepat pada sasarannya. Sedangkan masyarakat UKM Indonesia masih sangat memerlukan stimulus ini untuk merangsang mereka terutama yang masih berskala mikro dan kecil.
5. Perubahan Iklim dan cuaca yang tidak menentu juga mempengaruhi iklim usaha terutama pada usaha-usaha yang tergantung dengan kondisi iklim dan cuaca tersebut seperti pertanian, peternakan, perikanan dan kelautan.

Selain tantangan eksternal, UKM Indonesia juga masih menghadapi tantangan internal di antaranya, kemampuan SDM yang masih rendah. Ini dikarenakan pendidikan maupun jiwa kewirausahaan yang masih rendah pula.  Banyak masyarakat Indonesia yang belum menyadari betapa pentingnya peranan pendidikan dan jiwa kewirausahaan ini dimiliki agar mampu berdaya saing menghadapi SDM dari negara anggota ASEAN lainnya dalam menghadapi masyarakat Ekonomi Asean 2015 tersebut.  Kemampuan SDM tersebut juga dalam hal kemampuan menghasilkan produk-produk yang memiliki daya saing baik dari segi kualitas, inovasi produk, kemasan dan service purna jual.

Untuk UKM di Bali sendiri, masih harus banyak mengejar ketertinggalan akan komponen-komponen yang harus disiapkan dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015 tersebut. Ketertinggalan itu hanya bisa dikejar dengan cara keberpihakan dan kesadaran pemerintah dalam komitmen mereka untuk menciptakan iklim usaha dengan ekonomi biaya rendah dan prosedur perizinan di segala sektor yang berhubungan dengan usaha diciptakan sesederhana dan seefisien mungkin agar mampu memberikan biaya usaha yang rendah, sehingga produk-produk UKM Indonesia mampu bersaing baik dari segi kualitas maupun kuantitas bahkan harganya.

Jika bukan dari pemerintah dan stakeholder lainnya yang terkait (tentu juga dukungan dari legislatif sebagai wakil rakyat dalam penentuan program dan anggaran). Siapa lagi yang akan mampu men-support dan mendorong UKM kita untuk bisa bersaing?

Apakah kita akan membiarkan, kita hanya menjadi objek di negeri kita sendiri?  Apakah kita akan membiarkan anak-cucu kita hanya bisa membeli produk-produk luar sedangkan kita memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah, juga kemampuan intelektual anak bangsa yang tak kalah pintarnya dengan mereka di negara-negara ASEAN lainnya?

Mari bergandeng tangan bersama, menciptakan dan melaksanakan program-program yang berkelanjutan yang mampu meningkatkan kemampuan SDM UKM Indonesia dalam hal menciptakan produk yang berkualitas, berdaya saing, penuh dengan kreatifitas dan memiliki jiwa kewirausahaan yang tangguh dalam menghadapi segala tantangan.  Bergandeng bersama, baik para pelaku UKM, pemerintah (eksekutif, legislatif dan yudikatif), pengusaha besar/swasta lainnya bermitra bersama-sama saling support satu dengan yang lain untuk mengurangi tantangan-tantangan yang dihadapi sehingga UKM Indonesia mampu eksis di negeri sendiri dan berdaya saing di pasar bebas dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (Asean Economic Community 2015).

Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA