Selasa, 25 Desember 2012

Mengenal Yogya dari KERATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT (Edisi XII/2012)

Rasanya terbayar  lunas letih kaki menelusuri setiap sudut kota Jogya di bawah terik matahari. Sapa ramah penghuninya membuat kota pelajar ini begitu hangat dan akrab bagi siapapun yang baru mengunjunginya atau sudah berulangkali datang. Suasana unik Malioboro, gudeg khas Jogya, aneka bakpia dan jajanan pasar lain, sungguh sebuah pesona yang menawan. Ada  satu tempat lagi yang menjadi ikon keagungan kota Jogya yang wajib Anda kunjungi, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ayo mengenalnya lebih dekat.

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Keraton ini juga merupakan salah satu objek wisata di kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk pemberian raja-raja Eropa, replika pusaka keraton dan gamelan. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
Keraton Yogyakarta didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada 1756, beberapa bulan paska perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Perjanjian Giyanti berisikan pembagian Mataram menjadi dua yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Surakarta bergelar Paku Buwono II dan yang berada di Yogyakarta bergelar Pangeran Mangkubumi. Batasnya, dari Prambanan ke Timur wilayah Surakarta dan Prambanan ke Barat adalah Yogyakarta.

Secara fisik, di atas tanah seluas 14 hektar istana Sultan Yogyakarta, memiliki tujuh bagian inti yaitu Siti Hinggil LER (Alun-alun Utara), Kamandhungan LER (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Alun-alun Selatan). Keraton dalam pemikiran masyarakat Jawa digambarkan sebagai pusat jagat. Tata ruang keraton memiliki dua bagian yaitu Bangsal Kencana dan gedung Prabayeksa. Bangsal Kencana berfungsi sebagai tempat pertemuan agung seperti perkawinan, halal bihalal, tempat upacara persemayaman jenazah Sultan serta untuk menjamu tamu agung. Gedung Prabayeksa berfungsi sebagai tempat menyimpan pusaka keraton seperti keris. Setiap bulan sura benda pusaka milik keraton tersebut harus dicuci dan disucikan.

Ngadiyo, seorang tour guide yang bertugas di wilayah keraton menjelaskan, keraton berasal ratu yang mendapat awalan dan akhiran ke-an yang berarti tempat tinggal raja dan ratu. Secara garis besar wilayah keraton memanjang 5 km ke arah selatan hingga Krapyak dan 2 km ke utara berakhir di Tugu.
Secara filosofis keraton dilambangkan sebagai jasmani dengan raja sebagai lambang jiwa sejati yang hadir ke dalam badan jasmani. Keraton menuju Tugu diartikan sebagai jalan hidup yang penuh godaan. Pasar Beringharjo melambangkan godaan wanita. Gedung kepatihan melambangkan godaan akan kekuasaan dan tahta. Mengurai secara sederhana, Tugu perlambangan lingga (laki-laki) sedangkan Krapyak sebagai yoni (perempuan) dan keraton dilambangkan  sebagai jasmani yang berasal dari lingga dan yoni tersebut.

‘’Kesakralan nilai sejarah dan budaya keraton selalu menarik minat wisatawan, khususnya pelajar yang rutin datang saat musim libur tiba,” ujar Ngadiyo. Menurut Ngadiyo, masih ada saja yang tidak menjaga perilaku dan tata krama saat memasuki keraton ini. Sudah tahu dilarang atau tidak boleh diinjak, tapi masih saja dilanggar,’’ sesal Ngadiyo. Masih menurut Ngadiyo, bila terjadi sesuatu pada pengunjung yang tidak mengindahkan peraturan yang berlaku, para pemandu tidak menanggung risikonya. Untuk itu pengunjung disarankan untuk tetap sopan baik dalam bertutur dan bertindak selama berada di wilayah Keraton Yogyakarta ini. Saat ditanyakan tentang kesejahteraan para abdi dalem dan pemandu yang bekerja untuk Keraton Yogyakarta, Ngadiyo mengatakan sangat mensyukuri apa yang telah diperolehnya selama mengabdi di keraton Yogyakarta. Setiap akan menjelaskan atau menceritakan hal yang sifatnya sakral, Ngadiyo kerapkali mencakupkan tangan seperti menyembah atau memberi hormat memohon izin sebelum bercerita.

Nilai-nilai filsafat serta mitologi yang mengelilingi Keraton Yogyakarta kerap menarik minat untuk mengenalnya lebih dekat. Bangunan megah lambang keagungan Yogyakarta yang setiap tahunnya semakin menua itu, tidak akan pernah menghapus sejarah yang terukir di sana. Kekaguman akan kesetiaan para abdi dalem yang mengabdikan hidupnya selama puluhan tahun pada Keraton Yogyakarta ini membuat mereka begitu istimewa. Ngadiyo pun berharap semakin banyak pengunjung yang datang mengunjungi keraton, mengetahui sejarah dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya akan membuat manusia selalu ingat akan jati dirinya. Bicara tentang Jogya adalah bicara tentang eksistensi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dulu, kini, dan di masa depan, semoga makin dicintai. (wind)
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA