Minggu, 27 Januari 2013

WORLD MUSIC MEMBAHANA DARI BALI (Edisi I/2013)

Aransemen musik dunia membahana di pelataran Peninsula Beach kawasan Bali Tourism Development Corporation (BTDC) Nusa Dua, Bali dengan pengunjung tumpah ruah, pada November lalu. Indonesian Music Expo (IMEX 2012) digelar dua hari. Menuju musik sebagai bahasa universal.

Penampilan group musik ensambel Modero asal Palu, Sulawesi Tangah, memukau panggung IMEX 2012. Berpadu serasa gamelan dan tabuh-tabuhan yang menandaskan etnisitas Sulawesi Tengah, group musik yang dimotori oleh Amin Abdullah sebagai music director ini seakan menerabas batas diantara penonton dengan pemain musiknya. Iramanya rhytmic nan rancak memadu di panggung yang luasnya 30 X 10 meter itu.
Warna musik etnik dengan alat musik kakula, gamba-gamba, rebana, lalove, ukulele pare'e, gendang, gong, dan tambourine, mengulas tuntas performance asal Sulawesi ini. Jangan heran, jika para personilnya ternyata terdiri dari berbagai profesi dengan status sosial yang beragam pula. Pegawai negeri, pemadam kebakaran, penjual coto, penggembala ternak, dokter bahkan dukun pun ada. Semua kompak dengan memainkan lagu etnik khas Sulawesi berjudul Ndua-ndua, Lalove-love, Adamporsalaman, Pompaura dan Kakula-kula.
Hampir tak ada batas dalam perhelatan musik di event ini. Semuanya memadu tari, musik khas dengan warna dunia dalam iringan ensambel ini. Dan tentu bukan hanya ensambel yang berlaga di perhelatan ini. Semua pemusik dunia sedang menggoyang Nusa Dua di November lalu.

Gairah seniman ensambel asal Sulawesi Tengah itu tentu menjadi bagian tersendiri dalam menetapkan langkah dari pergulatan world music yang akan bersanding dengan musik mainstream pada umumnya. Persandingan antara budaya, etnik dan nilai budaya masyarakat dengan musik yang harus peka dengan zaman itu menandai sebuah hal penting dalam perhelatan IMEX 2012. Tidak saling meniadakan, tetapi berjalan beriringan untuk memunculkan nilai baru dalam bermusik.
Franki Raden, kurator IMEX 2012 mengungkapkan tentang keinginannya bahwa ternyata Indonesia tengah memiliki musik dunia yang layak dipertontonkan. Tak hanya di Sulawesi saja. Bali misalnya, memiliki banyak ragam musik yang khas dan etnik, yang menjadi nilai Budaya tersendiri.

Perhelatan IMEX di tahun 2012 ini ternyata tak hanya menampilkan pelakon musik dalam negeri. Banyak seniman musik dunia seperti Kailash Kokopeli, seniman musik asal Switzerland, Clio Karabelias, pemain harpa asal Yunani, Pejman Jahanara, pemusik sufi asal Iran, Wang Ying, pemetik alat musik pipa asli Cina, mencoba memadu hati menyuguhkan sosialisasi tentang world music. Ragam alat musik dimainkan, dari mulai gendang sunda, seruling suku Indian dan world stick -- sejenis gitar dengan 3 senar berpadu apik menjelaskan kekayaan musik dunia dari berbagai kebudayaan dunia.

Layak, jika pengunjung terkesima seakan terhipnotis dengan jam session itu. Sesuatu yang baru tengah didapatkan bagi publik yang mengunjungi panggung IMEX 2012 malam itu. Musik sebagai bahasa etnisitas yang selalu membingkai universalitas, adalah pesan dari keyakinan Franki sang kurator itu. Dan lebih dari itu, Bali akan dipermak menjadi pusat musik dunia pada proyek besarnya nanti. “Musik klasik pusatnya di Viena, musik jazz pusatnya di Chicago, blues juga sudah ada pusatnya. Tetapi yang belum didapati adalah musik dunia atau world music. Dan Bali adalah tempat yang pas untuk kreasi musik dunia ini,” ujar Franki.
Alasan tepatnya, menurut Franki, IMEX adalah urusan membangun dan menciptakan kesempatan untuk memposisikan diri. “Bukan karena saya punya ambisi, tetapi saya punya alasan yang kuat bahwa negeri kita adalah negeri yang paling kaya dengan ragam musik. Bagaikan Biodiversity, Indonesia memang paling kaya musiknya,” ujarnya.

Apa yang dilakoni Franki, menurut Bens Leo, kritikus musik gaek itu, bahwa IMEX ini adalah awal yang baik. Yang ia ketahui, cita-cita IMEX dan membangun pondasi tentang world music ini adalah cita-cita Franki sejak 4 tahun lalu. Franki memang berkeinginan besar untuk menciptakan Bali sebagai pusat musik dunia. Mungkin karena Bali adalah tempat dimana persebaran adat dan budaya dunia internasional dan nasional, selalu bertemu di Bali ini. Tidak hanya sebatas unggulan wisata, tetapi ada relasi antarsuku dan peradaban dunia di Bali ini.

Tak ingin sekadar Expo musik, Fariz RM saat ditemui di Nusa Dua, menggagap semua genre bisa disebut world music jika memiliki nilai dari akar kebudayaan masyarakatnya. “Main apa saja boleh, semua sah. Yang terpenting di prosesnya adalah kolaborasi di antara kulturnya,” ungkap Fariz RM.
Alasannya, world music itu standard yang dibuat oleh masyarakat sendiri. Untuk  itu, bagi Fariz RM, yang terpenting adalah menetapkan standar baru yang mempertimbangkan musik bukan lagi standar hiburan semata. Dan itu harus melalui proses panjang untuk membangun identitasnya. “Ini adalah capaian besar agar musik menjadi bahasa dunia atau bahasa universal,” tandas Fariz lagi.

Tak sekadar festival biasa, kembali lagi Franki menjelaskan banyak hal yang sarat akan pesan tentang IMEX yang akan menetapkan diri sebagai ajang promosi world music. “Ini adalah musik dunia atau world music. Yang tak sekadar musik mainstream yang terdengar nge-pop di banyak media. Paling tidak, festival ini adalah bagian dari penggalian musik untuk kebudayaan baru bagi peradaban  di zaman ini,” ujar Franki
Sayangnya, IMEX belum menjadi “panggung utama” dan selalu menumpang di even tahunan pihak lain. IMEX pertama di tahun 2011, menumpang pada perhelatan ASEAN Fair di Peninsula Beach Nusa Dua. Untuk yang ke-dua di tahun 2012 ini, di tempat yang sama pula IMEX menumpang pada even Nusa Dua Fiesta yang diselenggarakan oleh BTDC. Padahal, isi dari IMEX selalu menyuguhkan banyak hal tentang idealisme bermusik ala world music. Sayangnya belum ada pihak yang tepat untuk membingkai IMEX sendiri sebagai perhelatan musik dunia yang dibingkai dari Bali. Semuanya masih butuh proses pendalaman dan pengertian dari pemerintah sendiri. Potensi masih dilihat untung dan rugi, tetapi bukan untuk karya kreativitas yang akan membahana di dunia. Semoga terjadi perubahan dengan pola pandang ini. (beng)






Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA