Minggu, 24 Februari 2013

MENDIDIK ANAK TANPA MEMBUNUH KARAKTERNYA (Edisi II/2013)

Masa kanak-kanak merupakan masa paling indah dalam sejarah hidup manusia. Para orangtua pun makin dituntut kesadaran akan pentingnya peletakan nilai-nilai dan pendidikan yang benar pada anak-anak mereka. Mendidik anak tanpa membunuh karakternya, menjadi “PR” (pekerjaan rumah) terberat bagi para orangtua masa kini. Sanggupkah orangtua mendidik anak-anaknya tanpa kekerasan?

Mengusung Tema ‘’Membangun Keharmonisan Jutaan Keluarga Indonesia, Mendidik Anak Tanpa Kekerasan’’, MNC Group & Permata Bank bekerjasama dengan Tabloid Mom & Kiddie menyelenggarakan talkshow bersama pakar pemerhati anak, DR.Seto Mulyadi,Psi.,MSi. di Lavender BallRoom Hotel Aston Kuta, 19 Januari 2013.

 Melihat begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak Indonesia dewasa ini, membuat para pakar pemerhati anak begitu prihatin. Mereka menyerukan slogan “Stop Kekerasan Terhadap Anak!”
DR.Seto Mulyadi,Psi.,MSi., atau akrab disapa Kak Seto mengungkapkan, bahwa semua anak pada dasarnya cerdas. Spektrum cerdas yang begitu luas menjadikan anak harus dihargai di rumah, apapun potensi yang dimilikinya. ‘’Kecenderungan para orangtua bahwa semakin nurut anaknya, maka semakin bangga orangtuanya,’’ ujar Kak Seto. ‘’Zaman sekarang, anak ke sekolah sudah tidak menenteng tas lagi melainkan bawa koper,’’ tambah Kak Seto yang langsung disambut tepuk tangan dan gelak tawa dari peserta Talkshow.

Beratnya kurikulum sekolah kerap membuat anak merasa sekolah ibarat penjara. Menurut Seto Mulyadi, kurikulum pendidikan di Indonesia sangat padat. Kurikulum pendidikan tidak berpihak pada hak anak, dan ini merupakan kekerasan yang dialami anak-anak Indonesia.
Hanya ada dua hal bagi anak-anak yang menyenangkan di sekolah, yaitu jam istirahat dan waktu pulang! Tekanan sekolah yang berat ini akan membawa dampak pada anak, seperti gelisah, cemas, rendah diri hingga ingin bunuh diri.

Pendidikan karakter seperti sopan santun, rendah hati, tidak mudah putus asa serta menghargai sesama manusia kini mulai dilupakan. Yang sibuk dikejar hanyalah kecerdasan intelegensia (IQ), padahal menurut Kak Seto IQ bukan segala-galanya.
‘’Sistem pendidikan harus lebih menghargai kreativitas anak, karena setiap anak dengan segala potensinya adalah unik,’’ imbuh Seto Mulyadi.

Kekerasan juga bisa ditimbulkan oleh media elektronika seperti televisi. Data yang diperoleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) bahwa 39,74%  tayangan TV di Indonesia berisi Iklan dan 30,97% berupa sinetron yang sifatnya kurang mendidik. Data Komnas Anak pada 2007 menyebutkan 4.500 remaja di seluruh Indonesia mengakses pornografi. Melihat realita yang ada dewasa ini, sudah sepatutnya keluarga sebagai pranata sosial dikembalikan lagi sesuai fungsinya. Kesibukan orangtua pada pekerjaan serta kurangnya komunikasi, mengakibatkan orangtua lupa mencari tahu apa potensi yang dimiliki anak-anaknya. Ambisi guru di sekolah yang hanya mengacu pada padatnya kurikulum pendidikan hingga mengabaikan pendidikan karakter pada anak, juga menjadi salah satu penyebabnya.

Kak Seto yang juga Ketua Dewan Pembina Komnas Anak ini menambahkan, mendidik anak bukan seperti menuangkan air ke dalam gelas. Yang perlu diperhatikan adalah memberdayakan potensi anak. Pasalnya, semua anak pada dasarnya senang belajar. Anak menjadi malas belajar karena faktor lingkungan. Maka ciptakan suasana gembira untuk memancing mood anak, sehingga belajar menjadi efektif bagi anak itu sendiri. Stop kekerasan pada anak (nda)
Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA