Minggu, 24 Februari 2013

BISNIS KASIH SAYANG ALA PANTAI KUTA (Edisi II/2013)

Valentine Day yang menembus hampir semua usia, semua lapisan dan pelosok sebagai Hari Kasih Sayang, juga dirasakan merambah dunia pariwisata. Dunia pelancongan ini memang dikenal toleran terhadap sesuatu yang  baru termasuk budaya popular. Begitu juga bisnis akomodasi wisata di Bali.

Bali, bagi siapa saja tentu  menjadi pengalaman tersendiri saat mengungkapkan kasih sayang. Pesona pantai dan kemagisan tempat-tempat di pulau seribu pura ini seakan menjadi syarat ungkapan cinta dan kasih kepada seseorang. Bagaikan puzzle, otak-atik mendesain bisnis akomodasi dengan pengalaman menyatakan cinta, menjadi inspirasi lahirnya paket event valentine day.

Pada momen seperti ini, kawasan Pantai Kuta memang paling diminati. Debur ombak yang memecah kehangatan hamparan pasir putih Pantai Kuta, menjadi sensasi tersendiri bagi setiap orang yang ingin menegaskan bingkai cinta di event Hari Kasih Sayang, 14 Februari. Begitu juga yang dilakukan oleh pihak manajemen Grand Istana Rama, hotel yang langsung “berhalamankan” pasir Pantai Kuta.
“Yang kami suguhkan adalah experiencing. Sesuatu yang unik dan tak terlupakan,” kata Andi Ananto,  General Manager Hotel Grand Istana Rama saat ditemui Tabloid Galang Kangin di Kuta.
Merancang dan membingkai sedemikian rupa secara unik yang membuat setiap tamunya terkesan, sudah menjadi bagian dari manajemen hotel ini, selain akomodasi. Valentine Day, kata Andi, adalah kombinasi budaya yang tak bisa lepas dari kelompok sasaran youngster atau anak muda. Kehidupan malam bukan berarti pesta meriah, melainkan suasana tepi pantai yang romantis dengan penataan yang apik di hamparan pasir pantainya.

“Candle light dinner dan penataan kamar yang romantis menjadi rancangan kami. Ini adalah beyond satisfaction,” katanya.

Tentu saja, apa yang dilakukan oleh pihak Grand Istana Rama sudah didasarkan riset permintaan atau penyesuaian dengan demand yang ada. Kunci utamanya, menjual ide berbasis pengalaman. Permintaan disesuaikan dengan segmen wisatawan yang domestik ataupun mancanegara khususnya anak muda Australia, yang 80 % menjadi market Kuta. 

Sebenarnya, ide yang dinyatakan Andi bukan hal baru, karena bersama stafnya, dia sudah memiliki pengalaman membuat service yang memuaskan pada paket valentine di hamparan pasir Pantai Kuta.
4 hingga 5 meja akan di set up di depan hotel tepat di pasir Pantai Kuta pada malam hari tepat di tanggal 14 Februari. Tiap meja dipasangi obor untuk mendapatkan kesan romantis. Lalu, dua hingga tiga staf hotel bertugas melayani tamu yang berada tepat di depan hotel tersebut.

     “Ada dua metode service yang kami tawarkan. Yang pertama kami memberikan paket set menu, dan service lainnya kami tawarkan live, dengan langsung memasak di tepi pantai yang biasanya diminati oleh tamu grup yang juga ingin mengapresiasi momen Valentine,” kata pria yang juga menjabat sebagai biro promosi dan marketing luar negeri PHRI Kabupaten Badung ini.

Strategi mengulang service paket valentine ini memiliki kualitas tersendiri. Memang, kata Andi, secara revenue kualitasnya cukup membuat puas dari pengalaman tamu. Secara kuantitas, jumlah tamu peminat masih belum banyak. Dengan pengalaman itu, manajemen hotel kembali membuat hatrick dengan segala strateginya. Pihak manajemen pun sadar dengan kondisi pada bulan Februari dimana momen Valentine itu berlangsung, adalah musim low season. Wisatawan belum ramai.

“Secara profit masih belum kami pikirkan, tetapi paling tidak, sesuai ide awal kami menyuguhkan diferensiasi. Merayakan Valentine tak harus berpesta dengan hingar-bingar. Kami mencoba menyuguhkan silang budaya, bahwa Valentine memang budaya Barat, tetapi boleh jadi budaya Bali juga disuguhkan dalam momen Valentine untuk entertain-nya. Banyak kok seni budaya Bali yang bisa disambungkan untuk hari Valentine ini,” katanya.

Ungkapan Andi memang terkesan syarat pesan. Boleh jadi karena dia memang piawai dalam mengemas produk wisata budaya dengan berbagai momen popular. Misalnya view makan malam di tepi pantai. Kalau mengacu pada target market wisatawan negeri Kanguru, pesona itu sudah pasti ada di negeri tersebut. “Tetapi, kombinasi Bali Dance atau dekorasi canang yang tiba-tiba menghias di tengah hari kasih sayang, tak akan dijumpai di Australia,” ujar Andi.

Boleh jadi inilah tantangan yang dihadapi oleh manajemen hotel untuk mengkreasi event Hari Kasih Sayang itu. Memaknai cinta dan kasih sayang tak harus pada personal seseorang. Kendati begitu, ada hal yang lebih besar dari itu. Mencintai kebudayaan lokal dengan berbagai kombinasi silang budaya di Hari Kasih Sayang yang mendunia itu. Ada nilai lain untuk membangkitkan revenue dampak ekonomi dari sektor wisata itu. (beng)


Bagikan

SAJIAN TERBARU LAINNYA