Senin, 28 November 2011
KOPERASI SENIMAN WAYANG KULIT SUKAWATI BERTAHAN DI TENGAH KETERBATASAN (Edisi 11)
Gianyar selama ini dikenal sebagai salah satu pusatnya seni di Bali. Banyak seniman lahir di sini, tak hanya itu berbagai bentuk kesenian juga berkembang di daerah yang dijuluki sebagai sebun seni ini. Perkembangan dunia pariwisata juga turut mendorong perkembangan kesenian ini.
Hanya saja bukan berarti tak ada ancaman bagi keberadaan seni dan para senimannya. Seni yang perkembangannya semakin mengikuti perkembangan dan permintaan pasar membuat seni cenderung mengarah pada seni kontemporer. Sementara seni-seni klasik yang peminatnya cenderung berkurang makin tergerus keberadaannya.
Kondisi inilah yang membuat pemerintah merasa khawatir dan memutuskan untuk memberikan bantuan bagi keberadaan kesenian klasik. Salah satu kelompok seni yang diberikan perhatian ini yakni kelompok seniman wayang kulit yang ada di Banjar Babakan, Desa Pakraman Sukawati. Bermaksud menyelamatkan keberadaan para seniman, pemerintah memberikan bantuan modal guna membentuk koperasi seniman wayang kulit.
I Wayan Laksana, S.Pd., pelaksana operasional Koperasi Seniman Wayang Kulit Sukawati menceritakan ide pembentukan koperasi telah ada sejak tahun 2005. "Pada tahun 2005 pemerintah melalui camat dan kepala desa sempat menyampaikan kepada para seniman agar membentuk sebuah wadah, yakni koperasi untuk menjaga keberadaan kesenian wayang kulit khususnya yang ada di Babakan, Sukawati ini," ungkapnya.
Ternyata saat ide ini disampaikan kepada para seniman, sempat muncul pro dan kontra. Tak semua seniman setuju dengan ide pembentukan koperasi ini. Alasannya bukan para seniman tak ingin dibantu, akan tetapi mereka merasa tak mampu untuk mengelola bantuan yang diberikan pemerintah. Para seniman khawatir bantuan yang diberikan pemerintah tak bisa dikelola dengan baik dan justru menimbulkan masalah.
"Para seniman merasa tak akan mampu mengelola bantuan yang diberikan pemerintah maupun mengelola koperasi. Para seniman juga tak ingin terikat. Seperti biasa, mereka ingin bebas untuk berkreasi. Sementara di sisi lain pemerintah tetap ingin agar seni yang ada di Babakan ini terus berkembang khususnya kesenian wayang kulit," tutur Laksana.
Perhatian pemerintah terhadap keberadaan seniman wayang kulit yang ada di Banjar Babakan bukan tanpa alasan. Banjar Babakan dikenal sebagai pusat dan akar perkembangan kesenian wayang, bukan hanya di Gianyar, tetapi juga bagi Bali. Bahkan generasi dalang tertua ada di banjar ini. Perkembangan seni wayang dan pedalangan bersumber dari daerah ini.
Pro dan Kontra yang sempat muncul akhirnya mencair setelah dilakukan tiga kali pertemuan antara pemerintah dan seniman. Para seniman akhirnya menerima anjuran pemerintah untuk membentuk sebuah wadah yakni koperasi. Hanya saja tak semua bantuan yang telah diberikan dialokasikan sebagai dana operasional. Dari seluruh bantuan yang diterima, 50% diantaranya tetap disimpan. Bahkan meskipun badan hukum telah terbit sejak tahun 2005, baru 2007 koperasi ini memulai operasionalnya.
“Kami mendapatkan bantuan sebesar Rp 100 juta dari Kementerian Koperasi, sementara bupati memberikan bantuan sebesar Rp 11 juta. Karena kami tak terlalu yakin dengan kemampuan kami dalam mengelola bantuan ini, maka hanya setengahnya yang dijadikan modal operasional. Sisanya kami simpan,” terangnya.
Kantor Pinjam
Meski telah berjalan selama empat tahun, sampai saat ini koperasi seniman ini hanya melayani bantuan peminjaman modal pada anggotanya. Keterbatasan sumber daya menjadi salah satu alasan mengapa koperasi ini belum juga membentuk unit usaha baru seperti pelayanan simpanan atau tabungan.
Kegiatan koperasi dilakukan di salah satu art shop milik Wayan Kurdana. Pun demikian dengan staf, hanya ada dua orang termasuk Wayan Laksana. "Operasional kami laksanakan di tempat ini. Kami belum memiliki kantor.Tempat ini juga masih kontrak. Yang bekerja juga kebanyakan dengan landasan ngayah demi kelangsungan keluarga dalang dan seniman wayang," ungkapnya.
Jumlah anggota koperasi ini juga tak cukup banyak. Ini dikarenakan ada persyaratan khusus yang wajib dipenuhi oleh seseorang yang akan menjadi anggota dari koperasi seniman wayang kulit ini. Mereka haruslah memiliki keterkaitan dengan seni pewayangan, baik dalam kaitannya dengan seni pedalangan maupun kerajinan wayang kulit.
Mereka yang bisa menjadi anggota koperasi ini haruslah seorang dalang, tututan atau pembantu dalang, juru gender, tukang ukir wayang atau tukang mewarnai wayang. Di samping itu mereka juga harus berasal dari Sukawati, khususnya daerah Babakan. Laksana menceritakan di awal pendiriannya, koperasi ini hanya beranggotakan 30 orang, sementara saat ini anggotanya telah berkembang hingga menjadi 75 orang.
Hibah Jadi Bergulir
Diakui memang bukan hal yang mudah untuk mengembangkan koperasi ini. Dari sisi keanggotaan, anggota hanya dibatasi pada mereka yang memiliki kaitan dengan seni wayang kulit. Bahkan dari sisi kewilayahan, juga dibatasi hanya yang berasal dari wilayah Banjar Babakan.
Berbagai pertanyaan menggatung di benak pengurus koperasi seiring dengan berjalannya koperasi ini. Bukan hanya tentang keyakinan akan kemampuan untuk mengelola bantuan yang diberikan, akan tetapi juga dari status bantuan yang diberikan. Bukan tanpa alasan pertanyaan ini muncul. Ketidaksesuaian status bantuan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi alasan kemunculannya.
"Dari Kementerian Koperasi, bantuan yang diberikan berupa hibah, akan tetapi entah mengapa saat sampai pada pemerintah daerah, status bantuannya berubah menjadi dana bergulir. Alasannya memang untuk keadilan dan pemerataan dengan seniman-seniman lain, tetapi mereka juga pernah berjanji jika telah dikembalikan, dana akan dikucurkan lagi. Tetapi sampai saat ini belum kami lihat buktinya," tuturnya.
Kewajiban untuk mengembalikan modal yang telah diberikan juga menjadi salah satu alasan mengapa koperasi wayang ini agak sulit untuk berkembang. Meski dari SHU yang didapat angkanya cukup baik, akan tetapi kewajiban pengembalian modal membuat asset koperasi dari tahun ke tahun tak pernah meningkat.
“Meski asset tak meningkat, di sisilain hutang kami terus berkurang. Sebenarnya bantuan ini berupa hibah, bahkan jika tak dikembalikan tak akan ada sanksi hukum. Sanksinya hanya berupa sanksi moral. Hanya saja kami tak ingin anak cucu kami dicap negatif, terlebih kami sebagai seniman wayang dikatakan tak mau mengembalikan modal yang diberikan pemerintah,” terang Laksana.