Hari AIDS Sedunia (HAS), diperingati setiap tahun oleh seluruh negara. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat tengah menyiapkan rangkaian HAS dengan berbagai hal. Buku pedoman pun tengah dilansir melalui Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak Republik Indonesia.
Tentu, buku ini diharapkan akan menjadi acuan pelaksanaan peringatan HAS di Indonesia tahun2012, 1 Desember 2012. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Agung Laksono selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA Nasional) berkeinginan besar bahwa permasalahan HIV/AIDS menjadi pekerjaan bersama bagi lintas sektor di negeri ini.
Menurutnya, kunci sinergi tak lain bagian pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia. Kenapa saat ini angka penderitanya cenderung meningkat, karena sebagian populasi memang memiliki risiko tinggi tertular virus ini. Jika tidak ada sinergi dukungan dari dunia usaha, ditambah dengan komitmen pemerintah tentang kepedulian terhadap AIDS, penanggulangan akan menjadi pepesan kosong.
Saat ini, menurutnya, peningkatan angka insidensi infeksi HIV, tidak lagi hanya terjangkiti kepada kelompok rentan pekerja seks atau pengguna narkoba. Namun, melihat perkembangannya, saat ini diyakini oleh Agung Laksono bahwa ibu rumah tangga dan bayi dalam kandungan juga menghadapi risiko tinggi terkait HIV/AIDS ini. Tentu, bisa saja terjadi jika merunut kehidupan ibu dan bayi yang sangat erat dengan pola hidup hetero seksual, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.
Padahal, salah satu tujuan Pembangunan Millenium 2015 (MDGs) yang sulit dicapai di Indonesia adalah menurunkan secara signifikan prevalensi dan insidensi HIV dan AIDS. Hal ini mengingat besarnya tantangan dan ancaman epidemi pada masyarakat Indonesia yang menurut Menkokesra, sangat heterogen dan pluralistik. Tak hanya itu, pada tahun 2012 ini, pencapaian yang sulit itu juga disebabkan adanya keterbatasan kapasitas pemerintah daerah yang belum sepenuhnya mendukung upaya penghentian laju percepatan epidemi HIV dan AIDS.
Kembali pada kerentanan ibu dan bayi, akhirnya Menkokesra atau KPA Nasional menunjuk Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia untuk menjadi Ketua Panitia Nasional HAS 2012 melalui surat penunjukan nomor :B 19/MENKO/KESRA/I/2012 tanggal 31 Januari 2012. Dan lazimnya sebuah peringatan besar, tentu saja tahun ini HAS akan mendedikasikan tema-nya dengan tajuk “Lindungi Perempuan dan Anak Dari HIV-AIDS”.
Sesuai dengan tema besar itu, pemerintah tentu saja akan selalu ditantang dengan realitas. Pola penanggulangan dan berbagai strateginya menjadi tumpuan untuk mencapai penurunan angka Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) di negeri ini. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar akan mengajak semua pihak untuk berperan aktif dalam meningkatkan perlindungan bagi perempuan yang rentan terinfeksi HIV yang tentunya akan berdampak terhadap anak.
Tak bisa lagi berjalan sendiri, seperti yang dikatakan Agung Laksono, Menteri Linda juga sangat berharap keterlibatan kelompok laki-laki untuk mendukung kesehatan ibu dan anak. Terutama pada kesehatan reproduksi dirinya sendiri dengan pasangannya. Partisipasi laki-laki tentu berkaitan erat dengan hal ini. “Itu bagian dari pemenuhan hak reproduksi dari perempuan itu sendiri,” ujarnya dalam buku panduan yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu.
Tak hanya itu, sang menteri juga menandaskan untuk hari AIDS sedunia ini, mengajak masyarakat menghapus stigma kepada ODHA. Karena hanya dengan itu, program pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS akan bisa dijalankan.
Memang benar, program nasional dalam HAS ini tak hanya menyorot pada sekadar buku panduan yang diterbitkan oleh pemerintah. Hanya dengan kesadaran kita sendiri, tentang penghapusan stigma, akan lebih memudahkan lagi untuk bersama-sama ODHA melakukan strategi bersama. Sudah tentu, mengendalikan virus yang sudah epidemis tentu bukan mengandalkan sekadar buku atau obat penawar untuk hidup selama 18 tahun itu. Peran sosial, maupun kebijakan politik daerah tentu menjadi kunci utama dalam dimensi lainnya untuk HIV/AIDS ini. Stigma tentu saja akan memutus pengetahuan dan komunikasi dari ODHA yang memiliki pengalaman yang kaya untuk mengendalikan HIV/AIDS dalam dirinya. Dan itu adalah pengetahuan dan pengalaman yang luar biasa untuk disarikan menjadi hal yang positif untuk penanggulangan bersama. (beng)