Beberapa tahun lalu, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kemampuan perekonomian yang kuat. Bahkan swasembada pangan telah dinikmati selama beberapa tahun. Hanya saja belakangan kondisi ini menjadi terbalik. Indonesia yang sebelumnya telah menjadi lumbung beras justru harus melakukan impor produk pangan yang menjadi sumber makanan pokok sebagian besar penduduknya.
Berbagai langkah memang telah diupayakan untuk mengembalikan kemandirian pangan ini. Bahkan pada 2012 ini, Kementerian Pertanian menjadikan peningkatan produksi dan produktivitas untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan sebagai program utamanya. Tak tanggung-tanggung produksi secara nasional ditarget hingga 70,6 juta ton.
Strategi dan langkah-langkah operasional ditempuh untuk peningkatan produktivitas dengan beberapa kegiatan. Salah satunya yang telah diluncurkan di Kabupaten Klungkung yakni kegiatan SL-PTT dengan didukung benih BLBU dan infrastruktur lainnya. Tak hanya dengan dukungan infrastruktur, petani juga harus melakukan berbgai kegiatan untuk meningkatkan produktivitasnya.
Guna memantapkan peningkatan produksi, pilihan petani harus menerapkan teknologi yang bersifat spesifik lokasi, salah satunya dengan perbaikan sistem tanam yaitu “Tabela”. Sejatinya tanam padi dengan sistem Tabela sudah pernah dilaksanakan di beberapa subak pada tahun 2011, produktivitas cukup signifikan. Dengan Tabela, rata - rata propitas tercapai 70,00 - 82,40 Kw/Ha GKP. Bandingkan dengan tanam Tapin (tanaman pindah) yang hanya 65,00 - 68,00 Kw/Ha GKP.
Seperti yang telah dilakukan di Kabupaten Klungkung, sistem tanam padi dengan alat sider telah dilaksanakan sejak tahun 2011 dengan lokasi di beberapa subak dengan produktivitas yang tinggi. Di Subak Selat dengan luas ± 1,0 Ha dengan propitas pada inpari 7 dihasilkan 72,0 kw/ha GKP dan inpari 10 dihasilkan 74,50 kw/ha. Sementara itu petani yang menggunakan sistem Tapin dengan propitas yang tercapai hanya 65,50 kw/ha.
Di Subak Dlod Bakas dengan luas ± 1,0 ha dengan varietas yang ditanam yaitu inpari 7 produktivitasnya mencapai 65,0 kw/ha dan inpari 10 mencapai 70,0 kw/ha. Sementara dengan system Tapin propitasnya 65,75 kw/ha GKP.
Sedangkan Dem Area sebagai pendampingan SL yang pelaksanaan tanam tahun 2011 dan panen tahun 2012 juga diperoleh hasil yang signifikan. Subak Kacang Dawa seluas 3,0 ha dengan varietas yang ditanam inpari 6 propitasnya 65,60 kw/ha GKP dan inpari 10 dengan propitas dicapai 82,40 kw/ha dan petani disekitarnya 52,80. Kw/ha.
Di Subak Toya Hee, dengan luas 3,0 ha dengan varietas inpari 6 dengan propitas 72,80 kw/ha GKP dan inpari 10 dengan produktivitas dicapai 82,40 kw/ha GKP. Sementara petani sekitar dengan tanam Tapin propitasnya hanya 61,16 Kw/ha.
Jika dibandingkan dengan sistem tanam Tapin, Tabela memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan Tanam Tabela di antaranya terjadi efektivitas dan efisiensi karena waktu tanam cepat, tenaga tanam sedikit dan biaya tanam bisa dikurangi.
Di samping itu dengan sistem Tabela tidak perlu dilakukan pesemaian sehingga terjadi efisiensi waktu. Pemupukan lebih efisien dan mudah karena dilakukan pada larikan saja. Pengamatan dan pengendalian lebih mudah dilaksanakan. Anakan padi lebih kuat dan tidak mengalami stagnasi (stres).
Air yang belakangan juga kerap menjadi masalah utama yang harus dihadapi petani bisa diatasi. Dengan sistem Tabela terjadi efisiensi dalam penggunaan air karena pengairan terputus-putus (macak -macak saja). Dengan sistem ini anakan banyak dan bulir-bulir padi juga bernas karena sinar matahari bisa masuk pada larikan-larikan yang dibuat.
Jika ingin menggunakan system Tabela, petani perlu menyiapkan alat tambahan yakni atabela atau sider. Sider dibuat bahan baku kayu dan paralon. Sider ini bisa dibuat oleh petani/kelompok, tidak dibuat pabrikan karena desainnya sangat sederhana. Bagian sider rodanya dua dengan bentuk bergerigi.
Pipa paralon untuk tempat benih dengan beberapa lubang sesuai dengan jarak tanam dan lubangnya bisa ditutup atau dibuka. Di bawahnya diletakkan papan sebagai pemerata (pelasah). Untuk memudahkan dibuatkan dua pegangan sebagai tempat untuk menarik sider. Berat sider biasanya berkisar 15 - 20 kg.
Untuk penanaman dengan sistem Tabela, pertama-tama lahan diolah dengan sistem Olah Tanah Sempurna (OTS). Selanjutnya dibuatkan saluran keliling untuk mengatur kelembaban lahan dan mencegah semut mencari gabah/benih. Pada fase perbanyakan anakan, menjelang premordia diperlukan pengairan yang lebih banyak dengan tinggi genangan 2 - 5 cm.
Untuk hasil yang optimal diperlukan benih bermutu atau yang bersertifikat. Benih selanjutnya direndam selama 1 x 24 jam sebelum ditanam dan dikeringanginkan. Benih yang bernas diuji dengan menggunakan larutan garam. Biji yang mengambang tak layak untuk digunakan. Di samping Tabela atau sider, juga diperlukan sarana lainnya diantaranya tali rapia sebagai sepat atau pedoman. Diperlukan juga selongsong sebagai alat untuk memasukkan benih di paralon.
Teknis Penanaman
Pelaksanaan penanaman dimulai dengan menyiapkan lahan tanam, air di lahan macak-macak, saluran pemasukan air ditutup rapat dan pembuangan dibuka. Selanjutnya pasang tali rapia di pinggir, sebagai pedoman awal untuk menjalankan roda sider sehingga larikan lurus (roda sider mengikuti tali rapia) dan selanjutnya, roda mengikuti larikan tanam paling pinggir.
Tahap selajutnya turunkan sider, roda berada tepat pada tali rapia dan paralon diisi dengan benih yang sudah di keringanginkan dengan menggunakan selongsong secara merata di pipa ± 2/3 dan setiap sampai di pinggir agar benih dicek di paralon. Cara menarik/menjalankan boleh mundur/maju, dengan penggerakan pelan-pelan saja dan pastikan benih sudah ada yang jatuh.
Hanya saja sistem Tabela juga masih memiliki kelemahan. Pemeliharaan atau perhatian harus lebih intensif terutama pada umur 1-2 minggu. Gulma juga menjadi lebih banyak sehingga penyiangan harus lebih sering dilakukan dengan gasrok.
Di lapangan penerapan sistem ini juga masih menghadapi berbagai permasalahan mulai dari petani yang belum secara optimal menerapkan prinsip budidaya tanam sehat, dengan penerapan teknologi PTT. Iklim dan curah hujan sulit diprediksi, dan berdampak berkembangnya beberapa OPT utama yaitu : tikus, blast dan tungro.
Sarana prasarana masih dirasakan kurang antara lain traktor untuk mempercepat pengolahan tanah dan sider (alat Tabela). Propitas juga belum optimal disebabkan pada saat fase pembungaan terjadi hujan dan angin sehingga banyak tanaman yang rebah.