Banyak usaha di Indonesia yang tidak tangguh menghadapi terpaan krisis ekonomi. Isu politik, kerusuhan, dan bencana kerap mengancam perekonomian bangsa. Koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, selama ini terbukti lebih tangguh dan mampu bertahan menghadapi berbagai situasi ekonomi dibandingkan badan usaha lain. Potensi koperasi ini membuat pemerintah terus berupaya meningkatkan kemampuan koperasi terutama dari sisi kualitas sumber daya manusia (SDM), sehingga mampu bersaing dalam perekonomian global.
Dalam meningkatkan daya saing koperasi, sertifikasi manajer koperasi, merupakan langkah yang diupayakan pemerintah. Sertifikasi, meningkatkan kompetensi para pengelola koperasi. Selanjutnya, diharapkan berdampak positif pada kualitas koperasi yang dikelola. Penerapan sertifikasi kompetensi SDM ini diberlakukan kepada pengelola koperasi jasa keuangan atau koperasi simpan pinjam.
R. Saefurrokhman, Fasilitator Lembaga Diklat Profesi (LDP) Unisla, menyebut sertifikasi sangat penting dilakukan. Sertifikasi meningkatkan kompetensi para direktur ataupun manajer koperasi, sehingga mampu bersaing dalam pasar global tahun 2015. Kompetensi dari pengelola koperasi, dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat kompetensi.
Untuk mendapatkan sertifikat kompetensi, seseorang harus mengikuti pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai dengan jabatannya, berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Koperasi Jasa Keuangan (SKKNI-KJK/KSP). Sertifikasi diselenggarakan oleh lembaga diklat profesi jasa keuangan.
Seorang pengelola koperasi yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan, selanjutnya bisa mengikuti uji kompetensi yang dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi profesi jasa keuangan yang telah berlisensi. Lembaga ini juga yang berhak menerbitkan sertifikat kompetensi bagi para pengelola koperasi.
"Ada berbagai tingkatan diklat. Tergantung pada jabatan yang dimiliki oleh seorang pengelola koperasi. Idealnya diklat dilaksanakan selama 11 hari. Bagi direktur dan manajer, diklat dipadatkan jadi 4 hari. Ini dengan pertimbangan para direktur dan manajer telah memahami dengan baik seluk-beluk perkoperasian," ujar pria yang akrab disapa Asep ini.
Bukti Kompetensi
Pelaksanaan diklat ini juga untuk memenuhi aturan yang dituangkan dalam peraturan Menteri Negara Koperasi dan UMKM nomor : 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang pedoman pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi, pasal 11 ayat 10.
Dalam aturan ini pengelola wajib memenuhi beberapa persyaratan :
Pertama, memiliki kemampuan yang dibuktikan dengan pelatihan simpan pinjam atau pernah magang dalam usaha simpan pinjam yang berwawasan perkoperasian.
Kedua, memiliki tenaga manajerial yang berkualitas baik, yaitu memiliki keahlian dalam pengelolaan usaha simpan pinjam, yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat standar kompetensi pengelola usaha simpan pinjam.
Diungkapkan sebisa mungkin setiap manajer dan direktur yang mengelola koperasi memiliki sertifikat sertifikasi. Bahkan para pengelola yang sudah berpendidikan S-2 maupun S-3 juga harus turut serta diklat dan uji kompetensi. Asep mengungkapkan ini perlu dilakukan karena ilmu tentang koperasi merupakan ilmu khusus yang tak cukup dipelajari di bangku kuliah saja. Karenanya diperlukan diklat khusus guna meningkatkan kompetensi para pengelola.
"Direktur ataupun manajer baik yang sudah S-2 maupun S-3, tetap harus ikut diklat. Ilmu tentang koperasi itu sifatnya khusus. Yang ikut diklat juga tidak sembarangan. Penilaian siapa yang akan diikutsertakan diklat dilakukan internal koperasi, tetapi pasti yang dipilih mereka yang telah berpengalaman sehingga nantinya mampu meningkatkan kinerja koperasi sehingga koperasi semakin maju," ujarnya. (ayu)
EVALUASI EFEKTIVITAS PROGRAM
MESKI dinilai menjadi sarana dalam meningkatkan kompetansi, sertifikasi SDM koperasi diakui masih perlu penyempurnaan. R. Saefurrokhman, Fasilitator Lembaga Diklat Profesi (LDP) Unisla menilai, idealnya setiap tiga bulan ada laporan dari LDP tentang kinerja koperasi yang para pengurusnya telah bersertifikasi.
Ini dilakukan untuk memantau kinerja para pengelola dan sebagai evaluasi keefektivan program, di samping untuk menemukan kelemahan program. Ini penting untuk dicarikan solusinya. “Program ini diharapkan bisa meningkatkan kompetensi pengelola koperasi. Para pengelola koperasi harus diubah perilakunya sehingga tidak terus-menerus bergantung pada batuan pemerintah. Koperasi harus tumbuh mandiri sesuai dengan prinsip-prinsip dasar koperasi,” ujarnya.
Faktor internal seperti perilaku pengurus serta kurangnya kompetensi yang dimiliki dinilai sebagai salah satu penyebab munculnya koperasi-koperasi yang tidak sehat. Karena itu untuk menciptakan koperasi yang sehat maka perlu dilakukan perbaikan dari dalam. Perbaikan perlu dilakukan jika koperasi ingin mampu bersaing dalam persaingan global termasuk dengan bentuk usaha jasa keuangan lainnya.
“Pada prinsipnya koperasi bisa dikategorikan menjadi tiga yakni koperasi sejati, pedati dan merpati. Koperasi sejati yakni koperasi yang akan selalu berjuang dan bekerja dengan ataupun tanpa bantuan pemerintah. Mereka akan sekuat tenaga bekerja keras demi kemajuan koperasi dan kesejahteraan masyarakat dan anggota,” terangnya.
Sementara itu koperasi pedati yakni yang selalu perlu didorong dengan berbagai bantuan pemerintah. Jika tidak ada bantuan, mereka cenderung tidak bergerak. Dan yang terakhir koperasi merpati, yakni koperasi yang hanya muncul karena tertarik dengan program bantuan pemerintah. Saat bantuan telah habis, mereka menghilang. (ayu)