Kembali ke sistem pertanian organik, seakan menjadi trend belakangan ini. Kondisi ini muncul seiring tumbuhnya kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh berbagai zat anorganik terhadap tubuh manusia. Trend ini juga merupakan dampak kekhawatiran manusia terhadap kerusakan alam akibat penggunaan berbagai produk anorganik.
Sebagai sebuah kesadaran baru, trend ini tak serta merta dengan mudah diterima semua kalangan. Tak mudah mengajak dan membuat para petani yang telah lama dimudahkan dengan penggunaan berbagai produk anorganik dalam kegiatan bertaninya, untuk beralih pada bahan-bahan organik. Bukan tanpa alasan memang, para petani enggan beralih pada pertanian organik. Pertanian konvensional selama ini telah memberikan mereka kenyamanan. Ada alasan lain, jika tak dilakukan dengan benar, peralihan dari sistem pertanian konvensional ke pertanian organik berdampak pada penurunan kuantitas produksi.
Terutama terkait pupuk yang memegang peranan penting dalam pertanian. Ajakan menggunakan pupuk organik ternyata sulit untuk diaplikasikan. Padahal pupuk organik bisa dibuat sendiri oleh para petani dengan menggunakan bahan-bahan yang relatif mudah didapatkan dan bahkan bisa dibuat dengan bahan yang sebelumnya dianggap sebagai limbah.
MOL adalah salah satu bahan yang diperlukan untuk membuat pupuk organik, yang dengan mudah bisa ditemukan di sekitar petani. MOL inilah yang nantinya akan berfungsi sebagai starter dalam pembuatan pupuk. Okter hewan Ni Wayan Listiawati Palgunadi menjelaskan, MOL merupakan mikroorganisme lokal yang berperan dalam pembuatan pupuk.
"Selama ini, jika petani membuat pupuk sendiri, menggunakan EM atau RB. Untuk mendapatkannya petani harus membeli. Padahal dalam pertanian mereka harus menekan biaya. Karena itu starter bisa diganti dengan menggunakan bahan-bahan yang bisa dengan mudah dan murah didapatkan," ujarnya.
Pembuatan MOL, kata Listiawati, tidaklah sulit. Bahan-bahan yang digunakan relatif mudah didapat. MOL bisa dibuat dengan menggunakan bahan mulai dari pepaya yang telah mulai membusuk dan ditumbuhi jamur, daun bambu, maupun daun jambu biji yang telah jatuh. MOL ini bisa diaplikasikan langsung pada tumbuhan atau digunakan untuk mempercepat proses pembuatan kompos yang menggunakan kotoran ternak.
Jika akan menggunakan pepaya yang mulai membusuk, petani cukup menambahkannya dengan gula merah dan air kelapa. "Pepaya yang mulai membusuk akan tumbuh jamur yang berwarna putih, jamur inilah yang dikembangbiakkan. Caranya dengan memberikan makanan berupa gula merah yang dicampur dengan air kelapa," kata Listiawati.
1 kg pepaya yang mulai membusuk dihancurkan dengan cara diremas-remas. Selanjutnya 800 gram gula merah dilarutkan kedalam 2 liter air kelapa, jika telah larut maka pepaya dimasukkan ke dalam larutan tersebut. Campuran yang telah jadi selanjutnya disimpan ke dalam wadah yang memiliki penutup.
Agar mikroorganisme tidak mati, maka larutan ini harus disimpan pada tempat yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung. Setelah dua hari, campuran ini diperiksa untuk memastikan keberhasilan pembuatan MOL. Jika mikroba hidup maka akan timbul gas dan juga gelembung. Gas harus secara rutin dikeluarkan dengan cara membuka penutup wadah. Selanjutnya MOL bisa digunakan setelah 2 minggu penyimpanan. Jika mikrobanya belum terlalu banyak, 1 bagian MOL bisa dicampurkan dengan 5 bagian air dan langsung disemprotkan pada tanaman. Tetapi jika jumlah bakteri sudah banyak, 1 bagian MOL bisa dicampurkan dengan 10 bagian air.
Selain papaya, MOL juga bisa dibuat dengan memanfaatkan daun bambu atau daun jambu biji yang telah jatuh dan mulai membusuk. Biasanya pada daun bambu maupun jambu biji ini akan terdapat jamur yang berwarna putih, inilah yang dibiakkan. Daun jambu biji atau bambu diaduk dengan campuran nasi basi, selanjutnya dicampurkan kedalam larutan gula merah dan air.
"Setelah dicampur, pengerjaannya sama dengan MOL pepaya, dan setelah dua minggu bisa langsung dipakai," ungkapnya.
Hanya saja petani perlu memperhatikan air yang digunakan sebagai campuran MOL. Air yang digunakan haruslah air sumur atau yang didapat secara langsung dari sumber mata air. Penggunaan air PAM yang mengandung kaporit akan menggagalkan pembuatan MOL karena kaporit akan mematikan bakteri yang telah dibiakkan. Penggunaan air sungai juga tidak disarankan, karena air sungai belum tentu terbebas dari pestisida ataupun bahan pencemar lainnya.
Di samping diaplikasikan secara langsung pada tanaman, MOL juga bisa digunakan untuk mempercepat proses pembuatan kompos. Caranya dengan menyemprotkan MOL pada kotoran yang akan dijadikan pupuk. Hanya saja kotoran harus dibalik secara teratur. Ini dilakukan karena kotoran akan mengeluarkan gas dan panas yang jika tak dikeluarkan, dapat membunuh bakteri yang telah dibiakkan sebelumnya. Di sinilah sedikit kelemahannya, pupuk yang dibuat tidak bisa langsung digunakan. Terkadang petani harus menunggu 1-2 minggu sebelum pupuk yang dibuat bisa ditebarkan di tanah sekitar tanaman.(ayu)
OBAT CACING TERNAK
DI samping pupuk, petani juga bisa membuat obat untuk hewan peliharaannya, dengan memanfaatkan bahan yang tersedia di alam. Biji pepaya misalnya. Jika pepaya yang telah membusuk bisa dijadikan bahan pembuatan MOL, maka bijinya bisa digunakan sebagai obat bagi ternak mulai dari sapi, babi, hingga ayam. Tak hanya efektif, obat yang dibuat juga murah dan aman bagi ternak.
Cara pembuatannya cukup mudah. Langkah pertama, biji pepaya dikeringkan. Setelah kering biji pepaya lalu digerus sampai halus. Untuk satu ekor sapi cukup diberikan satu sendok makan. Bubuk biji pepaya ini kemudian dicampur dengan air yang akan diberikan kepada ternak. Dalam beberapa hari cacing akan keluar, bahkan telur cacingpun akan ikut mati. (ayu)